Merekam adegan film di bioskop merupakan sebuah tindak pelanggaran. Entah apakah informasi ini belum banyak diketahui atau memang sifat dasar oknum penggiat medsos yang ingin terlihat eksis, maka masih banyak yang secara sengaja merekam cuplikan film di bioskop dan menyebarkannya di akun media sosial mereka.
Nonton di bioskop memang salah satu aktivitas yang banyak dipamerkan di media sosial. Biasanya yang dibagikan sebatas foto tiket nonton, foto nonton bareng kawan-kawan, atau berfoto dengan latar belakang poster film. Oleh karena saat ini banyak acara gala premier melibatkan blogger dan masyarakat umum, bakal lebih bergengsi dapat berfoto dengan pemeran dalam film tersebut.
Rupanya sekedar berfoto dengan tiket, poster dan bintang film tidak cukup. Memotret adegan atau berfoto dengan adegan film pun menjadi cara baru. Siapa tahu Kalian tidak benar-benar percaya aku sedang menonton film tersebut. Nih kufotokan salah satu adegannnya. Oh ya Kalian pasti penasaran dengan adegan penutupnya. Kubocorkan ya adegan finalnya. Lampu flash dari ponsel pun kemudian menerangi bioskop. Tak cukup sekali dan tak hanya satu orang.Â
Kejadian seperti itu mungkin pernah Kalian alami, baik saat menonton premier ataupun pada saat menonton reguler. Ada saja penonton yang merasa perlu bukti lebih untuk eksis dan agar terlihat keren dengan memotret adegan di bioskop. Syukur-syukur bisa memotret adegan puncak dan penutupnya. Lalu diunggah deh di media sosial. Aku eksis kan, pikir mereka.

Kejadian kedua waktu nonton film I Leave My Heart in Lebanon. Waktu itu studio penuh  sesak. Rupanya ada nobar yang diadakan sebuah sekolah menengah. Walah kelakuan sebagian remaja tersebut benar-benar menganggu. Tidak hanya sibuk ngobrol, maen hape, atau bersiul-siul jika ada adegan romantis, tapi ada pula yang asyik berfoto rame-rame dengan latar belakang adegan film. Eh adapula beberapa guru yang memotret dan merekam adegan film tersebut. Buat apa coba? Bukannya memberi teladan, malah memberikan contoh yang buruk ke siswanya.
Untunglah penjaga bioskopnya sigap. Beberapa guru yang melakukan tindakan tidak patut tersebut dimarahi oleh petugas dan diminta menghapus rekamannya saat itu juga. Malu kan Pak/Bu dimarahi di depan siswa di tempat umum? Masih mending dimarahi, daripada hapenya  disita atau kena denda.
Kejadian tersebut terjadi berulang kali dan sepertinya tidak ada kapoknya. Pelakunya bergantian. Jika awalnya hanya memotret, kemudian beralih ke merekam. Kalau bisa live deh.
Kecaman mulai hadir ketika beberapa oknum melakukan bigo live pada saat pemutaran film Dono Kasino Indro Reborn alias Warkop DKI Reborn. Ya pelakunya kemudian dilaporkan oleh Falcon, produsen film tersebut. Kemudian mulailah pelarangan merekam adegan film itu lebih disosialisasikan.
Namun masyarakat Indonesia itu umumnya reaktif. Setelah kejadian itu reda, ya masih saja bertumbuhan pelakunya. Bahkan bisa jadi pelakunya adalah temanmu sendiri. Ada yang merekamnya dengan IG Story dan Facebook Live, ada juga yang beralasan hal tersebut bukan kejahatan karena direkam dengan fitur boomerang. Hahaha ngeles saja.
Aku sendiri bingung apa sih yang dicari oleh mereka yang suka memotret atau merekam adegan kemudian memamerkannya di media sosial. Apakah hanya untuk keeksisan dan popularitas? Kalau caranya minus begitu bukankah citra mereka bakal buruk? Entahlah.

Aku pernah memeringatkan seorang remaja yang duduk di sebelahku. Ia beberapa kali merekam adegan film Justice League. Kuperingatkan pertama, Â ia masih bandel. Yang kedua kuancam kulaporkan ke petugas, baru ia nurut.
Eh ternyata perekam saat film Avengers: Infinity Wars makin bertumbuhan. Kawan kerjaku juga mengaku melakukannya dengan bangga. Walah-walah.
Imbas Merekam Film Itu Bukan Hanya Ke Pelaku
Janganlah suka merekam adegan film di bioskop, apalagi kemudian menyebarluaskannya. Imbasnya bukan hanya ke Kalian yang merekamnya.
Bagi pelaku memang sudah ada aturan penjeratnya. Perbuatan merekam film di bioskop sudah tertuang dalam UU no 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Hukumannya bisa kena hukuman penjara maksimal empat tahun dan denda hingga Rp 1 Miliar untuk yang bersifat nonkomersial. Wuiiih berat kan.
Biasanya sih petugas bioskop masih berbaik hati memeringatkan dan meminta si oknum untuk menghapus rekaman adegan itu di depan mereka. Terkadang ada juga yang sampai alat perekamnya disita.Â

Bagi industri perfilman maka kejadian bocornya adegan penting pada saat premier atau pemutaran perdana juga tentu tidak mengenakkan. Bisa jadi target penonton tidak tercapai karena calon penonton sudah tahu adegan puncak dan adegan penyelesaiannya. Biaya produksi film sendiri tidak murah. Jika penonton malas nonton karena sudah tahu bocoran twist-nya maka kru film dan produsernya bakal sedih.
Oh ya satu lagi. Sebenarnya kejadiannya sudah tahun lalu, yaitu sekitar bulan Oktober 2017. Ceritanya sebuah jaringan bioskop mendapati ada penonton yang menyebarkan adegan film animasi Jepang yang baru saja diputar di media sosial. Judulnya No Game No Life: Zero. Akibatnya tak tanggung-tanggung. Produser film dari negara sakura kecewa. Film tersebut pun kemudian tidak diperpanjang pemutarannya, bahkan film anime berikutnya batal tayang.Â
Yang dirugikan bukan hanya jaringan bioskop tersebut, melainkan juga pecinta film anime yang tak ada sangkut-pautnya dengan kejadian memalukan tersebut.
Makin bikin sedih ketika aku membaca pengumuman resmi jaringan bioskop tersebut. Produsen film anime tersebut sangat merasa kecewa dengan kelakuan oknum tersebut. Mereka pun memutuskan menunda pemutaran film-film animasi Jepang yang sebelumnya judul-judulnya sudah diumumkan untuk ditayangkan. Hiks sedihnya, padahal animenya bagus-bagus. Gara-gara nila setitik rusak susu sebelangga.
Tuh kan dampak buruk merekam film di bioskop lebih banyak daripada manfaatnya. Yuk jadi penonton yang baik. Daripada bikin rekaman spoiler, mending membuat ulasan film setelah menontonnya. Atau jika ingin sering nobar dan belajar membuat ulasan film maka bisa gabung KOMiK:)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI