Mohon tunggu...
Dewi Ika
Dewi Ika Mohon Tunggu... -

Penyuka nasi goreng pedas sebelum jam 10 malam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menangkap Informasi dari Dua Sisi

2 Agustus 2017   11:41 Diperbarui: 2 Agustus 2017   11:56 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://freemindcoffee.wordpress.com

Secara umum, manusia diciptakan dengan dua mata dan dua telinga. Di mana mata menangkap informasi visual dan telinga menangkap informasi audio. Semua akan menjadi seimbang manakala kita gunakan sepasang mata dan telinga sesuai porsinya. Sudah jelas-jelas begitu, kadang kita tidak mencoba menangkap semua informasi dari dua sisi, tetapi lebih memilih menangkap banyak-banyak dari sisi yang paling kita sukai.

Saya pikir kebencian itu bermula dari ketidakmampuan kita mempergunakan mata dan telinga untuk selalu menangkap informasi dari dua sisi. Kita terlalu menatap lama terhadap pemandangan yang sesuai dengan selera kita dan terlalu betah mendengarkan suara yang sesuai dengan isi kepala kita. Kalau bahasa singkatnya kita sudah banyak lupa bagaimana bersikap toleran seperti pelajaran budi pekerti yang mungkin pernah kita peroleh semasa SD dulu.

Kalau KBBI bilang Toleran itu "bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri". Kalau saya memaknai dengan singkat toleran itu menangkap atau membiarkan indera dan pemikiran kita menerima serta mengolah informasi dari dua (berbagai) sisi .

Saya ambil contoh sederhana, Presiden kita misalnya, sudah kondang punya banyak haters (fyi, saya bukan hater dan bukan fan). Seandainya, ada berita baik soal keberhasilan pemerintahan, saya yakin haters akan mencari celah untuk tetap menjadikan berita baik itu sebagai bahan olokan. Apalagi, kalau yang keluar berita soal keburukan atau sesuatu yang dianggap gagal tentang pemerintahan, maka tak perlu cari celah pun sudah bisa jadi berita untuk memperolok pemerintahan.

Menangkap informasi dari dua sisi ini beda dengan tidak berprinsip atau berada di tengah-tengah tanpa pendirian.  Bedanya begini, semisal saya mutlak memihak pada salah satu sisi saja, saya tidak akan mau menerima sama sekali argumen dari sisi yang berlawanan dan akan bersikap melulu menyalahkan sisi yang berlawanan dengan saya. Sekarang bedanya begini,  semisal saya berusaha menangkap dua sisi, sudah pasti saya tidak akan malu mengakui kesalahan dari sisi saya dan pastinya akan tetap menerima argumen dari sisi yang berlawanan dengan pendapat saya. Nah, konklusinya saya akan berusaha mencari jalan tengah terhadap perbedaan tersebut untuk bisa disatukan.

Lagipula begini, kecondongan kita pada satu sisi saja bisa menjadi sebuah awal penolakan terhadap proses. Membingungkan atau mungkin saya yang tidak bisa menemukan kata yang lebih tepat untuk menjelaskan maksud saya? Ya, jadi begini, taruh kata ada 2 pendapat mengenai larangan menggunakan ganja di Indonesia, tentu kita akan cenderung memihak salah satu pendapat yang setuju dan yang tidak setuju. Berkaitan dengan hal tersebut, coba kit menoleh kisah bagaimana Fidelis di tahan polisi karena menggunakan ganja untuk mengobati istrinya.

Fidelis secara hukum memang salah karena telah menanam ganja tapi coba kita tengok lali untuk apa tujuannya, untuk menyelamatkan nyawa istrinya. Tapi bagaimana seandainya hokum membebaskan begitu saja Fidelis karena tujuannya menanam ganja adalah untuk mengobati Istrinya? Boleh jadi akan banyak orang berdalih serupa untuk mengeruk keuntungan dengan berbisnis barang illegal ini. Begitulah menggunakan kedua sisi indera dan pemikiran kita untuk melihat proses sebelum dan yang mungkin akan terjadi setelah suatu hal.

 Saya membayangkan seandainya sikap semacam toleran ini kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari betapa indahnya kehidupan negeri ini meskipun dalam kemajemukan. Ah, tentu akan sangat menyenangkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun