Mohon tunggu...
Dewi Nurbaiti (DNU)
Dewi Nurbaiti (DNU) Mohon Tunggu... Dosen - Entrepreneurship Lecturer

an Introvert who speak by write

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Nostalgia Gulali, Si Jadul Unik yang Membutuhkan Kreativitas Tinggi

23 Juli 2019   15:14 Diperbarui: 23 Juli 2019   19:55 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Persis di Hari Anak Nasional kali ini saya merasa masa kanak-kanak puluhan tahun silam datang lagi dan membawa memori yang sudah lama pergi. Kurang lebih 26 tahun yang lalu, tahun 1993 di suatu hari ada sekuntum mawar buatan tergenggam di tangan saya, berwarna hijau dan merah hasil ukiran tangan terampil Sang Penjaja. 

Setelah puluhan tahun berlalu, hari ini (23/7) saya kembali menemukan pedagang gulali di pinggir jalan, sisi depan tempat saya bekerja. Penjualnya adalah seorang kakek yang selalu menampakkan senyum manisnya mana kala pembeli datang menghampiri. Tidak hanya itu, ketangguhan Sang Kakek penjual gulali menjemput rezeki di usia senjanya memaksa siapapun berkaca, mengapa terkadang masih saja mencerca dunia.

Semua anak sungguh berhak bersenang riang dan Kakek penjual gulali ingin mengambil peran di dalamnya, agar dunia anak lebih cerah nan ceria. Salut sama Kakek ini, menjual makanan ringan yang hampir usang dimakan zaman dan bersaing dengan makanan kekinian lainnya. Kakek ini pasti percaya, kalau rezeki tidak akan pergi ke mana.

Jika ditelaah lebih dalam, ia berjualan di depan jajaran perkantoran dan perguruan tinggi yang di sekitarnya sedikit sekali anak kecil lalu lalang, sedangkan makanan yang dijualnya jelas jajanan khas anak-anak kurang lebih usia Taman Kanak-kanak atau Sekolah Dasar. Dengan payung seadanya Sang Kakek mantap menjajakan hasil karya terbaiknya.

Tangannya sudah keriput tapi semangatnya tidak surut. Melalui gulali Kakek ingin membuat anak-anak menjadi senang, anak-anak karyawan yang kantornya di sekitar tempat Kakek berjualan, mahasiswa yang masih berjiwa anak-anak atau bahkan Kakek ingin membahagiakan cucunya sendiri melalui hasilnya berjualan. Apapun itu, siang ini saya belajar, jangan banyak mengeluh, teruslah berjuang walau berpeluh, pun sampai kita sepuh.

Dulu, ketika duduk di kelas 4 merupakan kali pertama saya menemukan gulali aneka bentuk seperti ini. Penjualnya saya lupa, apakah kakek-kakek juga atau anak muda, yang masih jelas diingatan adalah lokasi berjualan yang berada di sisi belakang sekolah. Gulali bunga menjadi bentuk favorit saya sejak dulu hingga kini, sering sekali setiap pulang sekolah di sore hari saya membeli sekuntum mawar gulali untuk diberikan kepada adik di rumah. 

Masih sama dengan 26 tahun lalu, hari ini mawar gulali masih cantik dipandang, sama halnya dengan masa itu, hari ini saya masih senang untuk membeli. Selain saya masih banyak teman-teman lain yang juga membeli permen gulali sesuai bentuk yang disukai, ada yang berbentuk kupu-kupu ataupun burung, bahkan tidak jarang yang memesan bentuk tertentu.

Semuanya lucu-lucu, semudah itu bahagia datang ketika gulali sudah di tangan. Anak-anak masa kini, apakah kamu tahu gulali? Permen unik yang dibuat langsung oleh tangan Sang Penjual, di mana sepeda penjualnya dilengkapi dengan penggorengan kecil untuk memanaskan adonan? Semoga bukan hanya berselancar di internet yang kamu tahu ya!

Gulali Legendaris & Kreatif

Hari ini gulali aneka bentuk masih ada walau sudah sulit ditemui. Jajanan yang mengandalkan keterampilan tangan penjualnya ini adalah bukti dari tingginya kreativitas manusia. Terlebih lagi yang hari ini saya temui, di usia senjanya ia masih piawai membuat beragam bentuk permen bertangkai itu. Membuat aneka rupa dari adonan yang rasanya manis ini jelas tidak mudah, hanya orang-orang yang memiliki keahlian khusus yang dapat melakukannya, atau mereka yang telah mengikuti pelatihan tertentu. 

Apakah profesi perupa gulali seperti ini terdapat banyak di Indonesia? Bisa jadi. Mungkin Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) ingin mengintip sejenak tentang profesi ini untuk dilakukan analisa apakah perlu dikumpulkan perupanya lalu disertifikasi atau bagaimana. Saya melihat adanya potensi peluang bisnis dari jajanan sederhana ini yang biasanya pelakunya adalah para pengusaha mikro. 

Para perupa ini adalah cikal bakal pelaku industri kreatif lho, karena produk yang dihasilkannya benar-benar bergantung pada hasil pemikiran otak manusia. Langkah berikutnya adalah membantu para penjaja gulali aneka bentuk ini untuk berkarya lebih hebat lagi dan mulai melek teknologi, agar usaha kecil-kecilan yang dilakukannya saat ini bertumbuh menjadi usaha super besar-besaran suatu hari nanti.

Jika memungkinkan, perupa gulali dibibit lebih banyak lagi agar jajanan khas anak Indonesia ini dapat melanglang buana ke luar negeri. Lebih seru lagi jika pemerintah terkait bisa memfasilitasi pelatihan atau workshop membuat karya aneka bentuk gulali dari tangan-tangan kecil generasi penerus bangsa, agar mereka semakin paham bahwa negara kita memiliki banyak hasil karya hebat yang bisa dihasilkan oleh siapa saja. Selain itu, anak-anak yang memiliki daya imajinasi tinggi akan dapat menghasilkan aneka bentuk gulali cantik bernilai karya istemewa.

Cuma gulali? No, ini bukan cuma, tapi ini hasil karya nyata yang belum tentu semua orang dapat membuatnya.

(dnu, Dosen Business in Creative Industries -- Kalbis Institute, 23 Juli 2019, Pk. 15.07 WIB)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun