Ketika aku membuka pintu, kedua kucingku langsung menghambur. Mereka menyambutku dengan histeris, dengan alasan perut mereka minta segera diisi.
Aku harus mengurus mereka dulu sebelum sibuk dengan urusanku. Ketika membuka pintu dapur dan menyiaplan makanan dua empus, tak kulihat sosok anak kucing lusuh itu.
Apakah ia ke luar? Karena ada lubang kecil menuju halaman samping yang bisa dimasukinya.
Ia anak kucing yang biasanya tinggal di loteng yang tak beratap. Induknya menelantarkannya. Beberapa hari lalu ia bergabung dengan kami. Meski kucing-kucing lainnya tak ramah padanya, ia nampaknya senang tinggal di rumahku. Beberapa kali kuajak ia ke halaman untuk menghangatkan diri dan menikmati udara di luar. Setelahnya ia kembali muncul di dapur. Meringkuk dan menungguku memberinya makanan.
Apakah ia sekedar berjalan-jalan atau sudah mendapat tuan baru?
---
Petang hari aku masih sibuk dengan tugas kantor, urusan paper, dan proposal hibah. Langit sudah menggelap, sebentar lagi azan Maghrib akan berkumandang. Aku mengemasi barangku dan beranjak pulang.
Petang itu jalanan tak terlalu ramai. Hingga aku bisa tiba di rumah sebelum Maghrib.
Tapi ada yang aneh. Ada sesuatu yang membuatku berdegup. Ada apakah ini?
Aku mencium aroma melati. Kadang-kadang kuat, kadang-kadang samar-samar. Aku menciumnya sepanjang jalan. Dan kini aroma itu masih ada. Setiap kali aku menoleh, aroma itu menguar.
Aku mencium bajuku, rambutku, tasku, jaketku. Tak ada aroma melati. Aku memandang rumah dan halaman berkeliling.