Bayangkan sekarang dirimu menjadi seorang tenaga kesehatan, tepatnya kamu menjadi seorang Perawat di Instalasi Gawat Darurat. Langkahmu mantap menuju rumah sakit tempatmu bekerja, tepatnya kamu bertugas di Instalasi Gawat Darurat sebagai seorang perawat.
Kamu bekerja bersama dengan 2 orang rekanmu dan seorang dokter umum, 2 rekan kerjamu adalah Perawat Senior dan seorang dokter umum yang baru 3 tahun berkarir sebagai dokter umum.
Pagi ini bed masih sepi, cleaning service rumah sakit juga baru saja menyelesaikan tugasnya untuk menyapu dan mengepel lantai depan IGD, kamu duduk di bersama 2 perawat senior, bercengkerama untuk saling mengakrabkan, tetiba terdapat suara teriakan dari pintu masuk IGD, seorang pelajar datang dengan tungkai sobek dan berdarah, ia menangis setelah mengalami insiden.
2 perawat senior mengarahkan pasien tersebut ke kamar bedah minor, lantai yang baru saja di-pel tersebut kembali ternodai oleh darah yang mengucur dari tungkai pasien. Dokter memeriksa dengan segera, lalu berkata dengan singkat "ini harus dijahit, ya!"
Kamu yang baru saja berada di ruang IGD kebingungan, mana dulu yang harus kamu lakukan, kedua perawat senior sibuk mengambil beragam peralatan bedah minor untuk mulai menjahit.
"Ambil lidocain (anestesi lokal)!" perintah salah seorang perawat kepadamu, lalu kamu mencarinya dan menemukan anestesi tersebut di dekat troli emergensi.
Tak berselang lama, datang lagi pasien dengan pergelangan tangan yang  bengkok, kamu tak bisa hanya berdiri terdiam, kamu harus menemui pasien tersebut apapun kondisinya. Dokter meminta pemeriksaan Rontgent sesegera mungkin. Ternyata pasienmu mengalami insiden dengan pasien yang sedang dijahit, mereka sama-sama bertabrakan saat berkendara, keluarga dari masing-masing pasien sedang berdebat siapa yang salah dan siapa yang akan bertanggung jawab.
Kamu tetap fokus dengan pasienmu, pasien yang tidak berdarah tapi tampak lebih parah, segera kau antar pasien dengan kursi roda menuju ruang radiologi, demi mendapatkan hasil pencitraan tulang yang sempurna untuk menegakkan diagnosa.
Hasil rontgent keluar dalam beberapa menit, tampak retak yang sangat jelas, dokter menyarankan pasien tersebut untuk dilakukan pembidaian dan pemasangan arm sling agar tangan tidak banyak bergerak, lalu menyarankan pasien untuk bertemu dengan dokter ortopedi, setelah selesai dengan pasienmu, kamu berpindah menuju ruang bedah minor, menyaksikan 2 perawat senior berusaha menjahit luka yang terbuka, ingatanmu teringat saat masa pendidikan dulu, saat belajar menjahit menggunakan busa, kini kamu melihatnya secara langsung, menjahit daging manusia.
Masalah belum selesai, keluarga pasien yang kamu antar ke ruang radiologi memaksa pembayaran dengan menggunakan BPJS, tetapi kartunya sudah tidak aktif, kamu tidak bisa memberikan solusi apapun selain kalimat.
"Maaf, pak kartu BPJSnya sudah tidak aktif," katamu.
"Loh, kemaren saja bisa dipakai," jawab salah satu keluarga pasien.
Kamu kembali bertanya pada petugas pendaftaran, untuk mengecek keaktifan kartu, ternyata memang benar, kartu BPJSnya sudah tidak aktif, karena sudah 1 tahun tidak membayar premi.
Kamu mulai menginstal kesabaran, saat keluarga pasien mengancam kamu dan dokter yang dianggapnya mempersulit birokrasi, kamupun paham bahwa kartu BPJS yang disodorkan memang sudah tidak aktif sehingga tidak bisa digunakan.
"Kamu tidak tahu siapa saya?!" teriak salah satu keluarga pasien dengan nada membentak.
Kamu bisa saja menjawab "tidak tahu", namun hal itu tentu saja tidak menyelesaikan masalah, kamu hanya bisa mengulang perkataanmu dengan nada yang lebih halus, sehalus sutra "Maaf, Pak. Kartu BPJS-nya sudah dicek, tapi ternyata tidak aktif".
"Saya bisa laporkan kamu ke Polisi," ujarnya.
Kalimat tersebut terdengar oleh dokter jaga, lalu dokter tersebut berkata, "jika ingin lapor polisi silakan saja, tapi daripada melaporkan kami, lebih baik bapak buat pengajuan klaim ke jasa raharja," jawab Dokter.
Kedua Perawat Senior sudah selesai menjahit pasien yang kecelakaan itu, mereka juga dengar amarah yang tidak menyenangkan itu, kini kamu tidak sendirian, perang narasi itu masih berlanjut, tapi sepertinya keluarga pasien tersebut sudah kehabisan kata-kata, bahkan hanya sekadar mengucap maaf sudah menjadi hal yang berat.
Perang narasi kini berpindah di lorong dekat IGD, dari kejauhan kamu bisa mendengar kedua belah pihak yang saling menyerang, kedua perawat senior menepuk pundakmu seraya berkata "sabar, ya!"
Kamu tersadar bahwa dunia ini tidak selamanya seperti yang diajarkan di bangku kuliah, terkadang solusi dari beratnya masalah adalah sikap yang sabar.
Hari pertamamu di IGD sudah berhadapan dengan ancaman, bahkan ancaman yang menyangkut nama institusi kepolisian, hanya karena kartu asuransi yang tidak bisa digunakan.
Kamu mencoba tersenyum hari itu, meskipun ada sedikit kedongkolan yang sulit untuk dipendam. Kini ingatanmu bertambah, ingatan tentang seseorang yang bisa saja marah, karena kelalaiannya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI