Mohon tunggu...
Dewi Rayyan
Dewi Rayyan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UPN Veteran Yogyakarta

Seseorang yang sangat termotivasi untuk mengembangkan kemampuan dan skil secara profesional. Menyukai hal-hal baru terutama dalam konteks sosial. Love music a lot.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kasus Sengketa antara Indonesia dan Malaysia di Wilayah Ambalat

5 Oktober 2022   13:02 Diperbarui: 5 Oktober 2022   14:14 1994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia merupakan negara kepulauan memiliki batas wilayah laut berdasarkan pada UNCLOS (United Nations Convension on the Law of the Sea) 82/ HUKLA (Hukum laut) 82 yang selanjutnya diratifikasi oleh pemerintah menjadi Undang-Undang No. 17 Tahun 1985. Indonesia sebagai negara kepulauan tentunya memiliki perairan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, ini berarti bahwa Indonesia harus menetapkan batas maritim dengan negara-negara tetangga, hal ini sangat penting untuk segera diwujudkan, karena berkaitan dengan penegakan kedaulatan dan hukum di wilayah yurisdiksi Indonesia di laut, pengelolaan sumber kekayaan alam, dan pengembangan ekonomi kelautan serta untuk mencegah terjadinya sengketa tentang penetapan batas maritim. Saat ini yang masih menjadi sengketa perbatasan maritim adalah penentuan garis batas laut teritorial Indonesia di kawasan Ambalat dengan Malaysia.

Ambalat terletak di laut Sulawesi atau Selat Makasar milik dengan luas 15.235 kilometer persegi. Blok Ambalat merupakan kelanjutan dari wilayah Kalimantan Timur. Hal ini sesuai dengan aturan landas kontinen dalam UNCLOS tahun 1982, dimana dikatakan landas kontinen suatu negara kepulauan meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran aut tepi landas kontinen atau 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur. Bahkan lebar landas kontinennya bisa mencapai 350 mil laut. Sehubungan dengan telah diratifikasinya UNCLOS tahun 1982, Malaysia sebagai salah satu negara pesert konvensi diwajibkan untuk menyampaikan penetapan batas-batas landas kontinennya kepada Komisi batas Landas kontinnen PBB. Namun hingga kini Malaysia tidak pernah melakukannya sehingga secara juridis Peta 1979 tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan klaim terhadap beberapa negara di kawasan Asia pasifik, termasuk Indonesia. Berbeda dengan kasus sengketa wilayah antara Indonesia dengan Malaysia mengenai kepemilikan atas Pulau Sipadan dan Ligitan, pada kasus sengketa Blok Ambalat yang terletak di Laut Sulawesi, sesuai dengan UNCLOS 1982 dimana Malaysia ikut meratifikasinya, maka dengan mengacu kepada panduan hukumnya, sudah jelas bahwa Indonesia memiliki kedaulatan yang sah atas Blok Ambalat.

  • Ketentuan Hukum Internasional Dalam Sengketa Ambalat

Klaim Malaysia atas kepemilikan blok Ambalat berdasarkan Peta 1979 dan berdasarkan kedaulatan atas Sipadan dan Ligitan yang diberikan oleh Malaysia sendiri. Peta 1979, dibuat oleh  Malaysia sendiri, isi dari peta ini menyatakan bahwa lebar laut teritorialnya sepanjang 12 mil laut yang diukur dengan garis dasar dengan menarik garis pangkal lurus menurut hukum laut 1958. Dengan tindakan tersebut Malaysia telah merugikan negara disekitarnya karena garis pangkal dan titik pangkal untuk menentukan batas wilayahnya hanya diketahui oleh Malaysia sendiri. Dalam pergaulan Internasional suatu negara harus memberitahukan titik-titik pangkal dan garis laut teritorialnya agar dunia internasional dapat mengetahuinya. Sebagai negara pantai biasa oleh pengaturan dalam United Nations Convention on the Law Of the Sea 1982 menyebutkan bahwa Malaysia hanya diperbolehkan menarik garis pangkal biasa (normal baselines) atau garis pangkal lurus (Straight Baselines).

Berdasarkan kelaziman hukum Internasional karena Malaysia tidak melakukan Klaim atas tidakan Indonesia atas kegiatan penambangan dan eksploitasi di wilayah Blok Ambalat sejak Tahun 1960 hingga pasca keluarnya peta Malaysia tahun 1979 itu merupakan bukti pengakuan Malaysia terhadap wilayah Blok Ambalat dan Indonesia memiliki Hak berdaulat di wilayah tersebut. Di samping itu sejak zaman penjajahan Belanda Indonesia sendiri sudah dikenal sebagai negara kepulauan oleh dunia internasional, sehingga dengan ini lebih menguatkan keberadaan Indonesia sebagai pemilik pulau ambalat. Hal ini sudah jelas terlihat dalam Deklarasi Negara Kepulauan Indonesia telah dimulai ketika diterbitkan Deklarasi Djuanda tahun 1957, lalu diikuti Prp No. 4/1960 tentang Perairan Indonesia. Deklarasi Negara Kepulauan ini juga telah disahkan oleh The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982 Bagian IV. Isi deklarasi UNCLOS 1982 antara lain di antara pulau-pulau Indonesia tidak ada laut bebas, dan sebagai Negara Kepulauan, Indonesia boleh menarik garis pangkal (baselines) dari titiktitik terluar pulau-pulau terluar. Berdasarkan sengketa tersebut, cara damai seperti negosiasi telah berulang kali dilakukan tetapi belum menemukan titik temu. Ditinjau dari sejarah, pemberian konsesi minyak diperairan tersebut lebih dulu dilakukan Indonesia kepada berbagai perusahaan minyak dunia termasuk Shell, sejak tahun 1967 wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi di daerah Kalimantan Timur bagian utara telah dikelola oleh Indonesia. Malaysia, berdasarkan peta yang diterbitkan pada tahun 1979, menganggap bahwa kawasan Blok Ambalat masuk dalam wilayah teritorial Malaysia. Secara de jure dan de facto, kasus Ambalat begitu sulit untuk dicarikan penyelesaiannya. Hal ini disebabkan, begitu rumitnya konfigurasi geografis dari wilayah Ambalat. 

  • Analisis dan Pembahasan

Ada banyak hal yang melatarbelakangi diratifikasinya konvensi oleh beberapa negara, faktor yang paling dominan di antaranya adalah penetapan batas laut, hak dan kewajiban negara di laut, dan sebagainya yang berlaku universal. Di antaranya tentang tiga jenis garis pangkal bagi negara-negara dalam pengukuran lebar lautnya yakni: garis pangkal normal, garis pangkal lurus, dan garis pangkal kepulauan. Berdasarkan ketentuan KHL 1982, Indonesia dan Malaysia memiliki kualifikasi atau kedudukan yang berbeda. Malaysia merupakan negara pantai (coastal state), sedangkan Indonesia di samping sebagai negara pantai juga merupakan negara kepulauan (archipelagic state) (Yusnita, 2018). Indonesia dan Malaysia dihadapkan pada permasalahan Ambalat, Blok Ambalat yang secara geografis langsung berbatasan dengan  negara Malaysia dan kaya akan potensi sumber daya alam menjadikan Blok Ambalat menjadi rawan konflik. Wilayah Blok Ambalat merupakan milik Indonesia, hal ini berdasarkan bukti penandatanganan Perjanjian Tapal Batas Kontinen Indonesia-Malaysia pada tanggal 27 Oktober 1969, yang ditandatangani di Kuala Lumpur yang kemudian diratifikasi pada tanggal 7 November 1969.2 Hal inilah yang menjadi dasar hukum bahwa Blok Ambalat berada di bawah kepemilikan Indonesia.

Ditinjau dari hukum laut internasional, Malaysia bukanlah negara kepulauan sehingga tidak berhak mengklaim Ambalat. Menurut Konvensi hukum laut, sebuah negara pantai (negara yang wilayah daratannya secara langsung bersentuhan dengan laut) berhak atas zona maritim laut teritorial, ZEE, dan landas kontinen sepanjang syarat-syarat (jarak dan geologis) memungkinkan. Berikut proses klaim yang diajukan Malaysia terhadap Blok Ambalat:

  • Tahun 1979, Malaysia menggunakan Peta Wilayah Malaysia 1979 yang secara unilateral memasukkan wilayah Ambalat sebagai wilayahnya sebagai dasar klaim tersebut. Padahal peta tersebut sudah diprotes, tidak hanya negara Indonesia tetapi juga seperti Filipinan dan Singapore.
  • Klaim Malaysia yaitu 12 mil laut yang berada di sekitar Pulau Karang Ambalat, hal tersebut jika dari Pulau Sipadan dan Ligitan sudah sejauh 70 mil.
  • Malaysia mengklaim wilayah di sebelah timur Kalimantan Timur itu miliknya dan menyebut wilayah Ambalat sebagai Blok XYZ berdasarkan peta yang dibuatnya pada 1979. Sedangkan Indonesia menyebut blok yang sama sebagai Blok Ambalat dan Blok East Ambalat. Di Ambalat, Indonesia telah memberikan konsesi eksplorasi kepada ENI (Italia) pada 1999. Sementara itu, Blok East Ambalat diberikan kepada Unocal (Amerika Serikat) pada 2004.
  • Malaysia belum siap untuk melakukan dialog dengan Indonesia pada bulan Juli 2004, karena sedang melakukan survei titik dasar (precise location) dari peta 1979.
  • Tahun 1961 Indonesia mulai memberikan konsesi eksplorasi kepada berbagai perusahaan minyak, dan sampai sekarang konsesi terus berjalan. Masalah muncul ketika Malaysia membuat peta secara sepihak pada 1979. Ditambah lagi bahwa, Malaysia merasa lebih berperan dalam proses pembangunan Ambalat.
  • Garis dasar adalah garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar, apabila tarik dari garis lurus itu, maka Ambalat masuk di dalamnya dan bahkan lebih jauh ke luar lagi. Sikap itu sudah dicantumkan Indonesia dalam UndangUndang Nomor 4 Tahun 1960, yang kemudian diakui dalam Konvensi Hukum Laut 1982.
  • Keberhasilan Indonesia memperjuangkan konsep hukum negara kepulauan (archipelagic state) hingga diakui secara internasional. Pengakuan itu terabadikan dengan pemuatan ketentuan mengenai asas dan rezim hukum negara kepulauan dalam Bab IV Konvensi PBB tentang Hukum Laut atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Konvensi ini ditetapkan dalam Konferensi Ketiga PBB tentang Hukum Laut di Montego Bay, Jamaica, pada 10 Desember 1982.
  • Masalah yang dihadapi Indonesia saat ini terkait dengan kasus Sipadan dan Ligitan. Masalahnya, pada saat berseteru dengan Malaysia dalam kasus Sipadan dan Ligitan, Indonesia tidak meminta Mahkamah Internasional memutuskan garis perbatasan laut sekaligus. Indonesia tidak pernah merundingkannya.Dalam kelaziman hukum internasional, karena Malaysia tidak memprotes, itu berarti pengakuan terhadap sikap Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 4 Tahun 1960. Malaysia, baru mulai mengajukan nota protes pada 2004 setelah menang dalam kasus Pulau Sipadan-Ligitan.
  • Pada 1998 Indonesia memberikan konsesi kepada Shell untuk melakukan eksplorasi minyak. Malaysia tahu itu, tapi tidak memprotes. Akhir 2004, saat Indonesia menawarkan konsesi blok baru di Ambalat, namun hal tersebut mendapat protes dari Malaysia.

Indonesia dalam kasus Ambalat tetap berpegang pada posisinya yang memasukkan Ambalat sebagai wilayah Indonesia. Setelah lama bertikai, konflik Ambalat mulai mendapatkan titik perdamaian. Masa de-eskalasi dimulai sejak tahun 2009 ketika kedua negara menahan diri dari serangan. Pemimpin kedua negara mempunyai andil dalam timbulnya de- eskalasi konflik Ambalat. Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi berusaha untuk mencegah adanya konflik di antara kedua negara. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki beberapa pertimbangan dalam menjalin hubungan damai dengan Malaysia pasca sengketa Ambalat. Pertama, Indonesia dan Malaysia memilik kedekatan budaya dan sejarah yang telah terjalin ratusan tahun lalu serta perlu dijaga,kedua, hubungan bilateral antara kedua pendiri ASEAN adalah pilar penting bagi ASEAN dan membantu perkembangannya yang pesat, ketiga, 1,2 juta penduduk Indonesia di Malaysia, termasuk di antaranya 13.000 pelajar Indonesia merupakan aset berharga kedua negara.  Ambalat merupakan kelanjutan alamiah dari lempeng benua Kalimantan. Letaknya pun masih di dalam 200 mil dari garis dasar. Fakta inilah yang menguatkan bahwa Ambalat berada dalam kedaulatan Indonesia. Indonesia pun telah melakukan eksploitasi pada blok Ambalat.

UNCLOS (United nations convention law of the sea) merupakan suatu badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang membuat peraturan, dan salah satunya mengenai perikanan intemasional. Semua negara yang menjadi anggotanya berkewajiban mengacu pada pasal-pasal yang telah disetujui, dalam mengelola sumberdaya perikanannya dan yang berhubungan antara satu negara dengan negara yang lain. Sengketa wilayah Ambalat merupakan konflik bilateral antara Indonesia dengan Malaysia. Konflik Ambalat dipicu pelanggaran Malaysia yang memasukkan Ambalat ke dalam wilayah negaranya tahun 1979.

  • Penyelesaian Kasus 

Konvensi Hukum Laut 1982 menyediakan berbagai metode dalam rangka penyelesaian sengketa hukum laut. Penyelesaian sengketa diatur dalam Bab XV tentang Settlement of Disputes, Pasal 279 pada intinya menyebutkan bahwa negara-negara pihak diberi kebebasan yang luas untuk memilih prosedur yang diinginkan sepanjang itu disepakati bersama. Pasal ini mengarahkan penyelesaian sengketa seperti yang dianjurkan dalam Pasal 33 (1) Piagam PBB. Pasal 33 (1) Piagam PBB menyebutkan jika terjadi persengketaan hendaknya diselesaikan dengan cara negotiation, enquiry, mediation, conciliation, arbitration, judicial settlement resort to regional agencies or arranggements or other peaceful means on their own choice. Hubungannya dengan persengketaan yang terjadi antara Indonesia Malaysia, kedua negara memilih untuk menggunakan metode negotiation atau perundingan diplomatis sebagai langkah awal untuk menyelesaikan persengketaan mereka. Hal ini terlihat dari pertemuan-pertemuan yang sudah dilakukan oleh perwakilan kedua negara. Penyelesaian kasus batas maritim dapat dilakukan dengan negosiasi atau dengan bantuan pihak ketiga. Sejauh ini Indonesia dan Malaysia memilih negosiasi sebagai jalan penyelesaian sengketa. Berdasarkan sengketa tersebut, cara damai seperti negosiasi telah berulang kali dilakukan tetapi belum menemukan titik temu. Sejak isu Ambalat muncul, negosiasi sudah dilakukan 14 kali secara bergantian di kedua negara. Sementara dengan Malaysia, perundingan batas maritim sudah berlangsung sejak tahun 1960an dengan perjanjian pertama ditandatangani tahun 1969. Pilihan memanfaatkan jalur negosiasi dipandang lebih baik dibandingkan menyerahkan kepada pihak ketiga seperti ICJ. Barulah pada tahun 2009 kedua negara sepakat untuk menahan diri dari serangan dan menyelesaikan kasus ini secara diplomatis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun