POV: you smell your old perfume, turns out it smells like trauma...
Banyak orang memiliki pengalaman di mana mencium aroma tertentu dapat langsung membawa mereka kembali ke momen spesifik dalam hidup. Entah itu aroma parfum yang mengingatkan pada orang tercinta yang pernah dekat, atau aroma parfum yang mengingatkan pada situasi dan kejadian tertentu.Â
Fenomena ini tidak hanya kebetulan, ada alasan ilmiah mengapa parfum bisa menyimpan kenangan dan membuatnya terasa begitu nyata. Indera penciuman memiliki hubungan yang kuat dengan memori karena jalur saraf yang menghubungkannya langsung ke area otak yang terkait dengan emosi dan ingatan, yaitu amigdala dan hippocampus.Â
Ketika kita mencium suatu aroma, molekul-molekul aroma itu merangsang reseptor di hidung, yang kemudian mengirimkan sinyal ke otak. Jalur ini adalah satu-satunya indra yang memiliki koneksi langsung ke pusat emosi dan memori otak, menjadikannya lebih kuat dalam menciptakan asosiasi.
Namun, tidak semua aroma memiliki kekuatan yang sama dalam membangkitkan kenangan. Hal ini biasanya bergantung pada intensitas pengalaman dan seberapa sering seseorang terpapar pada aroma tersebut selama momen-momen penting dalam hidup.Â
Parfum yang digunakan pada saat-saat penuh emosi, seperti saat jatuh cinta, kehilangan, atau petualangan besar, cenderung meninggalkan jejak yang lebih kuat dalam memori.
Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa kenangan yang dipicu oleh aroma cenderung lebih emosional dan terasa lebih hidup dibandingkan dengan kenangan yang dihasilkan oleh rangsangan visual atau suara. Ini mungkin disebabkan oleh fakta bahwa indera penciuman adalah indra tertua secara evolusi, yang telah memainkan peran penting dalam kelangsungan hidup manusia.
Ternyata dalam psikologi ada penjelasannya lho, mengapa setiap bau memiliki kenangannya tersendiri... Fenomena ini dapat dijelaskan menggunakan teori classical conditioning, yang diperkenalkan oleh Ivan Pavlov.Â
Classical conditioning adalah proses pembelajaran di mana sebuah stimulus netral (yang awalnya tidak menimbulkan respons tertentu) menjadi terkait dengan stimulus lain yang secara alami memicu respons. Pada akhirnya, stimulus netral tersebut mampu menghasilkan respons yang sama meskipun stimulus alami tidak hadir.Â
Dalam eksperimen Pavlov, anjing dilatih untuk mengasosiasikan bunyi bel (stimulus netral) dengan makanan (stimulus alami).Â
Awalnya, bunyi bel tidak memicu respons tertentu, tetapi setelah dipasangkan berulang kali dengan pemberian makanan, anjing mulai mengeluarkan air liur setiap kali mendengar bunyi bel, bahkan tanpa kehadiran makanan.
Teori ini menyatakan bahwa respons dapat dipelajari dengan mengasosiasikan stimulus yang netral (dalam hal ini aroma parfum) dengan peristiwa yang signifikan. Misalnya, seseorang mungkin mengenakan parfum tertentu pada hari-hari spesial, seperti pernikahan atau perjalanan liburan. Seiring waktu, aroma parfum itu terasosiasi dengan perasaan bahagia atau pengalaman unik yang dirasakan pada saat menjalani kejadian di waktu tersebut.Â
Sehingga ketika aroma yang sama tercium lagi di kemudian hari, aroma parfum tersebut dapat memicu respons emosional yang mirip dengan saat pertama kali terjadinya peristiwa atau kejadian yang terasosiasi tersebut.Â
Dalam kondisi ini, parfum berfungsi sebagai "pemicu" yang menghidupkan kembali memori yang terkait dengan aroma tersebut. Ini mirip dengan cara anjing Pavlov mengeluarkan air liur hanya dengan mendengar bunyi bel, bahkan tanpa kehadiran makanan.
Contoh Classical Conditioning dengan Parfum dalam Kehidupan Sehari-hari
- Aroma Parfum dan Kenangan Masa Kecil: Seseorang mungkin mengasosiasikan aroma parfum tertentu dengan kenangan masa kecil bersama orang tua mereka. Jika ibu seseorang selalu menggunakan parfum dengan aroma bunga tertentu, aroma tersebut bisa memicu rasa nostalgia dan menghadirkan kembali memori masa kecil setiap kali tercium.
- Parfum dan Hubungan Romantis: Jika seseorang sering menggunakan parfum tertentu selama masa pacaran, aroma parfum tersebut dapat terasosiasi dengan perasaan cinta dan kebahagiaan yang dialami saat itu. Ketika mencium aroma yang sama di masa depan, perasaan serupa bisa muncul kembali, meskipun hubungan tersebut mungkin sudah berlalu.
- Penggunaan Parfum untuk Menandai Momen Penting: Banyak orang sengaja memilih parfum berbeda untuk momen atau fase hidup yang berbeda, seperti perjalanan, pernikahan, atau bahkan transisi besar dalam karier. Setiap parfum kemudian menjadi semacam "jejak" yang mengandung kenangan dan perasaan yang menyertai fase tersebut.
Kini, semakin banyak orang yang mulai menyadari pentingnya memilih parfum yang sesuai dengan momen hidup mereka. Beberapa orang bahkan dengan sengaja mengganti aroma parfum untuk setiap tahap penting kehidupan, seperti pindah ke kota baru, memulai pekerjaan baru, atau memasuki fase hubungan yang berbeda.
 Dengan cara ini, mereka secara tidak langsung menciptakan "jurnal aroma" yang dapat menghubungkan mereka dengan masa lalu kapan saja.Â
Ada juga orang yang memilih untuk tetap konsisten menggunakan parfum yang sama selama bertahun-tahun agar tetap memberi rangsangan emosional yang sama setiap kali ia mencium aroma parfum tersebut. Dengan begitu, setiap momen, kenangan, dan memori yang pernah dilalui bersama dengan aroma parfum tersebut, akan selalu melekat di pikiran dan hati pemakainya.
Parfum tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk menambah kepercayaan diri atau memberikan kesan baik, parfum memiliki peran yang jauh lebih dalam dalam kehidupan seseorang. Sebuah wewangian yang dipilih dengan hati-hati dapat menjadi cara untuk mengabadikan momen-momen berharga dan menjaga kenangan tetap hidup.Â
Jadi, lain kali ketika Anda mencium aroma yang membangkitkan memori tertentu, ingatlah bahwa parfum tidak hanya sekadar aroma---tetapi juga sebuah perjalanan ke masa lalu yang dapat dihidupkan kembali setiap kali Anda menghirupnya.
Ungkapan "parfum mengandung sejuta memori" mengacu pada kemampuan aroma tertentu untuk memicu kenangan dan emosi spesifik yang terkait dengan pengalaman masa lalu. Dengan demikian, ungkapan "parfume hold memories" bukan hanya sekadar metafora, melainkan sebuah kebenaran yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan pengalaman manusia selama berabad-abad.
Dhia Adlan Nasution (190120240006)
Magister Psikologi Sains
Fakultas Psikologi
Universitas Padjadjaran
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI