Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Belanja Online, Kok Jadi Pilihan Terakhir?

11 Desember 2019   23:59 Diperbarui: 12 Desember 2019   14:22 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Opera News

Sebentar lagi, kita akan menyambut Harbolnas, “hari rayanya” pembeli yang sobat misqueen. Hehe.

Ya, bagaimana tidak, para pembelanja akan dimanjakan oleh diskon besar-besaran, gratis ongkos kirim, yang tentu saja berguna bagi yang menjalani diet ketat anggaran, termasuk saya tentunya. “Hari raya” ini, sebagaimana Lebaran, Natal, maupun Imlek, tentunya akan hadir setahun sekali.

Nah, bagi yang ingin belanja murah meriah di marketplace dan situs belanja online, ini adalah kesempatan yang tak boleh dilewatkan. Saya aja antusias kalau menyambut Harbolnas ini. Soalnya, ada banyak daftar barang yang ingin saya beli di marketplace, yang sedang dalam antrian. Tapi, karena keterbatasan uang, hanya dua barang yang akan saya beli saat Harbolnas tahun ini.

Hmmm, kalau dihitung-hitung, rupanya sudah lebih dari 40 kali saya belanja online, sejak pertama kali melakukannya pada tahun 2014 (baru ingat saya) dengan membeli buku komik muslimah, Hijab Comic di situs toko buku ternama. 

Kebanyakan yang dibeli, memang barang seperti buku, makanan, pakaian, dan aksesoris tambahan untuk gadget. Bersyukur, akhirnya saya bisa beradaptasi mengikuti zaman digital, dengan berbelanja daring ini.

Oh ya ya, sekarang kan pola belanja masyarakat masa kini sudah bergeser lewat aplikasi smartphone, terlebih bagi warga di kota-kota besar yang mengganggap belanja online adalah hal biasa.

Apalagi di ibu kota negara yang mana faktor kesibukan dan kemacetan membuat mereka tak leluasa untuk belanja langsung. Ujung-ujungnya, pesan barang lewat daring, termasuk mereka yang ingin mager alias malas gerak, gak mau ngapa-ngapain. Hihi.

Namun, berbeda di desa-desa, belanja online kayaknya tidak begitu perlu. Lebih enak belanja dengan mendatangi warung, pasar, dan toko-tokonya. Ditambah lagi, kemungkinan ada penipuan saat transaksi daring, yang membuat mereka ketakutan untuk belanja online.

Dan, walaupun pergeseran pola belanja lewat online membuat sejumlah ritel tutup seperti Central Neo Soho ini, toh, masih belum apa-apanya. 

Menurut data dari Asosiasi Peritel Indonesia, sampai paruh pertama tahun ini, proporsi belanja online hanya sebesar 4,89 juta dolar Amerika atau 1,4 persen dari kapitalisasi belanja offline yang bernilai 320 miliar dolar AS.

Ditambah, jumlah e-commerce—yang 70% di antaranya didominasi fashionternyata masih 1-2 persen dibanding seluruh ritel offline. Yah, kecil amat. 

Lagi pula, sedahsyat-dahsyatnya belanja online mengubah gaya belanja rakyat era kekinian, belum mampu menyentuh komoditas bahan makanan dan bahan baku yang biasa diakses secara langsung di toko-toko. Aman.

Melihat data di atas, rupanya belanja offline masih lebih unggul, ya. Rakyat kebanyakan masih setia mendatangi toko-toko daripada mager-an sambil buka aplikasi untuk berbelanja. Apalagi saya, tetap menjadikan belanja online sebagai pilihan terakhir.

Lha, kamu kan bisa belanja online, mengapa nggak pakai cara itu?

Tentu saja, saya ingin berhemat! Asal tahu saja, besar-kecilnya biaya ongkos kirim belanja online tergantung jauh-dekatnya pengirim dan penerima. Bahkan, pernah ngecek ongkos kirim ke daerahku, dari toko online di sebuah pulau kecil yang berbatasan dekat Singapura itu, sampai 70 ribu! Edyaaan!

Makanya, kadang-kadang, lebih mahal ongkos kirim dibanding harga barang. Istilah kerennya, “berat di ongkir”. Hiks. Ini yang membuatku saat belanja online, lebih banyak milih toko dari daerah Jabodetabek dan Bandung. Karena, walaupun cukup mahal, masih lebih baik dibanding belanja di toko online yang lokasinya lebih jauh, ya gak?

Bahkan, selebihnya saya lebih memprioritaskan belanja luar jaringan (luring) jika ada barang yang kuinginkan ditemukan di toko, pasar, maupun supermarket. 

Buktinya, sudah beberapa kali diriku mengurungkan niat beli tepung kue instan, sarung tangan dapur, dan kebaya di marketplace, karena sudah menemukannya di minimarket dan supermarket!

Kecuali kalau memang barang yang dibutuhkan tidak ada, sedangkan barang itu merupakan hal penting dan mendesak, barulah saya beli barang tersebut secara daring. Dan itu, sah-sah saja, kok. Yah, daripada memaksakan diri sendiri beli langsung ke toko dengan susah-payah nyari barang yang tidak ada sampai ke luar kota yang jauh, selain buang waktu, uang, juga tenaga, bukan?

Lagi pula, kalau beli barang di toko, yang untung siapa? Pemilik tokonya, kan? Begitu pun dengan belanja barang di marketplace, yang membuat pemilik toko online tambah senang karena kalau semakin banyak pembeli, pemasukan dan modal bertambah kaya, deh.

Hmmm, kalau memang memberdayakan penjual secara langsung, terutama Usaha Kecil Menengah, memang sebaiknya beli barang secara langsung lewat pedagangnya. Beres kan?

Oh ya, kegiatan berbelanja secara langsung itu, merupakan cara biar nggak kebanyakan mager! Karena, kalau mau ke warung atau ke toko, sebaiknya dipaksa untuk jalan kaki, juga sekalian deh dikurangin naik motor! Dengan demikian, tubuh semakin sehat dan bugar, bahkan penyakit berbahaya bisa pergi menjauh!

Apalagi di luar kota, wuiiih sekaligus buat jalan-jalan juga, sebagai penghiburan dan penyegaran diriku yang lelah akibat rutinitas. Yah, biar nggak bertambah stress yang semakin panjang. Jika ketegangan jiwa sudah terbebas sepenuhnya, barulah diri ini mencapai bahagia.

Jadi, boleh sih belanja online, asal jangan ketergantungan! 

Gak maukan anggaran belanja sampai kembali ke titik nol gara-gara hal itu? 

Demikianlah penjelasannya, salam Kompasiana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun