Hmmm, rupanya diriku gak sendirian juga dalam berbahasa dengan cara seperti itu. Waktu saya membaca bukunya Pak Arvan, Love is The Answer, beliau yang seorang Muslim saja pakai kata mengasihi.Â
Sekali lagi, apa itu jadi masalah?
Sama halnya kalau saya terkadang pakai kosakata daerah. Ada kata mantan dari bahasa Pasemah, ngabuburit dari bahasa Sunda, dan pagebluk yang cukup ramai dipakai di saat kayak sekarang ini, dari bahasa Jawa.
Dan, ketiga kata tersebut, udah jadi bagian dari berbahasa Indonesia!
Toh, menurut yang kubaca dalam artikel yang ditulis oleh Prof. Komaruddin Hidayat, kata surga memang berasal dari bahasa Sanskerta yang diterima pada zaman Hindu-Buddha. Ketika Islam datang, kata itu tetap dipakai, hanya saja disesuaikan dengan konsep agama yang datang dari Timur Tengah tersebut. Yakan?
Maka, yang baik itu, walaupun dari pengaruh dari berbagai negara asing yang datang ke kepulauan kita ini, tetap akan dipertahankan.Â
Bukankah nenek moyang Nusantara di masa lalu juga pandai memilah hal-hal yang datang dari dunia luar? Jadi, gak bisa dicampur-aduk secara sembarangan, ya!
Bahasa pun demikian, dan seluruh bahasa-bahasa di dunia itu, gak lepas dari pinjam-meminjam dari bahasa lain, bukan?
Nah, keberadaan kosakata-kosakata yang datang dari bangsa-bangsa asing yang telah dikemas dalam bentuk KBBI pada era sekarang ini, malah justru membuat Indonesia semakin kaya!Â
Gak hanya sukunya, juga pengaruh-pengaruh asing yang malah mewarnai kebahasaan di dalam Tanah Air kita.