Mohon tunggu...
Ambardewi
Ambardewi Mohon Tunggu... Dosen - Pecinta seni, buku dan musik

Menulis adalah selera... Mengembangkan ide yang menjadi sebuah tulisan yang menginspirasi adalah tabungan ilmu yang bermanfaat tidak hanya bagi diri sendiri melainkan untuk orang lain.. Jangan memenjarakan ide.... keluar,,, dan tulislah!

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Milenial, Mari Pahami Pekerjaan dan "Rat Race Cycle"

16 Februari 2020   22:37 Diperbarui: 18 Februari 2020   04:26 1914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi mengejar gaji. (Sumber Foto: Pixabay.com)

"Ada semacam pergeseran pola pikir dalam menentukan dan mencari pekerjaan yang awalnya hanya mencari pengalaman dan ladang belajar, kini menjadi fokus dengan gaji yang besar." 

Sebenarnya tulisan ini sudah lama ada di benak saya untuk mengenali dan mengerti pola pekerjaan yang saya jalani secara pribadi. Pemikiran ini juga banyak diilhami oleh kondisi lingkungan, pertemanan hingga keluhan-keluhan para pekerja pada umumnya. 

Dari sekian banyak keluhan yang disampaikan, menurut sudut pandang saya pribadi, yang paling mudah untuk mencerminkan apakah pekerjaan saat ini yang anda jalani sesuai dengan "pashion" atau tidak adalah bagaimana kita menyikapi peralihan dari waktu liburan menuju ke hari senin. 

Biasanya, di hari senin, bagi pekerja yang tidak enjoy dengan pekerjaannya pasti akan mengeluh, seperti "ah.. hari senin, bekerja lagi". Bukankah sering kita menemui hal ini?

 Ada apa di hari senin dan pekerjaan? Toh semua hari adalah sama jika memang kita adlaah seorang pekerja. Bedanya adalah, apakah pekerjaan yang saat ini kita lakukan adalah dengan hati atau tidak. 

Ya, saya kira itulah letak perbedaannya. Saya masih ingat, ketika pertama kali masuk di dunia kerja, yang saat itu berusia 20 tahun, dituntut untuk bisa membagi waktu antara pekerjaan dan kuliah. 

Orientasi bekerja saat itu adalah memiliki pengalaman kerja dan belajar. Alhasil, upah yang didapat pun tidak seimbang dengan pekerjaan yang di berikan. Pastinya, pemilik usaha akan berani membayar relative lebih rendah bagi mahasiswa yang belum berpengalaman tetapi ingin bekerja.

Rentang waktu 5 tahun kedepan, saya memiliki beberapa pengalaman di tempat kerja yang berbeda-beda, hal itu membuat saya belajar banyak tentang apa itu budaya kerja, pertemanan hingga belajar mengatur uang secara pribadi. 

Pelajaran-pelajaran hidup yang tidak saya dapatkan di bangku perkuliahan saya dapatkan pada saat saya berhasil mengatasi probematika ditempat kerja. Ada semacam pergeseran pola pikir dalam menentukan dan mencari pekerjaan yang awalnya hanya mencari pengalaman dan ladang belajar, kini menjadi fokus dengan gaji yang besar.

Fase money oriented pun telah dialami penulis, dan nyatanya tidak membuahkan hasil apapun, dalam artian akan dibuat apa uang itu, dan jika dipikir lagi, uang berapapun jumlahnya akan selalu habis dan merasa tidak cukup bagi individu yang tidak mampu mengelola keuangan dengan baik. 

That's why, mengapa perencana keuangan dalam buku-bukunya selalu menyarankan untuk senantiasa mengedepankan asset dan minimkan liabilitas. Faktanya, Indonesia adalah negara konsumtif yang juga mengikuti perkembangan teknologi dan meningkatnya gaya gidup individu.

Dari fase money oriented, sadarlah penulis pada fase dimana pekerjaan haruslah dapat membuahkan sebuah kreativitas dan seni dalam hal apapun, untuk membuat celah bagi orang lain untuk meningkatkan taraf hidupnya. 

Kebetulan penulis memilih dunia Pendidikan dimana dengan adanya Pendidikan, penulis yakin, nasib bisa dirubah, kesempatan meningkatkan taraf hidup pun juga bisa tercapai. Tentu manfaatnya tidak dirasakan penulis secara individu saja, tetapi bagi orang lain.

Perubahan atau pergeseran fase orientasi pekerjaan inilah yang menjadi garis bawah, apakah kita secara pribadi sudah mengenali dengan baik apa orientasi dalam pekerjaan anda saat ini. 

Apakah uang, kesibukan, belajar atau pengalaman. Era teknologi yang pesat merubah apapun lebih simple dan praktis. Begitu juga dengan trend dalam bekerja. Contoh kecil saja, pekerjaan sebagai pegawai mulai kurang peminatnya karena orang lebih memilih menjadi seorang pebisnis. Pebisnis di era revolusi industry 4.0 lebih dianggap menjanjikan.

Fenomena seperti ini menurut penulis pun adalah persoalan pola pikir dan pemilihan orientasi pribadi. Jangan heran, jika di beberapa artikel, seminar bisnis, ada semacam gap atau pola perbandingan bahwa tidak ada tanggal tua bagi seorang pebisnis, tetapi tidak ada risiko bagi seorang pegawai. Semua ada kelebihan dan kekurangan. 

Saya ingat mengenai fenomena the Rat Race Cyrcle, dimana kondisi seorang individu yang melakukan pekerjaannya hari demi hari tanpa mengerti tujuan akhir yang ingin dicapai. Sama halnya dengan seoekor hamster yang selalu berlali di lintasannya hari demi hari tanpa tujuan akhir.

Jika bekerja hanya untuk mencari uang, monyetpun juga bekerja untuk mencari makan. Lantas, apakah pola pekerjaan semacam itu yang kita lakukan. Fenomena ini lekat halnya dengan pemenuhan gaya hidup dan upah yang didapatkan, sehingga rerata pola pikir pekerja yang terjebak dalam rate cyrcle ini menjalani hidupnya yang monoton, tidak ada perubahan dan kembali ke lintasan awal. 

Syukur-syukur lintasan yang dilalui digantikan oleh orang lain sehingga ada penyegaran. Teknologi sudah semakin canggih, masih banyak yang dapat dilakukan untuk menghindari pola rat race semacam ini. 

Apapun jenis pekerjaanya, pegawai maupun seorang pebisnis, harus mengetahui dan mengenal sebenarnya apa orientasi kita bekerja dan pola pekerjaannya. 

Tentukan tujuan akhir, kenali tangguhnya tubuh dan pikiran kita masing-masing. Jika kita mampu menyeimbangkan antara pekerjaan dan pashion, alhasil korupsipun bisa ditanggulangi.

Apakah anda sudah cukup mengenal orientasi pekerjaan anda?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun