Mohon tunggu...
Devi Kumalasari
Devi Kumalasari Mohon Tunggu... -

add akun twitternya vie ya @vie_kumalasari

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melihat Secara Bijak Kasus WNI yang Bermasalah di Luar Negeri

27 Maret 2014   21:55 Diperbarui: 4 April 2017   16:18 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah Indonsia tidak pernah diam dan terus melakukan upaya secara maksimal dalam menangani WNI yang bermasalah di luar negeri. Presiden SBY menegaskan, mendengar ada warga negara Indonesia (WNI), entah TKI atau bukan, disiksa di luar negeri, pemerintah pasti akan segera bertindak, apalagi dijatuhi hukuman mati. Sekalipun itu kesalahan WNI sendiri. Tidak benar pemerintah tidak bekerja dalam kasus Satinah.

"Saat mendengar TKI kita tidak mendapat perlindungan baik, bahkan ada yang disiksa, jangankan yang lain, saya pun akan bertindak segera," ujar Presiden SBY.

Di manapun WNI mengalami perlakukan tidak menyenangkan, lanjut SBY, pemerintah pasti akan memberikan bantuan kemanusiaan dan hukum. Namun terkadang masyarakat kurang mendapat informasi yang jelas ketika ada WNI yang dijatuhi vonis mati, seolah-olah mereka tidak bersalah.

"Kalau kita menjatuhi hukuman mati kepada warga negara asing, pastilah yang bersangkutan melakukan kejahatan berkategori berat," ujar Presiden SBY.

Isu WNI yang dijatuhi hukuman mati menjadi sangat sensitif, seperti dalam kasus Satinah. Masyarakat masih sulit membedakan apakah WNI yang mengalami permasalah di luar negeri itu akibat kesalahannya sendiri atau bukan.

Dalam kasus Satinah, pemerintah sudah dan terus bekerja maksimal. "Jadi, kalau masyarakat beranggapan pemerintah tidak bekerja, itu keliru besar. Pemerintah terus melakukan segala upaya untuk (Satinah) diampuni. Paling tidak hukumannya dikurangi," ujar Presiden SBY tegas.

Presiden menyadari ada sensitivitas tertentu jika berkaitan dengan hukuman mati. Wajib hukumnya bagi pemerintah, baik salah ataupun tidak, untuk mengurangi hukumannya. Tetapi, SBY mengingatkan, aspek lainnya adalah ini (kasus Satinah) merupakan kejahatan. Sama seperti kejahatan yang dilakukan WNI di dalam negeri kita.

"Poin saya adalah, setiap WNI yang tinggal dan bekerja di luar negeri harus kita berikan pembekalan atau sosialaisasi untuk tidak melakukan tindak kejahatan. Aya bersama menjaga perilaku saudara-saudara kita di luar negeri," kata Presiden berpesan.

Seperti diketahui hingga Maret 2014, sebanyak 176 WNI sudah bebas dari ancaman hukuman mati. Pembebasan itu dilakukan dengan berbagai upaya mulai dari membentuk tim di Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), dan Kementerian Luar Negeri, hingga diplomasi langsung Presiden SBY kepada kepala negara/kepala pemerintahan setempat.

Namun demikian, Menko Polhukam Djoko menilai masyarakat harus adil dalam menyikapi persoalan ini. Satinah binti Jumadi Ahmad Rabin (40), TKI asal Dusun Mruten RT 02 RW 03, Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah dijatuhi hukuman mati karena terbukti melakukan pembunuhan dan perampokan terhadap majikannya Nurah binti Muhammad Al Gharib (70).

Satinah juga terbukti mengambil uang milik korban 37.970 riyal atau setara Rp119 juta. Pemerintah berupaya membebaskan Satinah dari hukuman mati dengan menurunkan hukuman mati melalui pembayaran diyat. Keluarga korban awalnya meminta diyat 15 juta riyal atau Rp45 miiar, namun dengan berbagai pendekatan, turun menjadi 7 juta riyal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun