Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Filosofi Pensil dan Mentalitas Anak

4 September 2019   07:21 Diperbarui: 5 September 2019   02:23 1352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang anak kecil tiba-tiba datang ke meja tulisnya yang tepat berada di depan meja saya. Dengan wajah yang cemberut, dia menghempaskan tubuhnya. Setelah dari jauh saya amati, ternyata tugasnya hari itu telah terkoreksi dan banyak terdapat kesalahan. 

Enggan baginya untuk membetulkan jawaban yang salah. Ia tahu bahwa ia harus menghapus bagian yang salah dan membetulkannya. 

"Iya, Miss, itu melelahkan," sahutnya pelan dibalik pipinya yang terlihat tembem. Tentu saja itu mengundang senyum saya untuknya.

Ya, itu salah satu dari sekian banyak hal yang saya jumpai bersama anak-anak saat Class Day. Bermacam-macam reaksi mereka, yang jelas semua menunjukkan keengganan mereka jika bertemu dengan tugas yang harus dibetulkan.

Hmmm, teringat saat saya harus merevisi skripsi saya dulu. Apalagi jika banyak yang perlu direvisi. Hfffh...... Mungkin seperti itulah perasaan sebal mereka.

Dalam kelas saya, saya anjurkan anak-anak menggunakan pensil dan penghapus sebagai alat tulis. Bukan bolpoin dengan tip-ex.

Mengapa? Apa urgensi atau mungkin manfaat yang bisa diambil dari kita menggunakan pensil sebagai alat tulis.

Seorang anak belajar filosofi Pensil

Filosofi Pensil? Iya...bukan filosofi kopi, lho... Filosofi pensil. Seorang anak akan menggunakan pensil sebagai alat kontrol atau pengatur emosional mereka.

Pernahkah kita mengamati anak-anak kita menulis dengan huruf atau angka yang semakin lama semakin tak jelas dan cenderung makin membesar? Hati-hati, Bunda, Ayah...itu tandanya si kecil sedang kelelahan, bosan, atau sedang jengkel dan marah.

Ada baiknya kita menghentikan sementara proses belajarnya. Jangan paksakan. Kita bisa memberi waktu luang bagi mereka sekedar 5 menit untuk relax.

Setelah itu barulah kita ajak mereka melanjutkan belajarnya lagi. Hal ini mengajarkan pada anak untuk bertanggungjawab terhadap waktu. 

Kondisi emosional anak tentunya sangat mempengaruhi sistem belajar yang baik pada si anak. Maksimal atau tidaknya materi pelajaran terserap oleh seorang anak memang dapat diukur dari beberapa faktor, salah satunya adalah bagaimana cara mengatur dan menstabilkan kondisi emosional anak.

Hal yang dapat kita ambil manfaatnya kala seorang anak menulis menggunakan pensil adalah cara menulis dalam buku atau alat tulis lainnya.

Pernahkah kita melihat anak-anak menulis dengan ditekan terlalu dalam?Bahkan seperti huruf dicetak timbul? Hmmm, perlu diperhatikan saat anak belajar menulis (bagi yang terbiasa usahakan rubahlah sedikit demi sedikit). Karena kebiasaan menulis terlalu dalam ini akan mengakibatkan anak cepat lelah dalam menulis.

Ini merupakan salah satu faktor mengapa anak seringkali mengeluh "capek" jika harus menulis panjang.

Dengan menggunakan pensil seorang anak dapat belajar mengakui kesalahan dan memperbaikinya.

Kok bisa?

Belajar dari kesalahan. Itu poin utamanya. Banyak dari kita yang sudah dewasa seringkali tak mau mengakui kesalahan. Alih-alih mengakui. Yang banyak terjadi adalah marah, dan membela diri, bahkan yang lebih tragis adalah malah menyalahkan orang lain.

Kebetulan saya mengajar pelajaran matematika. Proses untuk mendapatkan jawaban yang benar kadang bukan hanya dengan menggunakan satu langkah saja. Ada saja kesalahan anak-anak pada saat belajar. Tentu saja ini bukan hanya terjadi dalam bidang matematika. Semua mata pelajaran juga seperti itu bukan?

Karena saya mengajar pelajaran ini, maka, izinkan saya memakai contoh kasus ini.

Mau atau tidak mau, suka atau tidak suka anak-anak harus mengakui bahwa mereka salah, dan membetulkan kesalahan mereka sampai mereka mendapatkan jawaban yang benar.

Kecenderungan orang tua saat mendampingi anak belajar adalah langsung memberikan jawaban dari kesulitan mereka. Hati-hati, ini akan sedikit demi sedikit memupuk rasa ketergantungan si anak kepada orang tua. Sehingga mentalitas seperti ini akan melekat dan memberi alasan kuat mengapa mereka "harus mencari solusi" pada orang tua, bahkan orang lain.

Biarkan saja mereka gagal. Dan ijinkan, beri waktu untuk memperbaiki kesalahan mereka. Ini akan melatih rasa percaya diri anak-anak.

Terkadang saya membiarkan anak-anak membuat konsep mereka sendiri atas suatu kasus atau soal yang mereka kerjakan. Tak jarang dari mereka yang lebih bersemangat ketika konsep yang mereka temukan ternyata berlaku juga bagi soal-soal yang lain.

Senangkah saya? Disitulah letak kebahagiaan saya saat mengajar. Dan seringkali, saya memberikan pujian bagi mereka yang telah berusaha menemukan jawaban yang benar. 

Karena pujian pada saat yang tepat dan untuk alasan yang tepat dapat membentuk jiwa seseorang untuk lebih bertumbuh dan bersemangat. Biarkan anak-anak juga tahu untuk alasan apa kita memuji mereka.

Saya tidak akan memaksakan suatu cara untuk mendapatkan jawaban yang benar, karena ada beberapa anak yang cukup kreatif sehingga self learning mereka pun tinggi.

Kesalahan dan kegagalan dalam menemukan jawaban, bisa dihapus dengan penghapus. Untuk menghapus jawaban yang salah pun mereka membutuhkan usaha. 

Usaha dan proses untuk mendapatkan jawaban yang benar inilah yang akan membentuk karakter mereka untuk lebih tekun, percaya diri, tangguh, tidak bergantung pada orang lain, dapat memilih prinsipnya sendiri, mau mengakui kesalahan dan memperbaikinya demi sebuah kebenaran bagi masa depan mereka.

*Selamat belajar menggunakan pensil dan penghapus...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun