Mohon tunggu...
Dewi Nurbaiti (DNU)
Dewi Nurbaiti (DNU) Mohon Tunggu... Dosen - Entrepreneurship Lecturer

an Introvert who speak by write

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Macet Ini Menyiksaku

14 Mei 2014   23:42 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:31 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Setiap hari pasti!

Setiap jam pasti!

Tidak lagi mengenal hari libur atau hari kerja. Tetap saja terjadi.

Bisa diselesaikan apa tidak ya sebenarnya?
Masih bisa kah diurai?
Apa yang salah dari semua ini?
Kendaraan terlalu banyak?
Tata kota yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan zaman?
Orang yang terlalu sibuk?
Atau kehidupan di kota ini memang sudah terlalu luar biasa dengan segala isinya?

Karena sebuah kemacetan, orang bisa mudah sekali berubah. Yang tadinya sabar menjadi mudah emosi. Yang tadinya pendiam mendadak mudah berkeluh kesah. Yang tadinya tenang bisa berubah jadi gelisah. Bahkan yang tadinya cantik bisa seketika berubah jadi kurang cantik karena lelah.

Mungkin rasa cemas atau khawatir di tengah kemacetan menjadi penyumbang paling besar dalam kelelahan seseorang.

Penyebab kelelahan fisik selain karena lelah duduk berjam-jam atau bahkan berdiri di bis kota untuk waktu yang lama, juga didukung oleh kecemasan mental yang berlebih.

Menahan rasa lelah, emosi, ingin marah, mengumpat, bolak balik liat jam, utak atik smartphone sampai bosan, memandang jalanan bikin sebel, bbm-an sampai ngobrol ngalor ngidul...

Hal-hal inilah yang membuat tubuh bisa terasa amat sangat lelah. Walaupun kenyataannya kita hanya duduk saja di dalam bis kota. Namun bagi yang berdiri, bisa dibayangkan berapa kali lipatnya kelelahan itu.

Cari jalur alternatif kadang susah juga, karena hampir di setiap ruas jalan mengalami hal yang sama, yaitu macet yang tiada tara.

Jalan toll? Sama aja. Bahkan bisa lebih parah macetnya dibandingkan dengan jalur biasa. Aneh ya! Jalan berbayar padahal.

Kemacetan telah menjadi sahabat paling erat bagi penduduk kota Jakarta. Pernah ada selorohan yang berbunyi "kalau ngga macet ya bukan Jakarta namanya". Benarkah? Bisa jadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun