Mohon tunggu...
dhany dwi afryan
dhany dwi afryan Mohon Tunggu... mahasiswa

kepribadian

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tugu Keris Sumenep : Antara simbol kebanggaan dan cermin ketergantungan

20 Oktober 2025   20:17 Diperbarui: 20 Oktober 2025   18:24 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tugu keris pragaan , kab sumenep

Oleh: Dhany dwi afryan  (Mahasiswa FISIP Universitas Wiraraja Madura) 

Sumenep — Pembangunan Tugu Keris di Kabupaten Sumenep kembali menuai perdebatan publik. Proyek yang disebut-sebut sebagai simbol kebanggaan masyarakat Madura itu justru dinilai tidak memberikan dampak nyata terhadap peningkatan kesejahteraan warga. Meski menjulang megah di pusat kota, kehadirannya dipertanyakan: apakah tugu ini benar-benar bermanfaat, atau sekadar proyek simbolik yang menegaskan ketergantungan pembangunan terhadap kepentingan politik?

Dari sisi pemerintah daerah, pembangunan Tugu Keris dimaksudkan sebagai ikon baru yang merepresentasikan budaya dan identitas masyarakat Sumenep. Namun, pandangan ini tidak sepenuhnya sejalan dengan realitas sosial dan ekonomi masyarakat. Banyak warga menilai bahwa proyek tersebut tidak efektif, terutama karena tidak memberikan kontribusi langsung terhadap peningkatan ekonomi lokal, pemberdayaan masyarakat, maupun perbaikan infrastruktur publik.

Jika dianalisis melalui Teori Ketergantungan (Dependency Theory), pembangunan seperti ini menunjukkan gejala klasik di mana arah kebijakan daerah masih terjebak pada pola ketergantungan terhadap kekuasaan dan simbol prestise, bukan kebutuhan rakyat. Teori ini menyoroti bagaimana daerah berkembang sering kali mengikuti model pembangunan yang ditentukan oleh elite, bukan berdasarkan partisipasi masyarakat.

Dalam konteks Sumenep, ketergantungan ini bersifat internal. Pemerintah daerah menggunakan proyek besar seperti Tugu Keris sebagai legitimasi politik — sebuah cara untuk menampilkan citra kemajuan di hadapan publik. Namun, di balik kemegahannya, banyak persoalan mendasar yang belum tersentuh: jalan desa rusak, peluang kerja terbatas, dan ketimpangan ekonomi masih lebar.

“Kalau mau membangun ikon wisata, seharusnya yang bisa menarik wisatawan dan menggerakkan ekonomi masyarakat,” ujar salah satu warga yang ditemui di kawasan kota. “Bukan sekadar tugu yang indah tapi tidak memberi manfaat langsung.”

Fenomena ini memperlihatkan bagaimana pembangunan sering kali dipahami secara sempit — identik dengan proyek fisik, bukan pemberdayaan sosial. Dalam kerangka teori ketergantungan, pola seperti ini justru memperkuat ketergantungan daerah terhadap pusat kekuasaan, baik dalam hal anggaran maupun arah kebijakan. Daerah menjadi “konsumen pembangunan”, bukan pelaku pembangunan yang mandiri.

Lebih jauh, proyek seperti Tugu Keris mencerminkan pembangunan elitis — di mana keputusan diambil dari atas ke bawah (top-down), tanpa melibatkan partisipasi masyarakat secara bermakna. Rakyat hanya menjadi penonton dari pembangunan yang dilakukan atas nama mereka, sementara manfaat ekonominya tidak dirasakan langsung.

Padahal, jika pembangunan benar-benar diarahkan pada penguatan potensi lokal, Sumenep memiliki banyak peluang: pariwisata alam, industri kreatif, perikanan, dan UMKM. Namun, selama kebijakan masih didorong oleh kepentingan politik simbolik, ketergantungan ini akan terus berulang.

Dalam teori ketergantungan, negara atau daerah yang tidak mampu membangun kemandirian ekonomi akan selalu berada dalam posisi subordinat — bergantung pada pihak lain, baik itu pemerintah pusat maupun elite lokal. Inilah yang terjadi di banyak daerah, termasuk Sumenep. Pembangunan dilakukan bukan karena kebutuhan masyarakat, tetapi karena dorongan politik dan pencitraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun