Setelah sekian lama bergelung di rumah pada masa pendemi dan bulan Ramadan ini akhirnya beberapa waktu lalu aku menuju pasar. Terakhir kali aku belanja ke pasar tradisional terdekat dari rumah sekitar tanggal belasan, lebih dari dua minggu lalu. Karena bahan makanan mulai habis, maka hari Minggu malam (26/4) aku pun ke pasar malam hari di bilangan Kramat Jati.
Terhitung sudah hampir dua bulan ini tukang sayur tak boleh masuk ke area kompleks tempat tinggal. Alhasil aku ke pasar sekitar dua minggu sekali dan membeli bahan yang kiranya cukup untuk selang waktu tersebut.Â
Pada masa pandemi ini aku tidak sering belanja, paling-paling dua minggu sekali agar lebih aman. Alhasil aku bingung kalau ditanya apakah harga selama Ramadan stabil atau mulai naik. Sepertinya harga masih normal, setidaknya harganya tidak beda jauh dengan yang kuingat dua minggu sebelumnya.
Aku ke pasar tradisional beberapa hari setelah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diberlakukan. Pada masa PSBB Â ada kebijakan baru di pasar. Ada wastafel dan desinfektan di halaman pasar. Wastafel ini bisa digunakan para pembeli dan penjual.Â
Para pelaku pasar juga diminta bermasker. Pasar juga tutup lebih awal. Pasar tutup pukul 14.00 WIB. Ada petugas satpol PP yang berjaga. Jika sudah mendekati jam tutup maka mereka memberikan peringatan. Aku yang baru tahu saat itu pun langsung berbelanja super kilat. Membeli jahe, gula merah, ikan, tempe tahu, sayuran, dan telur, juga kacang ijo.
Yang malah turun itu menurutku harga telur. Harganya waktu beli di pasar Rp 24 ribu sekilonya. Eh ketika habis dan membeli di dekat rumah pada hari Minggu, harganya malah turun, menjadi Rp 21 ribu. Apa mungkin karena baru minggu pertama puasa ya. Biasanya harganya melonjak sampai Rp 28 ribu ketika mendekati lebaran. Mudah-mudahan tidak naik.
Ketika hari Minggu malam berbelanja di Pasar Kramat Jati yang buka di pinggir jalan, kucermati ada produk yang naik, stagnan, dan ada yang malah turun. Untuk harga bawang merah, aku membeli setengah kilo dan dikenai Rp 24 ribu. Ini aku tak paham apakah harganya naik atau turun karena aku biasanya membeli eceran, misalnya membeli Rp 10 ribu dan Rp 20 ribu, jarang membeli dengan ukuran kiloan. Untuk cabe merah keriting dan cabe  rawit aku membelinya sebanyak Rp 20 ribu dan dapat cukup banyak. Sama sih seperti dua minggu sebelumnya.
Harga sayuran sendiri relatif stagnan. Aku membeli terong, pare, bayam, sawi putih, dan daun bawang dengan jumlah lumayan. Total harganya masih di bawah Rp 50 ribu.
Yang kucermati turun adalah harga  tomat. Dengan ukuran setengah kilogram harganya hanya Rp4 ribu. Tomat ini bisa jadi andalan di rumah. Ia bisa dibuat sambal, dimakan biasa, dibuat jus, atau dibuat sayur. Harga bawang bombay yang sempat gila-gilaan, kini sudah di bawah Rp50 ribu.
Yang mencolok kenaikan harganya itu bahan-bahan untuk takjil seperti waluh alias labu kuning, kolang-kaling, dawet, dan cincau. Juga buah untuk takjil, seperti blewah dan timun suri. Labu kuning aku beli seharga Rp 20 ribu/buah dan tak bisa ditawar. Labu ini enak dibuat kolak dengan santan kental dan gula merah.
Dari kategori buah-buahan, harga jambu merah mulai turun, setelah sebelumnya meroket. Kini sekilonya bisa Rp 10-15 ribu. Buah-buah yang masih musim di antaranya buah naga dan alpukat mentega. Harga buah naga rata-rata Rp5 ribu/buah.
Ehmmm mudah-mudahan harga pangan tetap stabil selama Ramadan dan tak melonjak  jelang lebaran.Syukur-syukur harga empon-empon seperti jahe mulai turun. Tapi yang paling penting belanja secukupnya dan mencukupi kebutuhan gizi, sehingga badan tetap sehat selama masa pandemi ini.