Mohon tunggu...
Devy Puspita
Devy Puspita Mohon Tunggu... Content Writer

just; chocolate, ice cream, and strawberry.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tragedi Ponpes Al Khoziny Sidoarjo: Sejarah Panjang dan Hikmah Ibadah di Tengah Musibah

5 Oktober 2025   12:26 Diperbarui: 5 Oktober 2025   12:26 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, yang dikenal juga sebagai Pesantren Buduran, merupakan salah satu pesantren tertua dan terkemuka di Jawa Timur. Terletak di Desa Buduran, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, pesantren ini telah melahirkan banyak ulama dan tokoh agama yang berpengaruh di Indonesia. Sejak didirikan hampir satu abad lalu, Al Khoziny menjadi pusat pendidikan agama Islam yang menekankan pengajaran kitab klasik, akhlak, serta disiplin santri.

Namun, pada akhir September 2025, pondok ini kembali menjadi sorotan publik karena peristiwa tragis: runtuhnya bangunan mushala tiga lantai yang menewaskan puluhan santri dan melukai banyak lainnya. Peristiwa ini mengingatkan kita akan pentingnya keselamatan, kepatuhan prosedur pembangunan, dan refleksi spiritual dalam menjalani ibadah.

Artikel ini akan membahas sejarah Ponpes Al Khoziny, kronologi tragedi, upaya evakuasi, dampak sosial, dan hikmah spiritual yang bisa diambil bagi setiap Muslim.

Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Al Khoziny

Pondok Pesantren Al Khoziny didirikan pada tahun 1927 oleh KH Raden Khozin Khoiruddin, atau akrab disapa Kiai Khozin Sepuh. Beliau merupakan menantu dari KH Ya'qub, pengasuh Pesantren Siwalanpanji di Sidoarjo. Awalnya, pondok ini hanya menampung beberapa santri yang berasal dari pesantren Siwalanpanji, dengan fokus utama pada pengajian kitab kuning klasik.

Lokasi pesantren yang strategis di Jalan KHR Moh Abbas I/18, tepi Jalan Raya Surabaya-Sidoarjo, membuatnya mudah diakses oleh para santri dari berbagai daerah. Seiring berjalannya waktu, pesantren ini berkembang pesat:

  • Jumlah santri: Lebih dari 2.000 orang dari berbagai daerah di Indonesia.
  • Tingkat pendidikan: Mulai dari tingkat Tsanawiyah, Aliyah, hingga perguruan tinggi setara universitas.
  • Fokus pendidikan: Kitab kuning, fikih, tafsir, hadis, dan pengembangan akhlak.
  • Kontribusi masyarakat: Ponpes Al Khoziny telah melahirkan banyak alumni yang menjadi ulama, guru, dan tokoh masyarakat, yang berperan aktif dalam dakwah dan pendidikan Islam di Indonesia.

Sejarah panjang ini menunjukkan bahwa Al Khoziny bukan sekadar tempat belajar, tetapi juga lembaga yang membentuk karakter spiritual dan moral generasi muda.

Tragedi Ambruknya Bangunan Ponpes


Pada Senin, 29 September 2025, bangunan mushala tiga lantai Ponpes Al Khoziny runtuh saat para santri sedang melaksanakan salat Asar berjamaah. Peristiwa ini terjadi sekitar pukul 15.30 WIB dan mengakibatkan 36 orang meninggal dunia serta puluhan lainnya mengalami luka-luka dan tertimbun reruntuhan.

Penyelidikan awal menyebutkan beberapa faktor penyebab keruntuhan:

1. Pondasi tidak memadai untuk menahan beban lantai tambahan yang dibangun secara tidak sesuai prosedur.

2. Struktur bangunan lama yang tidak diperkuat selama puluhan tahun.

3. Kurangnya pengawasan teknis dalam proses renovasi atau pembangunan tambahan.

Tragedi ini menjadi pengingat bagi lembaga pendidikan untuk selalu memastikan keselamatan bangunan, terutama yang digunakan untuk kegiatan ibadah dan belajar para santri.

Upaya Evakuasi dan Dukungan Masyarakat

Begitu peristiwa terjadi, Tim SAR gabungan, relawan, BNPB, dan Polri langsung bergerak untuk mengevakuasi korban.

  • Alat yang digunakan: ekskavator, crane, dan alat berat lain untuk mengangkat puing-puing bangunan.
  • Proses evakuasi: dilakukan secara hati-hati untuk mencegah korban tambahan, dengan fokus pada mereka yang masih tertimbun.
  • Dukungan masyarakat: warga sekitar dan keluarga korban memberikan bantuan moral dan materiil, termasuk makanan, obat-obatan, dan tempat tinggal sementara bagi keluarga yang terdampak.

Selain itu, pemerintah daerah dan organisasi kemanusiaan menyiapkan pendampingan psikologis bagi santri dan keluarga korban untuk membantu mereka mengatasi trauma pasca-tragedi.

Analisis Dampak Tragedi

1. Dampak terhadap keluarga santri

Keluarga korban mengalami duka mendalam, kehilangan anggota keluarga, dan membutuhkan dukungan emosional dan finansial. Banyak yang juga kehilangan pekerjaan sementara karena harus mendampingi anggota keluarga yang dirawat di rumah sakit.

2. Dampak terhadap reputasi dan keamanan pesantren

Tragedi ini membuka perhatian publik terhadap standar keamanan bangunan pesantren, terutama untuk bangunan lama yang sering digunakan untuk aktivitas ibadah berjamaah. Banyak pesantren lain kini juga melakukan inspeksi untuk memastikan keselamatan santri.

3. Pelajaran terkait keselamatan

  • Pentingnya audit struktur bangunan secara rutin.
  • Kewajiban mengikuti prosedur konstruksi dan memperhatikan kapasitas beban.
  • Kesadaran bahwa keselamatan fisik sama pentingnya dengan pendidikan agama.

Hikmah Spiritual: Ibadah dalam Keadaan Apapun

Salah satu hal paling menyentuh dari tragedi ini adalah keteguhan para santri yang sedang beribadah ketika musibah terjadi. Mereka menunjukkan ikhlas dan istiqamah dalam menjalankan ibadah, bahkan dalam kondisi yang penuh risiko.

Beberapa pelajaran spiritual yang bisa diambil:

1. Kesabaran -- Allah SWT berfirman:

"Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 153)

2. Tawakal -- menyerahkan segala urusan kepada Allah, meski kita sudah berusaha sebaik mungkin menjaga keselamatan.

3. Istiqamah dalam ibadah -- pentingnya menjaga konsistensi ibadah di tengah cobaan, karena setiap amal akan dicatat dan diberi ganjaran oleh Allah.

4. Saling menolong -- membantu sesama yang tertimpa musibah adalah bentuk ibadah sosial yang sangat dianjurkan.

Tragedi ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa ibadah bukan hanya rutinitas, tapi juga ujian kesungguhan dan keteguhan hati.

Kesimpulan

Ponpes Al Khoziny Sidoarjo adalah simbol pendidikan Islam yang telah berusia hampir satu abad, melahirkan banyak ulama dan tokoh masyarakat. Namun, tragedi runtuhnya bangunan mushala menjadi pengingat bahwa keselamatan fisik, pengawasan konstruksi, dan kepatuhan prosedur harus menjadi prioritas di setiap lembaga pendidikan.

Selain itu, kisah para santri yang sedang beribadah menunjukkan bahwa keteguhan iman, kesabaran, dan tawakal adalah pelajaran hidup yang bisa diambil dari setiap musibah. Semoga kita semua terinspirasi untuk tetap menjalankan ibadah dengan ikhlas dan istiqamah, serta saling menjaga keselamatan diri dan orang lain di sekitar kita.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun