"Laut bukan sekadar ruang biru di peta, tetapi benteng kehidupan yang menjaga masa depan bangsa."
Belakangan ini, isu keamanan laut Indonesia kembali ramai dibicarakan setelah maraknya kasus pencurian ikan dan pelanggaran batas perairan di Laut Natuna. Ironisnya, perhatian terhadap keamanan perairan nasional kerap tertinggal dibandingkan dengan kawasan daratan. Padahal, laut bukan hanya sebagai jalur perdagangan dan sumber pangan, melainkan juga sebagai garis terdepan untuk pertahanan dan simbol kedaulatan bangsa.
Di tengah persaingan geopolitik global, dari Laut Cina Selatan hingga arus perdagangan dunia, Indonesia kini dituntut untuk berpikir lebih modern dalam menjaga wilayah maritimnya.
Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan, Indonesia kehilangan lebih dari Rp100 triliun per tahun akibat pencurian ikan oleh kapal asing. Angka ini menunjukkan bahwa keamanan laut bukan sebatas isu militer semata, tetapi juga mencakup perekonomian negara.
Lalu bagaimana strategi pertahanan yang bisa dilakukan?
Tiga prinsip utama yang mulai diterapkan adalah penangkalan (deterrence), diplomasi pertahanan, dan penggunaan teknologi maritim dengan canggih.
Prinsip deterrence bukan berarti agresif, melainkan menunjukkan bahwa kita siap dan mampu dalam menghadapi sebuah ancaman. Modernisasi kapal perang, penguatan radar pantai, dan pengawasan satelit menjadi langkah penting bagi kita untuk menegaskan bahwa laut Indonesia tidak bisa diabaikan begitu saja. Kapal selam Nagapasa dan radar maritim terbaru misalnya, menjadi simbol bahwa Indonesia tidak lagi "menunggu ancaman", tetapi siap menanganinya dengan kemampuan nyata.
Kekuatan bangsa Indonesia juga terletak pada diplomasi. Melalui diplomasi pertahanan, Indonesia aktif menjalin kerja sama dengan negara-negara tetangga, baik dalam latihan gabungan, patroli perbatasan, maupun pertukaran informasi seputar maritim. Pendekatan ini menunjukkan bahwa pertahanan bukan hanya soal senjata, tetapi juga kepercayaan dan kolaborasi antar negara. Dalam konteks ASEAN, Indonesia memainkan peran penting sebagai penjaga stabilitas kawasan.
Era digital menuntut pertahanan laut yang cerdas. Sistem Maritime Domain Awareness (MDA), penggunaan drone laut, hingga analisis berbasis kecerdasan buatan (AI) mulai digunakan untuk mendeteksi penyelundupan, illegal fishing, dan pelanggaran wilayah. Dengan teknologi ini, laut Indonesia bisa dipantau secara real-time, tanpa harus menunggu laporan manual yang terkadang masih sering terlambat.
Namun, masih banyak tanggungan yang harus diselesaikan, seperti keterbatasan anggaran, koordinasi antar lembaga, serta infrastruktur di daerah perbatasan yang belum memadai. Keadaan laut yang luas membutuhkan sinergi antara pemerintah, TNI AL, Bakamla, akademisi, dan masyarakat pesisir.
Jika negara Indonesia ingin benar-benar menjadi Poros Maritim Dunia, maka keamanan wilayah maritim harus menjadi prioritas nasional, bukan hanya slogan semata. Menjaga laut juga berarti menjaga identitas, kedaulatan, dan masa depan bangsa. Hal tersebut hanya bisa dilakukan dengan melakukan strategi modern yang menggabungkan kekuatan, diplomasi, dan inovasi.