Mohon tunggu...
Sridewanto Pinuji
Sridewanto Pinuji Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis Blog

Penulis untuk topik kebencanaan dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

LGBT dan Bencana

5 Maret 2018   15:28 Diperbarui: 5 Maret 2018   15:28 1124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Pexels

Homoseksual di sisi lain tidak menghasilkan keturunan, sehingga jika aktivitas sodomi dianggap sebagai sesuatu yang normal, maka hasil akhirnya adalah kepunahan manusia. Selain dampak kesehatan, para pelaku homoseksual juga cenderung mengalami rasa bersalah dan berdosa karena mereka tahu apa yang dilakukannya adalah keliru. Tidak jarang, mereka depresi dan sedih karena tidak mengetahui apa jalan keluar yang harus ditempuh.

Sebagian ahli berpendapat bahwa homoseksual adalah hasil dari pelajaran dan latihan, atau karena pengalaman traumatis mengalami kekerasan seksual pada saat kecil. Oleh karena itu, karena aktivitas ini hasil pelajaran, maka dapat pula belajar dan berlatih untuk berhenti melakukannya.

Kepada sesama muslim, Abu Khadeejah Abdul Walid, seorang ulama salafi berpesan, bahwa hal yang paling utama bagi seorang muslim adalah tauhid, yaitu percaya kepada satu Tuhan dan tidak mempersekutukanNya. Homoseksual adalah tindakan yang berdosa, namun jika seorang muslim percaya bahwa Allah adalah satu-satunya sesembahan, maka dia pun mengimani, bahwa hanya Dia yang tahu apa yang terbaik untuk ciptaanNya. Seorang muslim pun diingatkan untuk selalu melakukan apa yang diperintahkanNya dan menjauhi apa yang dilarang termasuk perbuatan dosa dan tidak pantas.

Penutup 

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, kini banyak kisah keagamaan dan kepercayaan yang bisa dijelaskan secara rasional. Hal ini termasuk kepercayaan bahwa perilaku manusia menyebabkan bencana terjadi terhadap mereka.

Zaman dahulu, seperti di Sodom, Gomorrah, dan Pompeii, masyarakat yang melakukan tindakan tidak sesuai dengan norma keagamaan dipercaya telah menerima hukuman dari Tuhan. Selain itu, dapat diduga mereka belum memahami mengenai daerah rawan bencana, peringatan dini, mitigasi, hingga upaya penanggulangan bencana, termasuk melakukan evakuasi.

Saat ini, ilmu pengetahuan telah membuka mata manusia, bahwa ada beberapa zona di bumi yang merupakan jalur tumbukan antar lempeng (subduksi), patahan aktif, dan zona bahaya gunung api, di mana sangat rawan terjadi gempa bumi, tsunami, dan erupsi. Manakala zona ini bergejolak dan manusia tidak siap serta tidak mampu menanggulanginya, maka bencana terjadi.

Kini kita paham, bahwa bencana dapat terjadi di mana saja dan menimpa siapa saja. Korban bencana tidak berdasarkan kesalehan seseorang, orientasi seksualnya, atau kepercayaan yang dianutnya. Namun, mereka yang menjadi korban adalah yang tinggal di daerah rawan bencana, dalam rumah yang tidak tahan menghadapi goncangan gempa, dan tidak mengetahui apa yang harus dilakukan manakala bencana terjadi.

Oleh sebab itu, terlepas dari berbagai atribut yang melekat pada seorang individu. Setiap orang yang tinggal di daerah rawan bencana hendaknya memahami kerawanan di lokasi tempatnya tinggal, memperkuat bangunan jika mereka tinggal di zona bahaya, hingga mengetahui berbagai upaya yang harus dilakukan, serta selalu meningkatkan kesiapsiagaan untuk menghadapi bencana yang dapat sewaktu-waktu terjadi.

Daftar Bacaan:

1. The People of Lut and The City which was Turned Upside Down

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun