Mohon tunggu...
devi nailul
devi nailul Mohon Tunggu... Mahasiwa

Mahasiswa semester 6 yang lagi mengembangkan hobi menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Rekayasa Genetik dalam Perspektif Islam: Telaah terhadap Dampak Kesehatan, Lingkungan, dan Keabsahan Syariat

19 Juni 2025   13:17 Diperbarui: 19 Juni 2025   13:14 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam setiap aktivitas kehidupan, umat Islam diingatkan untuk tidak lepas dari kaidah dan nilai-nilai Islam. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 30, manusia diciptakan atas dasar fitrah dan diperintahkan untuk tetap lurus pada agama-Nya. Maka dari itu, segala bentuk kemajuan teknologi, termasuk rekayasa genetika, harus dikaji dan ditelaah berdasarkan prinsip syariat. Rekayasa genetika atau Genetically Modified Organism (GMO) telah berkembang pesat, terutama pada tumbuhan, hewan, dan bahkan manusia. Meski menawarkan berbagai manfaat, banyak kalangan menyoroti sisi negatif dari produk-produk ini. Salah satu isu utama dalam rekayasa genetika tumbuhan adalah potensi efek samping terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Produk-produk transgenik seperti kedelai, jagung, tomat, dan lain sebagainya diketahui dapat memicu alergi, resistensi antibiotik, hingga gangguan hormonal dan sistem imun. 

Penelitian terhadap tikus menunjukkan berbagai dampak negatif seperti kelainan lambung, gangguan organ hati dan testis, hingga pertumbuhan abnormal dan kematian dini. Dari sisi lingkungan, penanaman tumbuhan GMO secara luas dikhawatirkan mengurangi keanekaragaman hayati, memunculkan gulma dan serangga resisten, serta menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem. Oleh karena itu, penting untuk melakukan pengawasan yang ketat dan menyeluruh terhadap distribusi dan konsumsi produk-produk ini. Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri telah mengeluarkan Fatwa Nomor 35 Tahun 2013 tentang rekayasa genetika, yang menyatakan bahwa rekayasa genetika diperbolehkan (mubah) selama dilakukan untuk kemaslahatan, tidak membahayakan, dan tidak menggunakan bahan-bahan yang haram seperti bagian tubuh manusia atau babi. Produk GMO pun dianggap halal asalkan memenuhi syarat-syarat tersebut. 

Dalam konteks GMO pada hewan, perkembangan teknologi bahkan telah memungkinkan penghidupan kembali spesies yang telah punah. Sebuah penelitian di Universitas Yamanashi Jepang berhasil mengkloning tikus dari DNA yang telah membeku. Namun, perkembangan ini juga menimbulkan pertanyaan etis, terutama bila diterapkan pada manusia. Kloning manusia merupakan topik yang sangat kontroversial. Dalam perspektif Islam, tindakan ini bertentangan dengan prinsip menjaga garis keturunan (hifzh al-nasl), yang menjadi salah satu dari lima tujuan pokok syariat (maqashid syariah). Jika garis keturunan rusak, maka hukum-hukum terkait pernikahan, nasab, warisan, dan hubungan muhrim pun ikut kabur. Kloning manusia, terutama yang memungkinkan keturunan tanpa pasangan, juga membuka celah bagi hubungan yang tidak sah dalam pandangan agama. 

Para ulama ushul fiqh membagi hukum Islam dalam dua kategori besar: hukum taklifi dan hukum wadh’i. Hukum taklifi berkaitan dengan perintah dan larangan (pahala dan dosa), sedangkan hukum wadh’i menyangkut sah atau tidaknya suatu perbuatan secara hukum. Dalam menilai bioteknologi modern, pendekatan hukum taklifi lebih relevan karena mempertimbangkan dampak etis dan spiritual. Al-Qur’an secara eksplisit menyebutkan tahapan penciptaan manusia dalam surat Al-Mursalat ayat 20-23 dan As-Sajadah ayat 9, yang menegaskan proses penciptaan melalui air yang hina (sperma) yang ditanam di rahim, hingga ditiupkan ruh oleh Allah. Tidak satu pun ayat yang menyebut penciptaan melalui kloning atau penggandaan. Hal ini menegaskan bahwa penciptaan manusia harus tetap pada jalan yang ditetapkan-Nya. 

Kesimpulannya, bioteknologi modern seperti GMO dapat diterima dalam Islam selama membawa manfaat, tidak menimbulkan mudarat, dan tidak mengandung unsur haram. Namun, pada saat yang sama, umat Islam juga harus waspada terhadap dampak negatif dari rekayasa genetika, baik terhadap kesehatan manusia, keseimbangan ekosistem, maupun nilai-nilai moral dan spiritual. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Tidak boleh melakukan perbuatan yang mencelakakan diri sendiri dan orang lain.” Maka dari itu, setiap inovasi teknologi hendaknya selalu dikaji dengan prinsip maslahah (kemanfaatan) dan mafsadah (kerusakan), agar tidak menyimpang dari fitrah dan petunjuk Ilahi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun