Mohon tunggu...
Deya Nur Fitriyani
Deya Nur Fitriyani Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya suka mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bagaimana Peran Strategis Diplomasi indonesia dalam Isu Palestina - Israel di Era Jokowi?

18 Mei 2025   11:22 Diperbarui: 18 Mei 2025   11:22 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konflik di Palestina telah berlangsung hampir 73 tahun dan berakar pada pertentangan ideologi nasionalisme. Palestina mewakili semangat nasionalisme Arab, sementara Israel mengadopsi ideologi Zionisme. Perbedaan pandangan ini menjadi faktor utama yang memicu terjadinya konflik antara kedua belah pihak. 

Awalnya, Palestina termasuk dalam wilayah kekuasaan Daulah Islamiyah di bawah pemerintahan Turki Utsmani. Namun, setelah dikuasai oleh Inggris pada tahun 1917, terjadi perubahan signifikan dalam pengelolaan wilayah tersebut. Sekitar 48% tanah Palestina kemudian dikuasai oleh komunitas Yahudi yang mendirikan negara Israel. Situasi ini membuat mayoritas warga Palestina yang beragama Islam kehilangan kendali atas tanah mereka dan hidup dengan kebebasan yang terbatas. 

Israel terus berupaya memperluas kontrol atas wilayah Palestina, didasari oleh keyakinan ideologi Zionisme yang meyakini bahwa keamanan dan kelangsungan hidup bangsa Yahudi hanya dapat terwujud jika mereka bersatu dan menetap di kawasan yang dianggap sebagai "Tanah yang Dijanjikan", yakni Yerusalem dan daerah sekitarnya. Saat ini, wilayah tersebut masih dihuni oleh warga Palestina, namun mereka menghadapi tekanan yang semakin kuat dari Israel yang berusaha menguasai area itu dan menempatkan pemukim Yahudi di sana. 

Hubungan antara Indonesia dan Palestina telah terjalin erat hingga saat ini, tercermin dari dukungan dan solidaritas yang konsisten diberikan oleh masyarakat Indonesia terhadap perjuangan rakyat Palestina. Kedekatan ini bukanlah sesuatu yang baru muncul, melainkan telah dibangun sejak lama dan berakar kuat dalam sejarah panjang interaksi kedua bangsa. Pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, Palestina telah menunjukkan dukungannya, tepatnya pada 4 September 1944, dengan menyatakan dukungan terhadap kedaulatan Indonesia. Sebagai bentuk balasan, Indonesia secara resmi mengakui kemerdekaan Palestina pada 15 November 1988, setelah deklarasi kemerdekaan Palestina di Aljazair. 

Sejak era Presiden Soekarno, Indonesia telah menunjukkan keberpihakan yang jelas terhadap perjuangan rakyat Palestina dan menolak keras keberadaan Israel dalam berbagai forum internasional. Penolakan terhadap keikutsertaan Israel dalam Konferensi Asia Afrika 1955, ajang olahraga internasional pada 1957, serta pelarangan visa bagi kontingen Israel pada Asian Games 1962 mencerminkan prinsip politik luar negeri Indonesia yang berpihak pada keadilan dan penentangan terhadap penjajahan dalam bentuk apa pun. 

Komitmen ini tidak hanya simbolik, tetapi terus berlanjut di era Presiden Soeharto yang secara terbuka mendukung perjuangan Yasser Arafat dan Organisasi Pembebasan Palestina. Bahkan, ketika Presiden B.J. Habibie wafat, respons warga Palestina dengan menggelar salat gaib di Masjid Raya Umar di Gaza Utara menunjukkan bahwa dukungan Indonesia terhadap Palestina bukan sekadar formalitas diplomatik, melainkan telah membentuk ikatan emosional antarkedua bangsa. 

Pada masa kepemimpinan Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri, dukungan terhadap Palestina tetap terjaga, seperti ditunjukkan melalui diplomasi aktif Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda. Puncaknya, pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia memainkan peran strategis sebagai co-sponsor dalam proses pengakuan Palestina sebagai negara non-anggota di PBB, sebuah langkah politik yang tidak hanya memperkuat posisi Palestina di kancah internasional, tetapi juga menegaskan konsistensi Indonesia dalam memperjuangkan hak-hak bangsa yang tertindas. Semua ini menunjukkan bahwa dukungan Indonesia terhadap Palestina bukan hanya warisan sejarah, tetapi juga cerminan nilai dan prinsip bangsa yang menolak segala bentuk penjajahan. 

Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, Indonesia menyelenggarakan peringatan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada April 2015. Dalam peringatan tersebut, dihasilkan Declaration on Palestine sebagai bentuk nyata dukungan terhadap perjuangan rakyat Palestina. Konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel terus menjadi salah satu persoalan geopolitik paling rumit dalam sejarah modern. Di tengah situasi penuh ketegangan dan ketidakpastian ini, Indonesia yang memiliki populasi Muslim terbesar di dunia serta latar belakang sejarah perjuangan kemerdekaan yang kuat menunjukkan peran aktif dalam mendukung Palestina dan mendorong terciptanya perdamaian di kawasan Timur Tengah. Indonesia secara konsisten menjadi salah satu negara yang paling vokal dan berkomitmen dalam memperjuangkan kemerdekaan bagi bangsa Palestina. 

Kebijakan bantuan luar negeri Indonesia, khususnya terhadap Palestina, didasarkan pada berbagai tindakan dan hubungan internasional yang dijalin Indonesia, baik dalam kerangka bilateral maupun multilateral. Kebijakan ini tetap berorientasi pada kepentingan nasional dan berpegang pada prinsip politik luar negeri yang bebas dan aktif. Dalam konflik antara Israel dan Palestina, Indonesia memiliki peran strategis sebagai pihak yang berpotensi menjadi penengah di tengah meningkatnya ketegangan. Dukungan ini tidak hanya dilandasi oleh kesamaan agama, tetapi juga oleh amanat luhur dalam Pembukaan UUD 1945 yang menegaskan bahwa kemerdekaan adalah hak setiap bangsa. Prinsip ini menjadi landasan kuat bagi Indonesia untuk terus mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa yang tertindas, termasuk Palestina. Di samping itu, diplomasi yang dijalankan Indonesia menjadi instrumen penting dalam menjaga dan memperluas hubungan serta komunikasi dengan negara-negara lain di dunia.   

Strategi Diplomasi Indonesia Era Presiden Joko Widodo 

Pada penghujung tahun 2017, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan pengakuan resmi terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel serta mengumumkan rencana pemindahan kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke kota tersebut. Keputusan ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak dan memperburuk kondisi rakyat Palestina. Menanggapi hal tersebut, Presiden Joko Widodo pada 7 Desember 2017 di Istana Bogor dengan tegas mengecam langkah tersebut dan mendesak Amerika Serikat untuk meninjau kembali keputusannya, meskipun seruan tersebut tidak direspons.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun