Di sekolah anak-anak saya (SD) ada program pembiasaan karakter baik yang diterapkan. Program pembiasaan karakter baik itu dituangkan ke dalam tagline atau slogan sekolah yang dinamakan SMART, yang merupakan singkatan dari Sholih, Muslih, Amanah, Ramah, dan Terampil.
Melalui program itu, setiap harinya anak-anak dibiasakan untuk melakukan aktivitas-aktivitas positif baik di sekolah maupun di rumah. Misalnya untuk membangun karakter Sholih, ada beberapa checklist aktivitas seperti salat, patuh kepada orang tua, berdoa, dan lain-lain. Lalu untuk karakter Ramah, checklist yang harus dilakukan seperti senyum dan salam kepada teman, sopan, tidak sombong, dan sebagainya. Demikian pula untuk karakter lainnya.
Ada buku monitor yang harus diisi oleh guru dan orang tua/wali murid setiap hari. Sehingga anak dipantau sikap dan perilakunya bukan hanya di sekolah tetapi juga di rumah. Dengan pembiasaan karakter SMART tersebut, anak-anak diharapkan mempunyai sikap dan perilaku baik (kebiasaan baik) yang akhirnya akan menjadi karakter baik bagi diri mereka.
Lalu, apakah program itu benar-benar berhasil membentuk karakter baik murid-murid di SD anak-anak kami? Tentu tidak semua anak mempunyai karakter baik yang sempurna. Namun setidaknya ada beberapa karakter baik yang telah melekat pada diri mereka. Karena sebaik-baiknya program sekolah tidak otomatis akan memberikan output terbaik juga, bukan? Ada banyak faktor yang mempengaruhi. Misalnya ada orang tua yang belum mampu bersinergi dengan baik (termasuk saya, hehe..), pengaruh media sosial, dan lain-lain. Namun, mengusahakan yang terbaik wajib menjadi ikhtiar, bukan?
Pentingnya Pendidikan Karakter Sejak Usia Dini
Pendidikan karakter memang harus diajarkan sejak usia dini, yaitu sejak usia pra sekolah (TK) hingga pada pendidikan dasar (SD-SMP). Karena menciptakan karakter baik lebih mudah dibangun sejak usia dini. Menciptakan karakter baik juga tidak dapat dilakukan dalam waktu yang sebentar, karena karakter akan terbentuk dari satu aktivitas yang dilakukan secara terus-menerus hingga menjadi kebiasaan lalu terbentuklah karakter tersebut pada diri seseorang. Maka karakter-karakter baik juga harus dibangun dari kebiasaan-kebiasaan baik yang dibangun dalam waktu yang tidak sebentar.
Pendidikan karakter sangat diperlukan selain pendidikan akademik. Memang, di abad 21 ini adalah abad digital, yang kita ketahui bersama bahwa digitalisasi sudah sangat mempengaruhi hidup kita. Teknologi menjadi cara sekaligus tantangan dalam segala hal termasuk dalam bidang pendidikan. Empat kemampuan dasar bagi murid di abad digital (critical thinking, kolaborasi, komunikasi, kreativitas) sangat penting dikuasai. Namun yang tak kalah penting adalah empati, yaitu pendidikan karakter.
Pendidikan karakter juga telah dilakukan oleh sekolah-sekolah lain selain sekolah anak-anak saya. Ikhtiar-ikhtiar dalam membentuk karakter baik anak-anak didiknya, disamping usaha mencapai prestasi akademik, dilakukan (mungkin) oleh semua sekolah. Seperti yang pernah disampaikan oleh ibu Fitriana, M.Pd., seorang guru di SDN Sukapura 01 Jakarta Utara pada acara Gelar Wicara “Pendidikan Bermutu untuk Semua” bersama Kemendikdasmen di Surabaya pada 12 September 2025 lalu. Sekolah tempatnya mengajar juga sangat mementingkan pendidikan karakter.
Diantaranya ada program peduli sampah, yang mengajarkan murid-murid agar terbiasa setiap kali melihat sampah maka ambil dan pilah sesuai kategorinya. Atau penanaman karakter agar patuh pada aturan sekolah, mengajarkan attitude saat berpendapat, dan sebagainya. Demikian pula yang pastinya diupayakan pada sekolah-sekolah lain.
Dalam pendidikan karakter tersebut, guru-guru dituntut untuk kreatif dalam menghadapi setiap permasalahan di lingkup sekolah (yang pada masing-masing sekolah cenderung punya karakteristik yang berbeda-beda). Hal ini tentu menjadikan tantangan tersendiri bagi setiap guru. Guru dituntut untuk kreatif dalam menciptakan pendidikan karakter di sekolah. Misalnya pada sekolah di pedesaan dengan wali murid golongan ekonomi menengah ke bawah, bagaimana mengajarkan pada murid untuk bersedekah hanya dengan barang-barang yang layak dibagikan. Bagaimana menumbuhkan karakter suka berbagi sedangkan kondisi mereka sendiri relatif kurang mampu. Dan sebagainya.
Peran Pemerintah untuk Pendidikan Bermutu
Sementara itu peran pemerintah sebagai pemegang regulasi nasional juga sangat diperlukan untuk pendidikan yang berkualitas. Di negara kita Indonesia ini, seperti yang kita ketahui bersama, sudah banyak sekali regulasi, kebijakan, dan program di bidang pendidikan (dan sudah sangat sering berganti-ganti).