Tapi, tanpa mengenyahkan nilai-nilai yang ada, dalam olahraga ada nilai tambahan lagi, yaitu menginspirasi banyak orang.
Memang iya kalau inspirasi datang dari perjuangan atlet kurang mampu dan harus disiplin berlatih keras, tapi dari para atlet difabel, kita bisa dapat inspirasi yang lebih.
Kenapa? Ya dalam keterbatasan, mereka bisa jadi pemenang. Kalau mereka bisa, mengapa kita--yang dianugerahi anggota tubuh lengkap enggak bisa?
Lalu melanjutkan nilai tadi, olahraga memang terbuka bagi semua orang. Siapa bilang atlet difabel dilarang berolahraga? Jika memang gelanggang olahraga tidak menyediakan fasilitas berkebutuhan khusus, ya sama saja menutup kesempatan mereka untuk menikmati indahnya hidup sehat.
Makanya, dengan fasilitas itu, kita diajarkan untuk kesetaraan, agar bisa berperi-kemanusiaan yang adil dan beradab *lah, kok malah keingat sila ke dua sih?*
Ya, begitulah kira-kira pesan yang kusampaikan pada saat Hari Olahraga Nasional. Saat artikel ini kutulis, obor Asian Para Games sedang singgah di kota Ternate. Jadi, syukurlah kalau ajang ini diberi perhatian sama besarnya dengan ajang atlet normal, enggak kayak dulu-dulu yang kadang dicuekin dan dihargai setengahnya.
Ini adalah langkah yang tepat, biar dentuman energi yang telah tercipta saat Asian Games bisa bertahan dan bertahan, tidak terbuang bersama waktu. Berbagilah dengan saudara-atlet yang istimewa dengan rasa kemanusiaan agar terasa nyaman dan tidak kesepian saat berjuang di negeri sendiri sembari mendapatkan inspirasi agar tetap hidup.
Jadi, kalau tontonan ini bisa menginspirasi, mengapa tidak untuk menyaksikannya?
Hmmm, pada Oktober nanti, duuh jadi penasaran aku bagaimana suasananya.
Demikian penjelasannya, salam Kompasiana!