Pendidikan sebagai garda terdepan dalam pembentukan karakter generasi muda harus mengambil peran yang lebih besar. Tidak cukup hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tapi juga nilai-nilai kehidupan dan keterampilan hidup yang praktis. Siswa perlu dibekali dengan kemampuan untuk menghadapi tantangan zaman, termasuk tekanan konsumerisme. Solusi untuk mengatasi fenomena fake rich tidak bisa dilakukan secara parsial. Perlu kerja sama antara pemerintah, sekolah, keluarga, dan masyarakat. Pemerintah perlu membuat regulasi yang melindungi konsumen dari praktek pinjaman online yang merugikan, Sekolah perlu mengintegrasikan pendidikan finansial dan karakter dalam kurikulum, Keluarga perlu memberikan contoh dan bimbingan yang tepat, serta masyarakat yang perlu menciptakan lingkungan yang mendukung gaya hidup sederhana dan bijak.
Yang paling penting, generasi Z sendiri perlu sadar bahwa kebahagiaan sejati tidak datang dari barang-barang materi atau pengakuan di media sosial. Kebahagiaan datang dari kehidupan yang bermakna, pencapaian yang membanggakan, dan kedamaian batin yang tidak bisa dibeli dengan uang.
Fenomena fake rich adalah ujian untuk generasi Z. Apakah mereka akan terus terjebak dalam permainan status symbol yang tidak ada habisnya, atau mereka akan bangkit dan menciptakan definisi baru tentang kesuksesan dan kebahagiaan? Pilihan ada di tangan mereka. Pada akhirnya, kekayaan sejati bukan diukur dari seberapa banyak barang branded yang dimiliki, tapi dari seberapa baik kita mengelola hidup dan memberikan manfaat bagi orang lain. Generasi Z punya potensi besar untuk menjadi generasi yang tidak hanya sukses secara materi, tapi juga bermakna secara sosial. Yang dibutuhkan hanya keberanian untuk melawan arus dan memilih jalan yang berbeda.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI