Mohon tunggu...
Kadek Diah Arya Sita Saraswati
Kadek Diah Arya Sita Saraswati Mohon Tunggu... Mahasiswa S2 Pendidikan IPA Pascasarjana UNDIKSHA

Do the best, be the best, all the best

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Harmoni dalam Tiga Dimensi : Tri Hita Karana Sebagai Panduan Pembangunan dan Organisasi

13 Oktober 2025   12:43 Diperbarui: 13 Oktober 2025   12:43 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Harmoni dalam Tiga Dimensi : Tri Hita Karana Sebagai Panduan Pembangunan dan Organisasi

Provinsi Bali tidak hanya dikenal sebagai destinasi pariwisata dunia, tetapi juga sebagai pusat budaya dan kearifan lokal yang kaya. Salah satu filosofi paling penting yang mewarnai kehidupan masyarakat Bali adalah Tri Hita Karana (THK). Filosofi ini, yang secara harfiah berarti “tiga penyebab terciptanya kebahagiaan dan kesejahteraan”, mengajarkan prinsip dasar hidup selaras: dengan Tuhan (Parahyangan), dengan sesama manusia (Pawongan), dan dengan alam lingkungan (Palemahan). Lebih dari sekadar nilai budaya, THK kini menjadi landasan penting dalam perencanaan pembangunan pemerintah daerah Bali maupun manajemen organisasi dan institusi. Penerapan prinsip ini menunjukkan bagaimana kearifan lokal dapat diintegrasikan ke dalam tata kelola modern untuk menciptakan keberlanjutan, harmoni sosial, dan kesejahteraan yang menyeluruh.
Dalam kehidupan sehari-hari, filosofi ini mengajak kita untuk merenung: apakah hubungan kita dengan Tuhan sudah harmonis? Apakah kita mampu membangun hubungan yang sehat dan saling menghormati dengan orang-orang di sekitar kita? Dan apakah kita menjaga bumi yang menjadi tempat kita berpijak? Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, THK menjadi lebih dari sekadar teori; ia menjadi panduan praktis untuk hidup yang seimbang, damai, dan berkelanjutan. Lebih dari itu, Tri Hita Karana menawarkan pendekatan holistik dalam membangun masyarakat dan organisasi. Bukan hanya fokus pada satu aspek saja, seperti ekonomi atau teknologi, THK menekankan pentingnya harmoni antara spiritualitas, sosial, dan lingkungan. Filosofi ini menuntun kita untuk membangun kehidupan yang utuh, di mana kemajuan dan kesejahteraan tidak mengorbankan nilai-nilai moral, hubungan manusia, atau kelestarian alam.
Mari kita mengenal lebih dalam lagi mengenai bagian – bagian dari Tri Hita Karana. THK terdiri dari tiga dimensi utama: Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan.
1.Parahyangan mengajarkan hubungan manusia dengan Tuhan atau kekuatan spiritual. Aspek ini menekankan pentingnya nilai-nilai moral, etika, dan spiritualitas dalam setiap tindakan. Seorang individu atau organisasi yang menjaga Parahyangan berarti selalu bertindak dengan integritas, kesadaran diri, dan rasa hormat terhadap nilai-nilai luhur.
2.Pawongan menekankan hubungan harmonis antar-manusia. THK mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak dapat tercapai jika hubungan sosial kita penuh konflik atau ketidakadilan. Hubungan yang sehat, saling menghormati, dan peduli terhadap sesama menjadi fondasi masyarakat yang harmonis dan produktif.
3.Palemahan menekankan keseimbangan dengan alam dan lingkungan. Filosofi ini mengingatkan kita bahwa manusia adalah bagian dari alam, dan kelestariannya menjadi tanggung jawab kita bersama. Tanpa lingkungan yang sehat, kesejahteraan manusia akan terancam, dan pembangunan pun kehilangan makna.
Ketiga dimensi ini saling terkait. Misalnya, pembangunan yang fokus pada ekonomi semata tetapi mengabaikan lingkungan (Palemahan) atau nilai moral (Parahyangan) berisiko menciptakan ketidakseimbangan yang merugikan masyarakat. Filosofi THK menekankan keseimbangan sebagai inti dari keberlanjutan.


Penerapan Tri Hita Karana dalam Kebijakan Pembangunan Pemerintah Daerah Bali
Pemerintah Provinsi Bali telah mengadopsi prinsip THK secara sistematis dalam berbagai kebijakan pembangunan. Penerapannya mencakup ketiga dimensi utama filosofi ini:
a. Parahyangan: Menguatkan Spiritualitas dan Nilai Budaya
Aspek Parahyangan menekankan pentingnya hubungan harmonis dengan Tuhan dan nilai spiritual. Pemerintah Bali memastikan bahwa pembangunan fisik tetap menghormati adat dan tradisi lokal. Misalnya, program Desa Adat Lestarimendorong desa-desa untuk mengelola pembangunan desa dengan tetap memprioritaskan pelestarian budaya dan ritual keagamaan.
Selain itu, pemerintah daerah menyediakan fasilitas ibadah, mendukung upacara keagamaan, dan mendorong integrasi nilai-nilai etika dan moral dalam pelayanan publik. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan yang baik tidak hanya mengutamakan infrastruktur, tetapi juga memperkuat spiritualitas masyarakat sebagai fondasi kesejahteraan.
b. Pawongan: Membangun Harmoni Sosial dan Partisipasi Publik
Aspek Pawongan menekankan hubungan harmonis antar-manusia. Pemerintah Bali menerapkan prinsip ini melalui mekanisme partisipatif dalam pembangunan, seperti Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), yang melibatkan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program pembangunan.
Pendekatan ini memastikan bahwa kebijakan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Selain itu, program kesejahteraan sosial, pendidikan, dan kesehatan masyarakat dikembangkan untuk memperkuat solidaritas dan mengurangi kesenjangan sosial. Dengan kata lain, pembangunan di Bali tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga membangun harmoni sosial dan rasa memiliki.
c. Palemahan: Menjaga Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan
Aspek Palemahan menekankan hubungan manusia dengan lingkungan. Bali telah menerapkan berbagai kebijakan berkelanjutan, termasuk pengelolaan sampah terpadu, pembatasan penggunaan plastik sekali pakai, perlindungan hutan, dan pengaturan tata ruang berbasis lingkungan.
Kebijakan ini tidak hanya menjaga kelestarian alam, tetapi juga mendukung keberlanjutan pariwisata, yang merupakan sumber ekonomi utama. Melalui prinsip Palemahan, Bali menunjukkan bahwa pembangunan fisik dan ekonomi harus sejalan dengan perlindungan lingkungan.

Adopsi Tri Hita Karana dalam Organisasi dan Institusi di Bali
Selain pemerintah, berbagai organisasi dan institusi di Bali mengintegrasikan THK dalam manajemen dan operasional mereka. Penerapan ini mencakup ketiga dimensi filosofi:
a. Parahyangan: Budaya Organisasi Berbasis Nilai Spiritual dan Etika
Organisasi di Bali menekankan nilai moral dan spiritual dalam budaya kerja. Contohnya, universitas seperti Universitas Udayana menanamkan prinsip integritas, tanggung jawab, dan kesadaran spiritual dalam tata kelola kampus. Beberapa perusahaan menyediakan fasilitas ibadah atau kegiatan refleksi untuk karyawan. Langkah ini membantu menciptakan lingkungan kerja yang harmonis, memelihara keseimbangan batin, dan menumbuhkan rasa syukur serta kepedulian terhadap sesama.
b. Pawongan: Hubungan Harmonis Antaranggota dan Masyarakat
Aspek Pawongan diterapkan melalui penguatan kerja sama tim, komunikasi terbuka, dan keadilan dalam pengambilan keputusan. Program CSR yang melibatkan karyawan dan masyarakat sekitar juga menjadi sarana untuk memperkuat hubungan internal dan eksternal organisasi. Di sektor pariwisata, banyak hotel dan resort mengadopsi pendekatan THK, seperti pelatihan staf yang menekankan etika dan budaya lokal, serta program-program sosial bagi masyarakat sekitar.
c. Palemahan: Organisasi Ramah Lingkungan
Organisasi mengimplementasikan Palemahan dengan praktik ramah lingkungan: penggunaan energi efisien, pengelolaan limbah, sistem digital untuk mengurangi kertas, dan penghijauan lingkungan kerja. Hotel dan resort di Bali, misalnya, menerapkan Tri Hita Karana Tourism Award, yang menilai praktik ramah lingkungan, tanggung jawab sosial, dan penghormatan terhadap nilai spiritual lokal. Pendekatan ini tidak hanya menjaga kelestarian alam, tetapi juga meningkatkan citra organisasi dan keberlanjutan operasional.
Bali sebagai Laboratorium Tri Hita Karana
Bali menjadi contoh nyata bagaimana filosofi lokal dapat diterapkan dalam pembangunan dan manajemen modern. Pemerintah Provinsi Bali mengembangkan program Bali Clean and Green, yang mengintegrasikan THK dalam kebijakan lingkungan. Sektor pendidikan dan pariwisata juga mencontohkan praktik THK dalam tata kelola dan layanan. Hotel-hotel berbasis THK menekankan keseimbangan antara pelayanan profesional, keberlanjutan lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat lokal. Universitas mengintegrasikan prinsip ini ke dalam kurikulum, kegiatan mahasiswa, dan manajemen kampus. Secara keseluruhan, Bali menunjukkan bahwa filosofi lokal dapat menjadi landasan pembangunan dan organisasi yang harmonis dan berkelanjutan.


Manfaat Penerapan Tri Hita Karana di Bali
1. Pembangunan Berkelanjutan
Penerapan prinsip THK memastikan pembangunan di Bali tidak hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi atau pembangunan fisik semata, tetapi juga memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Dengan pendekatan ini, setiap proyek pembangunan — mulai dari infrastruktur jalan, fasilitas publik, hingga pariwisata — dirancang agar seimbang dan berkelanjutan. Misalnya, pembangunan desa wisata di Bali memperhatikan tata ruang, pelestarian budaya, dan kelestarian lingkungan, sehingga masyarakat mendapat manfaat ekonomi tanpa merusak alam atau budaya lokal. Konsep ini membantu Bali menjadi contoh provinsi yang menyeimbangkan kebutuhan modernisasi dengan pelestarian nilai tradisional.
2. Harmoni Sosial
Aspek Pawongan dari THK menekankan pentingnya hubungan antar-manusia yang harmonis. Penerapannya di Bali tercermin dalam program yang melibatkan partisipasi masyarakat, musyawarah desa, dan pengambilan keputusan bersama. Harmoni sosial bukan sekadar idealisme; ia menciptakan masyarakat yang lebih solid, toleran, dan mampu bekerja sama. Dengan adanya partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan, program-program pemerintah lebih tepat sasaran, mengurangi konflik sosial, dan memperkuat rasa tanggung jawab bersama. Hal ini juga mendukung terciptanya keadilan sosial, di mana semua lapisan masyarakat dapat merasakan manfaat pembangunan.
3. Kelestarian Lingkungan
Prinsip Palemahan mendorong masyarakat dan pemerintah untuk menjaga hubungan harmonis dengan alam. Bali telah menerapkan berbagai kebijakan ramah lingkungan, seperti pengelolaan sampah terpadu, penggunaan energi terbarukan, dan pelestarian hutan serta sumber daya alam. Dampaknya terlihat pada kualitas lingkungan yang lebih baik, ekosistem yang tetap terjaga, dan dukungan terhadap sektor pariwisata berkelanjutan. Dengan menjaga kelestarian lingkungan, Bali tidak hanya melindungi sumber daya untuk generasi saat ini, tetapi juga memastikan keberlanjutan bagi anak cucu mendatang.
4. Organisasi Produktif dan Etis
Penerapan THK juga berdampak positif bagi organisasi dan institusi di Bali. Dengan mengintegrasikan nilai Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan dalam budaya kerja, organisasi mampu membangun lingkungan kerja yang harmonis, produktif, dan beretika. Misalnya, perusahaan atau institusi yang menekankan integritas, komunikasi terbuka, dan tanggung jawab sosial akan lebih mudah membangun kepercayaan internal maupun eksternal. Selain itu, penerapan praktik ramah lingkungan di kantor atau fasilitas kerja meningkatkan keberlanjutan operasional. Hasilnya, organisasi tidak hanya efisien secara ekonomi, tetapi juga dihormati secara sosial dan lingkungan.


Secara keseluruhan, penerapan Tri Hita Karana (THK) di Bali membuktikan bahwa kearifan lokal tidak sekadar menjadi warisan budaya yang dipertahankan untuk kenangan sejarah, tetapi juga menjadi panduan praktis yang relevan dalam pembangunan dan manajemen modern. Filosofi ini menekankan pentingnya keseimbangan antara tiga dimensi utama: hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), hubungan manusia dengan sesama (Pawongan), dan hubungan manusia dengan alam (Palemahan). Dengan pendekatan ini, pembangunan tidak lagi hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi atau pembangunan fisik, tetapi juga memperhatikan aspek sosial dan lingkungan secara menyeluruh.
Di Bali, integrasi prinsip THK ke dalam kebijakan pemerintah daerah terlihat jelas dalam berbagai program pembangunan. Misalnya, pembangunan desa wisata, pengelolaan fasilitas publik, dan kebijakan lingkungan seperti pengurangan plastik sekali pakai dan konservasi sumber daya alam menunjukkan bagaimana pembangunan fisik dapat selaras dengan pelestarian alam dan budaya. Hal ini memastikan bahwa kemajuan yang dicapai tidak merusak lingkungan atau mengurangi kualitas hidup masyarakat, tetapi justru meningkatkan kesejahteraan mereka secara menyeluruh.
Selain itu, penerapan THK juga membentuk harmoni sosial yang nyata. Melalui partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan, musyawarah desa, dan program pemberdayaan komunitas, hubungan antarwarga menjadi lebih kuat, solidaritas meningkat, dan rasa keadilan sosial dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Harmoni sosial ini menciptakan masyarakat yang lebih stabil, toleran, dan mampu menghadapi tantangan modern dengan kekuatan bersama.
Di sisi organisasi dan institusi, filosofi THK memberikan kerangka kerja yang memadukan produktivitas, etika, dan keberlanjutan. Organisasi yang mengintegrasikan nilai Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan mampu menciptakan lingkungan kerja yang harmonis, hubungan internal yang sehat, serta praktik operasional yang ramah lingkungan. Dengan kata lain, THK bukan hanya relevan bagi pembangunan pemerintah, tetapi juga menjadi model manajemen yang dapat diterapkan di berbagai institusi untuk meningkatkan efisiensi, etika, dan tanggung jawab sosial.
Yang paling penting, filosofi THK menunjukkan bahwa kemajuan modern dan pelestarian nilai lokal tidak harus berjalan terpisah. Bali membuktikan bahwa pembangunan kontemporer dapat beriringan dengan kearifan lokal, menghasilkan masyarakat yang sejahtera, organisasi yang etis, dan lingkungan yang lestari. THK menjadi bukti bahwa filosofi tradisional mampu memberikan solusi nyata bagi tantangan pembangunan modern, sekaligus menjaga identitas budaya dan harmoni ekologis.
Dengan demikian, penerapan Tri Hita Karana tidak hanya memberikan manfaat jangka pendek, tetapi juga membentuk landasan keberlanjutan jangka panjang bagi Bali. Filosofi ini mengajarkan kita bahwa kesejahteraan sejati lahir dari keseimbangan—antara manusia dan Tuhan, manusia dan sesama, serta manusia dan alam. Dalam konteks global saat ini, di mana pembangunan seringkali diukur semata-mata dari pertumbuhan ekonomi, filosofi THK menawarkan pelajaran penting: bahwa harmoni dan keberlanjutan adalah inti dari kemajuan sejati.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun