Mohon tunggu...
Dheni Indra Kusuma
Dheni Indra Kusuma Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Pengamat Ekonomi dan Perencana Keuangan

Seorang pengajar dan praktisi yang akan terus belajar, menulis, berbagi ide dan berkarya demi kehidupan yang lebih positif dan seimbang bagi diri sendiri, sesama dan lingkungan. Email: dni.indra@gmail.com dheni.indra@accountant.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Revolusi Informasi dan Maha Benar Netizen

15 Juni 2019   23:26 Diperbarui: 16 Juni 2019   14:19 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | Sumber: belfasttelegraph.co.uk

Seorang bapak beserta seorang anak dengan tampilan yang layaknya homeless atau gelandangan sedang memandangi gerai baju terkenal. Dia tampak ragu untuk mengunjungi gerai tersebut. Kemudian bersama anaknya, bapak tersebut memberanikan diri masuk guna melihat-lihat baju pada gerai terkenal tersebut. 

Seperti yang kita duga, bapak dengan anaknya tersebut tidak mendapatkan respon yang positif dari karyawan gerai tersebut. Bahkan untuk sekadar sapaan selamat datang, ada yang bisa saya bantu pun tidak terucap oleh karyawan gerai tersebut. Anehnya, bapak dan anak tersebut tetap memilih masuk dan melihat-lihat baju yang sekiranya akan mereka beli.

Ketika mereka hendak mencoba baju tersebut dan menanyakan ruang ganti kepada salah satu karyawan, mereka mendapatkan respon dan jawaban dari karyawan gerai tersebut dengan sinis serta memberikan peringatan kepada mereka untuk hati-hati ketika mencoba baju tersebut. 

Mereka masih terlihat tetap tegar untuk memilih berada di gerai tersebut. Sampai pada akhirnya, mereka selesai mencoba baju-baju yang mereka pilih. Mereka bergegas ke kasir. 

Karyawan kasir tampak bingung dan ragu apakah mereka mampu untuk membayar baju gerai tersebut yang terkenal mahal. Kemudian bapak tersebut melakukan pembayaran dengan metode non-cash dengan menggunakan kartu debit jenis platinum. 

Seketika respon karyawan kasir berubah dengan menyapa ramah layaknya sapaan kepada pengunjung mereka yang lain. Karyawan lain yang tadinya bersikap sinis pun, berubah sikap menjadi ramah sekali. Bapak dan anak tersebut keluar gerai dengan sikap bergaya dengan diikuti bengongnya karyawan gerai tersebut.

Ternyata kejadian tersebut adalah kejadian prank yang sengaja dibuat untuk melihat reaksi dari karyawan gerai tersebut. Kejadian itu ternyata direkam secara rahasia oleh tim yang memang sengaja berada pada gerai tersebut untuk merekam secara diam-diam. Hasil rekaman kemudian dipublikasikan melalui berbagai media sosial. 

Tujuan utama dari tim tersebut adalah konten semata, sehingga diharapkan akan mendapat viewer dan respon yang banyak dari netizen. Dengan memanfaatkan fenomena sosial yang ada, diharapkan akan mendapatkan respon dan tanggapan yang luar biasa dari netizen dan ternyata berhasil! 

Berapa dari kita sering kali melihat prank ini dalam kehidupan kita melalui berbagai media sosial? Dan anehnya, kita sangat tertarik untuk melihat konten tersebut serta dapat terbawa suasana, lalu kemudian mendadak menjadi hakim yang memberikan vonis bersalah kepada gerai baju tersebut karena perilaku beberapa oknum karyawannya tersebut.

Bangsa kita memiliki masalah dalam menyelesaikan masalah

Sebenarnya inilah salah satu permasalahan besar bangsa kita. Perkembangan media sosial yang sangat cepat dalam menyampaikan berita, tidak diikuti oleh perkembangan pendidikan, pengendalian diri, serta kebijaksanaan pengguna media sosial yang dalam hal ini adalah masyarakat Indonesia. 

Kita memiliki kecenderungan untuk membaca dan melihat konten dari sisi yang kita sukai, bukan dari sisi yang menyatakan kebenaran. Kita sangat suka nilai kepedulian dan persamaan, sehingga kita langsung menilai negatif gerai baju tersebut, termasuk karyawan gerai baju itu. Ya meskipun dalam kehidupan nyata, mungkin kita bukanlah orang yang peduli dan orang yang menjunjung tinggi persamaan hak. Dalam membaca informasi, sadar atau tidak, kita akan memilih hal-hal yang mendukung pendapat kita (confirmation bias).

Keadaan ini diperparah dengan efek psikologi Dunning-Kruger. Mereka yang memiliki kemampuan intelegensia rendah cenderung tidak dapat memahami kekurangan dirinya tersebut dan justru meningkatkan perasaan superioritas yang dimiliki dirinya. Mereka akan semakin nyaring menyuarakan suatu pendapat meskipun pendapatnya tersebut salah. Sedangkan mereka yang memiliki intelegensia yang tinggi cenderung akan menilai rendah kemampuan yang dimilikinya sehingga kepandaiannya hanya untuk dirinya sendiri atau untuk kalangan terbatas saja.

Pendidikan adalah Kunci

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyampaikan komitmennya bahwa dana APBN untuk sektor pendidikan berada di angka 20%. Jumlah 20% pada APBN merupakan angka yang sangat besar, namun demikian hal tersebut diharapkan dapat mewujudkan pendidikan yang baik di Indonesia. Dengan pendidikan diharapkan akan dapat mengubah generasi bangsa menjadi lebih baik. Pendidikan yang dimaksud tidak hanya berbicara sektor formal, tetapi juga mengenai edukasi literasi keuangan, kepribadian, sikap integritas, dan penggunaan media sosial informasi. 

Coba kita lihat melalui kasus prank gerai baju di atas. Apabila bapak dan anak yang berpenampilan gelandangan tersebut memiliki hal akademik yang lebih baik serta kebijaksanaan, seharusnya mereka akan memilih untuk tidak membelanjakan uang yang dia punya hanya untuk membeli baju mahal di gerai baju terkenal. 

Apabila poinnya adalah berpakaian, maka mereka akan membelanjakan uang mereka untuk membeli pakaian yang sesuai dengan uang mereka. Atau pun, bila mereka memiliki uang berlebih, maka mereka akan gunakan untuk mengubah penampilan terlebih dahulu dengan mandi, membeli pewangi badan, dan lainnya.

Bila masyarakat kita berpendidikan, maka kita akan dapat menempatkan diri pada situasi dan kondisi. Kita tidak mungkin menggunakan sandal untuk bermain bola apabila berada di tengah lapangan bola. Kita tidak mungkin memesan nasi teri bila berada di restoran western. Begitu juga bila kita sedang berada di gerai baju terkenal. Kita tidak mungkin membeli di gerai baju tersebut dengan tidak menggunakan alas kaki, belum mandi, dan tampil kumuh.

Coba kita lihat dari segi netizen, segi yang tak kalah menarik karena sangat besar dalam jumlah pengguna sehingga dapat memberikan dampak langsung bagi masyarakat kita. Apabila netizen kita lebih berpendidikan dan bijaksana, maka mereka tidak akan mudah menanggapi konten tersebut dengan komentar sinis dan bersifat menghakimi. Netizen yang memiliki intelegensia tinggi akan menelaah informasi terlebih dahulu baru berkomentar seperlunya.

Pada akhirnya memang revolusi pendidikan terutama pada sektor informasi perlu dilakukan untuk memberikan kita peringatan agar berhati-hati. Pada satu sisi kita memiliki keterbatasan dan kekurangan, pada sisi lain kita harus berhadapan dengan orang-orang yang terlihat expert padahal intelegensia rendah. 

Jumlah yang sangat besar maha benar netizen akan memberikan dampak layaknya pedang bermata dua. Dampak positif maupun dampak negatif. 

Pendidikan adalah kunci agar maha benar netizen dapat menjadi netizen yang terdidik, berintegritas dan memiliki kebijaksanaan dalam bermedia sosial.

Dheni Indra Kusuma, SE., M.Si., Ak., CFP.
Dosen STIE YKPN Yogyakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun