Hmmm, apa yang dikhawatirkan, terjadi lagi.... ~
Masih tersisa di ingatan gak, pembunuhan balita oleh anak remaja yang terjadi di Sawah Besar, Jakarta ini?
Terasa geger ya, terlebih lagi bagi masyarakat di sekitarnya. Katanya, pembunuhan ini terinspirasi dari film yang ditontonnya. Duuh, sungguh keterlaluan sekali!
Kalau sudah begini, di mana tanggung jawabnya? Orang tua rasanya belum cukup karena tak semua dari mereka bisa menjalankan tugasnya untuk menjaga "harta karunnya" (yakni anak) dengan baik.
Lantas, siapakah yang disalahkan? KPI? Lha lembaga itu merasa tak bisa berbuat apa-apa, karena tergantung dengan (revisi) UU Penyiaran.
Padahal, Wapres Ma'ruf Amin pada bulan Februari lalu sudah mewanti-wanti lho, KPI suruh ngawasin Youtube, Netflix dan kawan-kawannya. Tapi, rasanya saat ini mereka belum bergerak untuk melakukannya.
Terus, ya dilemparlah ke DPR, terlebih periode sebelumnya yang jadi biang kerok terhambatnya revisi UU Penyiaran.
Ternyata, ada beberapa persoalan termasuk perdebatan antara model penyiaran TV digital antara TV pemerintah dengan swasta yang membuat revisi UU penyiaran jadi tertunda, tunda lagi, dan ujung-ujungnya, selesainya kapan ya gak tahu.
Malah, mereka malah mengesahkan UU KPK edisi baru yang membuat protes jadi tambah panas, ketimbang UU Penyiaran yang sangat penting tapi terlupakan!
Padahal, mayoritas negara-negara di dunia saat ini tengah menyiarkan berita tentang wabah yang disebabkan virus SARS-CoV-2 dalam format televisi digital, sedangkan di Indonesia, kok masih analog, ya? duuuh kasihan.
Baca juga: Andai Indonesia (Sudah) Pindah ke Televisi Digital....
Nah, ini baru satu, kalau revisi UU Penyiaran dilambat-lambatin. Tak hanya itu saja, seperti yang saya utarakan di awal, Youtube, Netflix dan media-media baru yang lain jadi bergerak sebebas-bebasnya tanpa pengawasan!