Dari segi cerita, The First Omen bukan sebuah film horor yang luar biasa. Film yang merupakan debut Arkasha Stevenson sebagai sutradara serta naskahnya ditulis Stevenson bersama Tim Smith dan Keith Thomas ini memiliki beberapa kekurangan, meski lumayan tertutupi oleh visual dan skoringnya yang memikat.
Elemen ceritanya sebenarnya tidak ada yang baru. Selintas mengingatkan pada The Nun II (2023) karena tokohnya sama-sama biarawati. Namun yang membuat The First Omen menarik karena ceritanya memang memiliki kaitan dengan The Omen (1976). Alhasil bagi penggemar franchise The Omen, maka film ini sayang dilewatkan.
Stevenson dan kawan-kawan jeli dan hati-hati dalam menjahit cerita sehingga ada keterkaitan yang erat antara kedua film ini. Keterkaitan ini dapat dilihat dari tokoh yang ada dalam kedua film, elemen-elemen kejutan, referensi horor, dan juga musik ikoniknya. Stevenson juga tidak pelit memberikan petunjuk tersebar yang mengarah ke plot twist.Meski demikian, penceritaan dalam film ini agak tertatih-tatih. Pergantian adegan di beberapa bagian terasa kurang mulus. Dari divisi akting, Nell Tiger Free berhasil menampilkan sosok Margareth yang naif. Selain Neil Tiger Free, Bill Nighy, dan Snia Braga sebagai Kardinal dan pimpinan panti asuhan memberikan performa yang menyakinkan.
Keterbatasan dalam penceritaan cukup tertutupi oleh visualnya yang sinematik. Latar Italia tahun 70an tergarap dengan apik dari bangunan, jenis kendaraan, dan kostum. Warna-warna dalam film dan sudut pengambilan gambar membuat film berasa seperti film noir.
Skoring dalam film yang dikomandani oleh Mark Korven ini mencekam sejak awal. Terdengar bisikan-bisikan yang seperti menggumamkan sesuatu menambah atmosfer horor. Namun bagian paling mendebarkan dan berasa nostalgia ketika musik Ave Satani berkumandang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H