Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Gotong Royong Wujudkan Warga Sehat Agar Produktivitas Terjaga

19 September 2016   08:20 Diperbarui: 19 September 2016   08:25 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh subsidi silang antara si sakit dan peserta yang sehat terkait prinsip kegotong-royongan dalam BPJS Kesehatan (dok. slide presentasi BPJS Kesehatan)

BPJS Kesehatan semakin banyak diminati. Jika awal-awal beroperasinya lebih banyak diminati mereka yang kurang mampu dan tidak perlu membayar iuran, saat ini banyak kalangan menengah ke atas yang mendaftar. Alasan utamanya, biaya berobat sangat mahal, apalagi jika menjalani operasi dan menjalani serangkaian tindakan medis secara rutin seperti cuci darah.

Ada banyak alasan orang-orang menjadikan asuransi kesehatan sebagai prioritas tapi ada pula yang malah mengabaikannya. Sebagian membandingkan manfaat dan kekurangan antara satu jenis asuransi dan asuransi lainnya, termasuk juga minus plusnya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan dibandingkan dengan asuransi swasta. Di suatu forum saya pernah menjumpai pernyataan menarik, jika Kalian menjalani hidup sehat dan yakin sehat maka lebih baik dananya diinvestasikan atau mengikuti asuransi plus investasi. Tapi jika punya penyakit berat maka lebih baik mengikuti program BPJS kesehatan karena preminya tergolong ringan untuk penyakit berat dan penanganan kesehatan khusus seperti operasi dan cuci darah.

Wah jadinya untuk mengikuti suatu asuransi kesehatan termasuk JKN, masih banyak yang menghitung untung ruginya. Itulah yang menyebabkan ada saja cerita orang-orang yang baru mendaftar ketika sudah mengidap penyakit berat atau mereka yang menunggak premi dan hanya membayar ketika sakit. Masih banyak hal-hal tentang terkait asuransi yang tidak diketahui masyarakat dan mungkin belum semuanya tahu bahwa BPJS kesehatan bukanlah pilihan karena keanggotaannya diwajibkan. Wajibnya kepesertaan BPJS Kesehatan ini tertuang dalam UU No 40 Tahun 2004 dan UU No 24  Tahun 2011 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Saat ini jumlah peserta BPJS jauh meningkat. Pesertanya sudah mencapai 168,5 juta penduduk. Itu berarti sudah lebih dari 60 persen warga Indonesia yang mengikuti asuransi kesehatan ini. Sayangnya rasio antara mereka yang membayar premi dan yang tidak perlu membayar premi (penerima bantuan iuran) belum sebanding yakni 63.396.149 berbanding 105.116.088  atau berkisar 3:5. Jika sosialisasi tentang wajibnya kepesertaan BPJS kesehatan ini sudah diterima oleh khalayak luas maka bisa jadi jumlah mereka yang membayar premi akan lebih banyak sehingga biaya pengobatan tidak terlalu membebani APBN.

Biaya berobat dan harga obat-obatan memang mahal. Setiap tahun harga obat rata-rata naik 5-11 persen. Komponen pengobatan juga banyak, ada gaji dokter, gaji perawat dan paramedis, biaya pemeliharaan tempat berobat, biaya makan untuk pasien rawat inap, biaya pembelian dan perawatan alat medis, dan sebagainya. Saya tak merasa heran ketika akhirnya DPR menyetujui kenaikan premi untuk golongan I dan II karena memang biaya pengobatan itu mahal dan BPJS kesehatan tahun 2015 telah mengalami defisit sebesar Rp 5,85 Triliun. Jika premi tetap seperti tahun-tahun sebelumnya maka dikuatirkan defisit BPJS kesehatan  dan beban APBN akan semakin besar.

Memang harus diakui pelayanan BPJS kesehatan semakin membaik. Sejak diberlakukan 1 Januari 2014 semakin banyak yang terbantu dengan kehadiran BPJS. Kakak perempuan, sepupu jauh, dan para tetangga telah merasakan manfaatnya.


Saya sendiri belum pernah menggunakannya sejak terdaftar. Saya pernah hampir menggunakannya untuk memeriksa kondisi gigi. Waktu itu masih pagi dan saya menuju puskemas dekat tempat tinggal. Meski masih pagi jumlah pasien yang ada di ruang tunggu cukup padat. Ketika saya hendak mendaftar saya terkejut ketika petugasnya dengan ketus menanyakan apakah saya peserta BPJS atau bukan. 

Nadanya benar-benar tidak ramah atau mungkin ia kelelahan. Karena biayanya tidak terlalu mahal maka saya pun memilih sebagai pasien umum dan memang saat itu perlakuannya berbeda antara peserta BPJS dan pasien umum.  Tapi pengalaman saya tidak sama dengan kakak. Kakak saya berkata ia mendapat perlakuan yang baik di rumah sakit di kawasan Lippo Cikarang saat operasi gigi dan ia tidak membayar sama sekali karena telah terdaftar sebagai peserta BPJS. Akhirnya saya berkesimpulan saat itu petugas medis di puskesmas sudah kelelahan karena pasien yang begitu banyak.

Memang jumlah pasien di rumah sakit ataupu klinik yang melayani BPJS Kesehatan jauh lebih meningkat dibandingkan sebelum penerapan BPJS kesehatan. Beberapa pendapat berkata bahwa BPJS kesehatan membuat orang-orang jadi manja dan sakit sedikit sudah memeriksakan diri. Tapi saya mencoba berpikiran positif. Dulu mungkin mereka tidak bisa ke rumah sakit karena permasalahan biaya, sehingga ketika saat ini mereka mendapat kesempatan untuk berobat cuma-cuma kenapa tidak dimanfaatkan.

Memang masih ada keraguan di kalangan masyarakat terkait dengan asuransi kesehatan yang dilkeluarkan BPJS kesehatan. Umumnya yang ditanyakan apakah premi tersebut bersifat hangus jika asuransi tersebut tidak pernah digunakan. Jika ya, wah berarti rugi dong mereka yang selama ini menjaga kesehatan. Ada juga yang merasa kesal karena asuransi ini diwajibkan sementara ia sudah memiliki asuransi kesehatan lainnya.

Asuransi kesehatan BPJS memang tidak seperti unit link dimana ada unsur investasi dan kesehatan. Asuransi BPJS merupakan asuransi murni, sehingga dana bakal hangus digunakan ataupun tidak. Kumpulan premi dari masyarakat itulah yang dihimpun oleh BPJS dan kemudian digunakan sebagai biaya peserta yang sakit. Istilahya subsidi silang atau gotong-royong dan hal ini sebenarnya umum digunakan oleh asuransi kesehatan swasta yang murni ataupun yang bersifat syariah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun