Mohon tunggu...
dewi mayaratih
dewi mayaratih Mohon Tunggu... Konsultan - konsultan

suka nulis dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Benih dan Bahaya Radikalisme adalah Tanggung Jawab Bersama

25 Maret 2022   20:00 Diperbarui: 25 Maret 2022   20:08 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin kita masih ingat peristiwa penyerangan Mabes Polri tahun lalu oleh seorang wanita muda. Dalam beberapa saat, polisi mengetahui asal wanita tersebut dan keluarganya yang beralamat di Jakarta Timur. Peristiwa itu selang sehari setelah pemboman di gereja Katedral Makassar oleh sepasang suami istri.

Ternyata sang wanita yang menyerang Mabes Polri tersebut diketahui masih berumur sekitar 25 tahun itu meninggalkan sebuah surat wasiat yang berisi beberapa permintaan disertai permintaan maaf dan pamit. Beberapa permintaan itu antara lain melarang ibunya untuk aktif di kegiatan dasa wisma di lingkungan RT RW, juga melarang keluarga nya untuk terlibat dengan perbankan karena soal riba dan melarang terlibat dalam kegiatan politik. Polisi melakukan pendalaman soal pelaku dan didapat bahwa selama ini keluarga pelaku memang tidak tahu aktivitas dan orientasi keyakinan dari pelaku, meski mereka masih dalam rumah dan agama yang sama.

Perilaku menyerang aparat (apalagi di markas besar kepolisian seperti itu) tentu membutuhkan nyali besar untuk bertindak. Dan nyali besar itu pasti bersumber dari keyakinan yang dia pegang teguh. Dalam hal ini dia yakin bahwa aparat adalah pihak lawan yang harus dia serang. Karena itu dia memakai senjata untuk menunjukkan perlawanan nya.

Keyakinan aparat adalah musuh atau lebih sering kita mendengar aparat (pemerintah) adalah thougut, merupakan satu penafsiran yang melenceng dalam agama. Penafsiran yang melenceng seperti ini sering kita temukan pada pelaku radikal lainnya, contohnya adalah pelaku dari bom di jalan Thamrin Jakarta pada tahun 2016.

Pada saat itu para pelaku menyebar untuk menyerang beberapa sasaran dengan menggunakan bom yang terpasang di tas ransel mereka. Ada yang menyerang pos polisi (sebagai simbol pemerintah) dan ada yang menyerang gerai Starbucks yang merupakan simbol dari kafir. Thougut dan kafir adalah sasaran bagi berbagai bom bunuh diri kaum radikal.

Kembali ke penyerangan Mabes Polri. Oleh lingkungan sekitar, pelaku dikenal sebagai mahasiswi DO itu sama sekali tidak pernah menunjukkan orientasi keyakinannya yang agak berbeda dengan muslimah lain. Hanya saja dia pendiam dan jarang berinteraksi dengan sekitar. Lingkungan sekitar termasuk keluarganya sangat kaget mengetahui niat pelaku lakukan penyerangan itu.

Dari cerita ini kita bisa mengambil hikmah bahwa radikalisme dan terorisme bukan hanya pekerjaan aparat keamanan. Bahaya radikalisme yang sering membahayakan bahkan bisa menghilangkan nyawa orang lain adalah tanggung jawab kita semua. Sebisa mungkin, kita harus tahu sifat dan perilaku anggota keluarga kita.

Mungkin tak mudah tapi bisa diupayakan dengan berbagai cara dan pendekatan ke anggota keluarga itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun