Di masjid dekat rumah masa kecilku, juga biasanya selepas sholat Witir dan pembacaan doa-doa, biasanya juga ditutup dengan doa niat puasa Ramadan. Memang sih doa niat puasa ini bisa cuma dibacakan sekali saat menjelang puasa hari pertama, tapi juga tidak apa-apa dibaca tiap harinya.
Dan, yang membuatku tersenyum, Imam sholat juga membacakan doanya dalam bahasa Jawa, setelah membacakannya dalam versi bahasa Arab. Doanya sama persis seperti yang diajarkan oleh Ibu.
Entah kenapa doa niat puasa ini menurutku paling berkesan dan terasa sekali nuansa Ramadannya. Kadang-kadang aku heran kenapa Ibu tidak mengajarkan doa berbuka puasa dalam versi bahasa Jawa. Apa memang tidak ada atau kurang lazim ya.
Sebenarnya masih banyak ayat-ayat Al-Quran, doa-doa dan hadits yang berkaitan dengan Ramadan yang berkesan. Seperti surat Al-Baqarah ayat 183 yang berisikan perintah untuk menunaikan ibadah puasa Ramadan dan ayat 184 tentang mereka yang berhalangan berpuasa Ramadan karena sakit atau dalam perjalanan sehingga harus menggantinya di lain waktu atau membayar fidyah bagi yang kesulitan melakukannya.
Untuk hadits berkaitan dengan Ramadan, aku paling ingat akan hadits tentang setan yang dibelenggu.
Karena hadits ini maka aku tak takut untuk sholat malam ataupun menyiapkan sahur di dapur sendirian waktu masih kecil dan tinggal di kosan semasa kuliah pada bulan Ramadan. Tapi kemudian aku bertanya-tanya dan ikut berdiskusi dengan teman-teman, kenapa masih ada rasa malas beribadah dan iri hati semasa Ramadan, apakah setan berupa nafsu dalam diri kita tak ikut terbelenggu? Bisa jadi sih. Setan yang berwujud dan setan dalam bentuk nafsu itu mungkin entitas berbeda.
Omong-omong adakah doa yang umumnya juga dibacakan dalam versi bahasa daerah di tempat kalian?