Mohon tunggu...
Putri Dewi
Putri Dewi Mohon Tunggu... Seniman - Pengajar, Penari dan penulis puisi

Menulis adalah jiwa yang berkembang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kasih Mentari

24 Januari 2022   13:14 Diperbarui: 24 Januari 2022   13:24 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:www.pixabay.com

Langkahku masih lunglai. Tenaga sudah perlahan ditelan oleh malam-malam yang begitu geram. kini, duduk seorang diri. Di tengah-tengah koridor yang begitu temaram.

"Mbak, maaf. Bapak belum ada perubahan. Masih sama." Kata perawat yang masih mengurus ayahku.

Hampir seminggu ia koma. Dan aku begitu lesu, melihatnya dari jauh yang tak berdaya itu. Ayahku, laki-laki gesit, penuh gairah. Menebar keceriaan kepada semua orang. Bahkan ringan tangan. Entah kenapa, kali ini semua seolah menjadi kenangan di benakku.

Air mataku menetes deras. Seketika aku membenci semuanya. Aku ingin sendirian. Bahkan aku membenci Tuhan!. Ia yang Maha Dasyat menyembuhkan, kali ini aku memohon ratusan kali, tak juga Ia kabulkan.

"Nduk, kamu pulang dan istirahatlah. Ibu yang jaga Bapakmu di sini." Kata ibuku sambil mengusap punggungku.                    

Ia paham diriku yang sedang runtuh hati.
Aku melihat ibu dan perawat berbincang cukup lama dan serius. Aku sengaja tidak mau mendekat. Namun aku mendengar!. Rupanya ayahku dalam kondisi memburuk.

*
Aku gas sepeda motorku malam itu. Yang pasti aku tidak mau pulang. Ingin berteriak, namun aku tak mampu lagi. Aku pinggirkan motorku di jalanan lurus yang penuh pepohonan. Kusandarkan wajahku di speedometer. Hingga waktu yang tak bisa kuhitung.

Bayang-bayang putih melintas di antara pepohonan tinggi. Jatuh tepat di atasku. Seketika aku menjadi segar.

Ah ... rupanya aku tertidur sebentar. Kulihat jam, sudah menunjukkan pukul 02.00. Kuarahkan motor ke warung angkringan Pak Dah. Langgananku dan ayah. Barangkali wedang jahe bisa menjadi penyembuh sesaat.

*
Kuulangi lagi mengingat-ingat mimpi yang secepat kilat itu. Kuanggap mimpi orang capek yang berhari-hari melek, ditambah hati yang perlahan runtuh. Ah..., cuma mimpi!.
Tapi, kenapa habis mimpi itu aku merasa ringan dan berenergi? Apa karena tubuh rileks diperbolehkan tidur sekian menit? Ah, masa sih....
Tak hanya itu, lebih-lebih jiwaku. Aku merasa lega, ikhlas dan damai. Kekuatan apa ini yang hanya sekian menit, mampu menyembuhkan luka-luka?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun