Mohon tunggu...
Dewa Gilang
Dewa Gilang Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Single Fighter!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Benarkah Kita Telah Menuhankan Agama?

30 Mei 2012   06:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:36 1208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saya akan buka artikel ini dengan satu kisah seputar wafatnya Nabi Saww. Dan artikel saya ini adalah sebagai hidangan pembuka dari artikel2 lainnya yang nanti akan publish.

Jadi saya sangat berharap agar kita merenungkan isi dari artikel. Mencoba menangkap esensi yang ingin saya sampaikan, untuk kemudian kita diskusikan. Baiklah, saya mulai.

Ketika Nabi Saww wafat, banyak sahabat yang tak mempercayainya. Mereka sangat terpukul hingga seakan tak bisa menerima kenyataan. Hiruk pikuk pendapat saling bertebaran seiring dengan hilir mudiknya para sahabat ketika itu.

Kondisi ini berlanjut demikian, hingga datanglah sahabat Umar Ibn Khatab Ra. Beliau berkata: "Barang siapa yang me-Nuhan-kan Nabi, Ketahuilah bahwa Ia telah wafat. Tetapi barang siapa yang me-Nuhan-kan Allah, sesungguhnya Allah tidak akan pernah mati". Kurang lebih demikian pernyataan Umar Ra.

Pernyataan Umar ini selaras dengan pernyataan seorang sufi besar, Ibrahim Ibn Adham yang menyatakan, bahwa siapa saja yang bertuhan selain kepada Allah, sesungguhnya ia telah lepas dari tauhid".

Kita tidak cukup gila untuk menyembah kepada selain Tuhan. Tetapi, bagaimana bila kita me-Nuhan-kan agama?.

Ada kecenderungan sebagian individu yang me-Nuhan-kan agama. Mereka biasanya berpegang teguh kepada penafsirannya terhadap teks agama. Sehingga terciptalah dikotomi hitam-putih bagi mereka. Tentu saja ia dan kelompoknya yang putih, sementara kelompok lainnya ialah hitam.

Bagi saya, mereka telah me-Nuhan-kan teks (baca: agama). Andaikata mereka tidak me-Nuhan-kan teks, tentu mereka akan menghargai serta menerima perbedaan pendapat di luar pendapat mereka.

Coba cermati bagaimana perkataan Umar yang memberi indikasi bahwa Beliau tak ingin me-Nuhan-kan Nabi Saww. Sahabat Umar merujuk kepada ayat Alquran yang lainnya, yaitu bahwa Nabi ialah manusia biasa. Ia bukan Tuhan yang tak pernah wafat.

Teks agama-pun demikian. Ia bukanlah Tuhan. Sehingga jika kita bertemu satu ayat, kita langsung hantam kromo terhadap pihak yang tak sependapat dengan kita.

Bagi saya, teks kitab suci itu fleksibel, dan ia saling berkaitan, Jika kita berpegang kepada satu teks tanpa memperhatikan teks lainnya, maka inilah yang saya maksud dengan: kita telah me-Nuhan-kan agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun