Dodol berwarna kecokelatan itu rupanya masih lembek. Agak sulit untuk dipotong dengan pisau. Rasanya selalu mengingatkanku akan kenangan bersama ayah. Setiap tahun baru China, walaupun kamu tak merayakannya, ayah suka membeli kue keranjang.
Ada yang menyebut kue ini dengan dodol China. Sebenarnya bentuknya mirip dengan jenang yang biasa kami temui di Malang. Hanya, rasanya agak berbeda. Mungkin bahan tepungnya yang berbeda. Atau, komposisi gulanya. Yang pasti aku suka dengan rasanya yang tak begitu manis dan teksturnya yang agak keras.
Aku suka kue keranjang dipotong dan dimakan biasa saja. Tapi karena ayah suka bereksperimen dengan dikukus dan diberi parutan kelapa, aku pun ikut mencicipinya. Rasanya tak buruk, jadi unik.
Ayah juga pernah menggorengnya. Ia goreng kue keranjang dengan baluran telur. Pernah suatu kali ia menggorengnya dengan tepung tipis.
Uhm aku jadi chocodot ala Garut jika ingat kue keranjang goreng tepung ini. Bukankah kue keranjang juga berasal dari tepung ya? Lalu digoreng lagi dengan tepung jadi dobel tepung.
Kue keranjang yang teksturnya empuk cocok untuk digoreng dengan tepung. Tekstur kue tepung goreng isi kue keranjang ini jadi unik. Ada bagian yang liat dan kenyal seperti ketika menyantap permen cokelat dengan isian dodol Garut.
Kemarin saat Imlek aku iseng membeli kue keranjang. Kumakan sendirian.
Ada empat bulatan di dalam satu kotak. Teksturnya masih lembek sehingga kemudian sebagian kumakan biasa, lainnya kugoreng.
Sambil menyantap kue keranjang goreng dengan kopi hitam, aku terkenang akan masa kecil bersama ayah. Aku akan duduk diam bersama ayah di meja makan. Kami kemudian mencobai kue keranjang kukus dan kue keranjang goreng. Semakin lebar senyuman, itu berarti kuenya cocok sesuai selera.