Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Haornas, Menjaga Dentuman Energi, Mengantar Inspirasi

9 September 2018   21:52 Diperbarui: 9 September 2018   22:15 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Setelah kurenungkan lagi, kalau dibandingkan dengan edisi-edisi sebelumnya, ternyata Asian Games edisi ke-18 tahun 2018 yang dibuka 18 Agustus lalu (cieeee... serba 18 lhoooo!) punya motto yang tak lagi sebatas kata-kata yang terpajang di mana-mana.

Kalimatnya singkat, tapi "padat" adanya. Terasa mendalam dan tercermin nyata pada pembukaan, penutupan, serta pertandingan, perhatian, dan kunjungan publik yang begitu berenergi. Inilah ENERGY OF ASIA!

Pantas saja, banyak pujian yang membumbung tinggi datang dari dunia yang menyatakan Asian Games Jakarta-Palembang merupakan yang terbaik sepanjang masa. Beneran nih? Iya, nggak bohong!

Justru dunia secara terang-terangan meminta negara-negaranya agar belajar dari negara kita, padahal waktu persiapannya jauh dari kata cukup.

Tapi, coba kalian lihat, di tengah individualisme yang telah menjangkiti sendi-sendi kehidupan modern, toh budaya gotong royong masih ada. Mulai dari persiapan seremonial, sampai promosi besar-besaran kepada publik di tengah sepi, seolah-olah berkata "Hei, Asian Games sudah semakin dekat, ayo sukseskan!"

Padahal, bukan panitia yang ngomong, tapi kementerian, lembaga negara, dan lain-lain. Ya, memang panitia sadar diri karena kemampuannya di kedua kota tuan rumah itu tadi. Dan ternyata, semakin hari ke hari, sejak adanya Torch Relay yang berkeliling dari pulau ke pulau, rasanya kedekatan publik dengan ajang olahraga se-Asia semakin nyata dan kuat dirasakan.

Kemudian, tiba waktunya puncak kegembiraan yang terbangun dengan hangatnya obor yang dilalui--ya apalagi kalau bukan upacara pembukaan yang membuat energi berdentum kencang, membuat dunia terkejut tak percaya!

Tak berhenti sampai di situ, banyak masyarakat yang melihat dengan tatapan penuh, rela mengorbankan waktunya dimanapun mereka berada; di kantor yang rela streaming, di kelas yang menggelar nobar dan ingin cepat-cepat ke rumah buat nonton pertandingan untuk melihat perjuangan atlet-atlet kita, ditambah lagi mereka akhirnya menyadari kalau pesta olahraga se-Asia adalah momen langka, membuat mereka berbondong-bondong datang ke venue secara langsung dengan energi yang terasa kuat sampai menular pada pembelian merchandise resmi yang kini berubah setara dengan minyak bumi; semakin langka!

***

Inilah yang membuatku dan rakyat Indonesia terasa membekas pengaruhnya, dan rasa-rasanya patah hati tak terima kenyataan bahwa Asian Games telah pergi ke negeri orang (baca: Tiongkok), berumah di sana sampai empat tahun ke depan.

Hmmm, sekiranya kalau berandai-andai Asian Games berlangsung sebulan atau sekali setahun, pasti ingin mengulang momen-momen terindah itu.

Tapi ah, enggak mungkin. Ini 'kan masa lalu. Cukup sampai di sini saja perhelatannya. Ngapain diulang-ulang terus?

Saat ini suasana euforia masih menghangat padahal kita telah ditinggal Asian Games seminggu yang lalu. Bulan ini pun sudah masuk masa-masa rentan tatkala aroma persaingan capres muncul lagi dan lagi.

Ah, politik memang menggoda. Lebih-lebih bulan ini juga bakal mulai berkampanye untuk pilpres 2019. Duuh...duuhh...

Makanya, mempertahankan rasa keriaan yang kuat karena pengaruh Asian Games enggak bakal mudah. Tuh, karena politik tadi. Apalagi selama ini, tayangan paralimpik itu, tidak seksi di mata (sebagian) orang. Penyiaran-penyiaran swasta pun begitu. Kalau nayangin atlet (maaf) cacat lagi bertanding, siapa yang mau nonton?

Nah, untung aja sisa-sisa demam olahraga masih ada, dan langsung dimanfaatkan oleh panitia pelaksana multievent selanjutnya. Prinsipnya, kalau suatu event multicabang selesai, langsung sambung dengan yang lain. Ya, begitulah, tapi, dengan catatan harus mengubah paradigma dulu!

Begini, kita tentu harus meneruskan energi yang tercipta pada saat perhelatan Asian Games ke-18 yang telah berlalu. Bahkan, malah harus mempertahankan euforia itu. Namun, mengingat yang bertanding adalah atlet berkebutuhan khusus, energi itu harus disempurnakan lagi dengan menambah bumbu-bumbu inspiratif supaya tontonan olahraga tetap menarik untuk dinikmati dan menjadi inspirasi untuk berbuat lebih baik lagi.

Itulah kenapa motto (ingat ya, motto, bukan slogan!) pada ajang Asian Para Games ke-3 di Jakarta sedikit berbeda, yakni The Inspiring Spirit and Energy of Asia.

***

Hmmm, diriku jadi teringat waktu pemimpin kita dulu menjadikan olahraga sebagai nation buliding. Terus, membangkitkan nasionalisme dan mempersatukan kelompok yang berseteru dan terpecah belah.

Buktinya, pas Asian Games 2018 lalu, orang pada rame-rame dukung Indonesia dan lupa bahas asal-usul individu, lebih-lebih politik yang sebagiannya bikin muak.

Imbasnya, tak ada demo di sana-sini. Semua terlarut dalam kebahagiaan bagaimana kita di bawah bendera yang satu.

Tapi, tanpa mengenyahkan nilai-nilai yang ada, dalam olahraga ada nilai tambahan lagi, yaitu menginspirasi banyak orang.

Memang iya kalau inspirasi datang dari perjuangan atlet kurang mampu dan harus disiplin berlatih keras, tapi dari para atlet difabel, kita bisa dapat inspirasi yang lebih.

Kenapa? Ya dalam keterbatasan, mereka bisa jadi pemenang. Kalau mereka bisa, mengapa kita--yang dianugerahi anggota tubuh lengkap enggak bisa?

Lalu melanjutkan nilai tadi, olahraga memang terbuka bagi semua orang. Siapa bilang atlet difabel dilarang berolahraga? Jika memang gelanggang olahraga tidak menyediakan fasilitas berkebutuhan khusus, ya sama saja menutup kesempatan mereka untuk menikmati indahnya hidup sehat.

Makanya, dengan fasilitas itu, kita diajarkan untuk kesetaraan, agar bisa berperi-kemanusiaan yang adil dan beradab *lah, kok malah keingat sila ke dua sih?*

Ya, begitulah kira-kira pesan yang kusampaikan pada saat Hari Olahraga Nasional. Saat artikel ini kutulis, obor Asian Para Games sedang singgah di kota Ternate. Jadi, syukurlah kalau ajang ini diberi perhatian sama besarnya dengan ajang atlet normal, enggak kayak dulu-dulu yang kadang dicuekin dan dihargai setengahnya.

Ini adalah langkah yang tepat, biar dentuman energi yang telah tercipta saat Asian Games bisa bertahan dan bertahan, tidak terbuang bersama waktu. Berbagilah dengan saudara-atlet yang istimewa dengan rasa kemanusiaan agar terasa nyaman dan tidak kesepian saat berjuang di negeri sendiri sembari mendapatkan inspirasi agar tetap hidup.

Jadi, kalau tontonan ini bisa menginspirasi, mengapa tidak untuk menyaksikannya?

Hmmm, pada Oktober nanti, duuh jadi penasaran aku bagaimana suasananya.

Demikian penjelasannya, salam Kompasiana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun