Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Ketika Waktu Bekerja Tak Lagi Delapan Jam

24 Januari 2021   23:56 Diperbarui: 25 Januari 2021   00:02 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagaimana bila waktu bekerja di rumah malah lebih banyak? (ilustrasi dari pixabay)

Entah sejak kapan suasana bekerja kantoran itu berbeda. Mungkin sejak ada era grup percakapan seperti grup di Telegram dan WhatsApp. Jika dulu kelebihan waktu bekerja disebut lembur, kini ada banyak pekerjaan di luar waktu  bekerja yang bak lembur semu. Hal tersebut semakin berasa pada masa  bekerja dari rumah seperti saat ini. Waktu bekerja memang lebih cari, tapi tak jarang malah melebihi jam kerja pada umumnya.

Teknologi itu memudahkan dan kadang-kadang malah ada tidak enaknya. Ketika grup percakapan mulai populer dan tersedia di telepon pintar maka memang layanan tersebut memudahkan komunikasi di antara rekan kerja. Hubungan antara atasan dan bawahan relatif lebih cair dan koordinasi pekerjaan bisa lebih mudah. 

Namun tidak enaknya tak jarang komunikasi tentang pekerjaan dilakukan di luar jam kerja, setelah makan malam, pada akhir pekan, dan sebagainya dengan alasan untuk koordinasi pekerjaan. Ya, meski liburan atau ada kalanya cuti, kadang-kadang susah bersantai, serasa diteror oleh pekerjaan. 

Temanku bercerita bila ia kadang-kadang merasakan hal tersebut. Sudah malam masih bertanya soal pekerjaan, padahal bisa dibahas keesokan paginya. Karena jengah, kadang-kadang ia mematikan akses ke internet agar pikirannya lebih tenang. Seusai jam kantor adalah waktu untuk beristirahat dan waktu bersama keluarga.

Lembur semu aku menyebutnya. Dulu ketika masih WFO maka lembur ditandai dengan pulang lewat dari jam kantor. Namun pada  saat WFH batasan lembur tidaknya itu makin sulit. Ketika tetap mengerjakan pekerjaan kantor hingga jelang tengah malam agar memenuhi tenggat waktu pekerjaan diserahkan ke klien, maka tetap saja tak dihitung lembur. Mungkin saat ini lebih pas pekerjaan disebut berbasis output daripada waktu.

Ada poin plus minusnya tentang pekerjaan berbasis output. Jika memang proses pengerjaannya bisa diselesaikan dalam waktu yang diperkirakan atau malah kurang maka pekerjaan berbasis output ini akan sama-sama menguntungkan perusahaan dan karyawan. Apabila sebaliknya, pekerjaan berbasis output menuntut karyawan untuk lembur semu, maka ini perlu dipikirkan lagi ke depannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun