Iya sih, tapi cobalah melihat ke dalam lagi, karena kemungkinan survei itu melibatkan warga yang tinggal di kota yang secara keseluruhan di Indonesia, yang berjumlah 98. Memang sedikit sekali!
Bandingkan dengan di desa, kalau merujuk dari data Badan Pusat Statistik pada 2018, terdapat 83.931 daerah administratif setingkat desa di Tanah Air. Banyak banget, kan?
Nah, itu kendalanya! Gak semua desa itu maju-maju, punya fasilitas kayak minimarket, SPBU, bahkan supermarket yang kalau bagi di desa itu, kayak barang mevvah. Kalaupun ada, udah jadi sesuatu yang harus disyukuri.
Bahkan, banyak juga kok, desa yang berpenampilan sangat sederhana, karena terletak nun jauh di pelosok. Kebanyakan, ada warung-warung sederhana yang menghiasinya.
Toko besar? Paling hanya satu-dua yang terlihat, itu pun jarang ditemui. Pasar, apalagi, harus ditempuh dengan jarak yang lebih jauh lagi, bahkan sampai harus keluar desa!
Tapi, bukankah sekarang ini lagi ada gerakan new normal atau kenormalan baru? Di mana, harus hidup menyesuaikan diri dengan keberadaan virus SARS-CoV-2 termasuk di tempat-tempat untuk berbelanja.
Gak cuma atur jarak-tempat cuci tangan dan pakai masker, masalah metode pembayaran jadi hal yang harus diperhatikan. Bagaimana tidak, uang tunai jadi salah satu medium untuk menyebarkan virus Korona ke mana-mana.
Sayangnya, di desa-desa termasuk daerahku, baru sebatas menyiapkan ketiga hal tadi. Pembayaran cashless malah belum. Hmmm...
Akibatnya ya gini, masyarakat desa masih betah menggunakan uang tunai di keseharian mereka. Gak hanya di pasar, di warung-warung dan toko juga begitu. Tidak ada satu pun yang menyediakan pembayaran non-tunai lewat "pemberitahuan" yang terpampang di kios!