Mohon tunggu...
Sri Wiyolanda
Sri Wiyolanda Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika SMPN 1 Lembang Jaya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Semangat Mengukir Prestasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Doa dalam Penggalan Cinta

16 November 2019   00:57 Diperbarui: 16 November 2019   00:57 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kumandang adzan subuh dari surau kecil di depan rumah, kembali membangunkanku dari lelap yang indah semalaman. Entah mengapa tiap kali lantunan syahdu itu ku dengar, ada sejuk yang serasa menghembus di relung terdalam hatiku. Ku langkahkan kaki menuju ruangan kecil yang menjadi bagian dari kamar tidurku. 

Ketika air bening dan sejuk itu mengusap wajah dan bagian tubuhku, untuk kesekian kalinya aku berucap syukur dalam hati, terima kasih yaa Rabb,,, Kau telah kembali izinkan aku untuk bersujud kehadapanMu di pembuka hari ini.

Masih sama dengan hari-hari sebelumnya yang kulalui, subuh inipun dingin tetap terasa menggigit. Letak geografis tempat ini yang hanya beberapa kilometer dari salah satu gunung api yang cukup terkenal di pulau sumatera, membuatku dan semua masyarakat disini sudah sangat terbiasa dengan udara seperti ini. Namun kami tetap bersyukur karena Allah memberikan limpahan rahmat dan anugerah yang luar biasa pada negri ini. 

Meski jauh dari hiruk-pikuk kehidupan kota, namun masyarakatnya hidup dalam kecukupan. Disamping masyarakatnya yang gemar bekerja keras, lahan pertanian dinegri ini sangat subur. Dengan mata pencarian utama sebagai petani, masyarakat disini dapat hidup dengan berkecukupan. Perekonomianpun semakin tahun menunjukkan peningkatan yang semakin menggembirakan. Hasil panen yang mereka tuai selalu mampu membayar semua lelah yang mereka upayakan dalam menggarap ladangnya. Aku belajar banyak dari kegigihan mereka dalam menopang hidup.

Meskipun tempat ini bukanlah tanah kelahiranku, namun aku sudah merasa menjadi bagian yang tak terpisahkan dari semua yang ada disini. Aku mengenal tempat ini lebih dari 20 tahun yang lalu. Saat itu semuanya masih terbalut kesederhanaan yang alami. Ketulusan cinta yang berwujud kesetiaan dan kepatuhan seorang istrilah yang membawaku kemari. Semuanya terasa bertabur kebahagiaan. Aku yang diberikan anugerah sebagai seorang tenaga pendidik anak bangsa di salah satu sekolah menengah pertama di negri ini, saat itu benar-benar merasakan kebahagiaan yang nyaris sempurna. Betapa tidak. Selang 2 bulan setelah pengumuman kelulusanku sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil, aku melahirkan anak yang kedua. Di kehamilan yang kedua ini, aku merasa begitu banyak anugrah yang diberikan Tuhan untukku.

Aku dan suamiku berasal dari latar belakang pendidikan yang sama, yaitu lulusan salah satu Institut Keguruan yang cukup terkenal di Sumatera. Kami bahkan berasal dari jurusan yang sama. Kebersamaan saat melalui masa-masa praktek lapangan mengajar di salah satu sekolah kejuruan, membuat benih-benih cinta dan kasih itu tumbuh subur dan bermekaran. Kesederhanaan dan kehalusan  budi pekertinya membuatku benar-benar yakin untuk menjadikannya sebagai imam dunia akiratku. Kami menikah hanya berselang 2 bulan setelah melewati prosesi wisuda sebagai sarjana. Meski belum ada diantara kami yang memiliki penghasilan tetap saat itu, namun kekuatan cinta benar-benar mampu menghadirkan semangat bekerja keras kami berdua. Hidup kami saat itu dipenuhi dengan kebahagiaan walaupun berbalut kesederhanaan.

Dua tahun pernikahan, kami dianugerahi seorang putra yang tampan. Anugrah itupun semakin lengkap, karena seminggu setelah kelahiran anak pertama, suamiku resmi diangkat menjadi salah seorang Calon Pegawai Negeri Sipil di salah satu daerah kepulauan. Akupun akhirnya diterima menjadi salah seorang guru sekolah menengah yayasan yang cukup bergengsi di kotaku. Meskipun kami harus terpisah jarak dalam mengabdi dan mengais rejeki, namun semuanya terasa begitu membahagiakan. Segenap rasa syukur kami tercurah atas anugerah yang Tuhan berikan untuk keluarga kecil kami.

Kebahagiaan itupun semakin lengkap saat putra kedua kami lahir 5 tahun berikutnya, dan suamikupun mendapat kesempatan untuk mengajukan permohonan pindah. Kepindahan suamiku membuat kami mengambil keputusan untuk tidak lagi tinggal terpisah dan berjauhan. Aku mengikuti tes sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil di kabupaten yang sama dengan tempat kepindahan suamiku. Alhamdulillaah,,, Tuhan mengabulkan do'a kami. Aku ditempatkan di kampung kelahiran ayah dari anak-anakku, dan kami tidak lagi harus dipisahkan oleh jarak dan waktu seperti yang kami lalui selama 5 tahun sebelumya. Aku menjadi wanita yang paling bahagia saat itu.

Sekarang, setelah 13 tahun kulalui disini, semuanya jadi sangat berbeda. Namun kebahagiaan dan anugerah Tuhan itu masih senantiasa ada. Si sulungku kini telah menjadi mahasiswa lewat jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi di salah satu Institut Tehnologi yang cukup terkenal. Kami harus berpisah jauh, dan bertemu hanya setiap kali liburan semester. Meski baru berusia 18 tahun, ia sudah menduduki semester ketiga di jurusan tehnik elektro, bidang yang ia gemari sejak masa kanak-kanak.  Kecerdasan yang telah Tuhan berikan padanya membuatnya mampu melalui jenjang sekolah menengah pertama hanya dalam waktu 2 tahun. Putra keduakupun kini telah duduk di bangku kelas VIII pada sekolah tempatku mengajar. Meski tak mampu masuk ke program akselerasi seperti kakaknya, namun ia juga menjadi 3 besar dikelasnya. Dua orang putra yang kemudian Tuhan anugerahkan selama kami berada di tempat yang indah dan asri inipun, telah cukup besar. Putra ketiga dan keempatku kini telah menduduki bangku kelas 4 dan 5 sekolah dasar yang berjarak hanya sekitar 100 meter dari tempat tinggalku. Mereka berdua juga adalah anak-anak yang cerdas. Selalu mampu menjadi juara pertama dalam setiap kali pembagian raport (Alhamdulillah Yaa Alaah...).

Cinta yang telah membawaku ke tempat yang jauh dari keramaian kota ini, adalah cinta yang tak akan pernah kulupakan sepanjang hayatku. Meskipun akhirnya alur ceritanya berkata lain. Kami yang dulunya begitu berpegang teguh pada kesetiaan saat harus tinggal berjauhan dan hanya bertemu setiap 1 kali dalam sebulan, yang berjuang bersama-sama melewati masa-masa sulit ketika di awal pernikahan belum memiliki penghasilan yang tetap, yang saling menguatkan saat harus mengumpulkan sedikit demi sedikit dari pundi-pundi kami demi membangun sebuah pondok kecil, akhirnya harus mengucapkan sayonara pada sebuah keutuhan bahtera.

Itulah dua sisi berbeda dari rangkaian kata yang bernama cinta. Aku yang kemudian dicampakkan setelah ia berhasil berada di puncak kejayaannya dan menemukan wanita lain yang menurutnya jauh lebih segalanya dariku, harus menerima sisi lain dari cinta. Empat orang putra kami yang saat itu masih cukup kecil untuk memahami arti sebuah prahara, akhirnya harus menerima semuanya yang sudah menjadi keputusan kami, yang merupakan keputusan dan kejadian paling kelam dalam sejarah hidupku. Namun itulah cinta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun