Mohon tunggu...
Mohamad Dhani Karim
Mohamad Dhani Karim Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwiata Trisakti Jakarta

Hi,Saya Mohamad Dhani Karim Mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti Dari D4 Perhotelan 2019,dan saya salah satu Mahasiswa Penerima Beasiswa Prestasi STP Trisakti 2019.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Gorontalo Melalui Karawo

6 September 2020   16:08 Diperbarui: 6 September 2020   17:44 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hi, saya Mohamad Dhani Karim, mahasiswa beasiswa prestasi STP Trisakti 2019, semoga apa yang saya share disini bisa menambah ilmu untuk kita semua. 

Selamat membaca teman teman

Apa itu Karawo?

Tidak jauh berbeda dengan daerah lain, Gorontalo juga memiliki kain khas Gorontalo yang disebut dengan Karawo. Karawo merupakan sejenis sulaman yang memiliki nilai seni tinggi karena dikerjakan dengan cara disulam secara manual yang memiliki motif yang indah sehingga menimbulkan cita rasa seni sebagai produk budaya yang begitu berharga. Dengan kata lain, Karawo dikenal sebagai salah satu produk budaya daerah yang memiliki identitas sebagai warisan budaya secara turun-temurun.

Disebut sebagai warisan budaya, sebelum Belanda berkuasa di Gorontalo pada tahun 1889, kaum perempuan khususnya telah membuat kain sulaman ini sejak tahun 1600-an. 

Menurut sejarawan asal Universitas Negeri Gorontalo, Alim Niode, ada dua peristiwa penting ketika Belanda memasuki wilayah Gorontalo. Peristiwa pertama yaitu sebagian masyarakat memilih untuk menetap untuk tinggal di hutan dengan alasan enggan membayar pajak kepada Pemerintah Belanda. 

Hingga sampai saat ini keturunan dari masyarakat terdahulu yang masuk dalam kategori ini masih berdiam di hutan serta wilayah terpencil yang jarang dan bahkan tidak berinteraksi dengan masyarakat di Desa-desa. 

Warga ini dikenal dengan suku Polahi. Namun, pemerintah maupun masyarakat Gorontalo pada saat ini sudah mulai mencoba untuk berinteraksi dengan suku Polahi ini.

Peristiwa yang kedua yaitu pemerintah Belanda melakukan upaya penghapusan tradisi, adat, serta segala hal yang berkaitan dengan kesenian maupun budaya masyarakat Gorontalo. 

Hal ini dikarenakan bahwa menurut pemerintah Belanda, adat maupun budaya dan tradisi merupakan kekuatan Gorontalo. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan seni, adat, maupun tradisi sangat dilarang. 

Namun, Karawo merupakan satu-satunya tradisi saat itu yang tidak berhasil dihilangkan oleh pemerintah Belanda. Hal ini dikarenakan tradisi Karawo ini dikerjakan oleh kaum perempuan Gorontalo secara diam-diam dan tersembunyi sehingganya tidak pemerintah Belanda tidak pernah tahu adanya tradisi ini sampai akhirnya mereka meninggalkan Gorontalo. Dari peristiwa inilah, Karawo disebut juga dengan Silent Culture.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun