Mohon tunggu...
Devi Ratnasari
Devi Ratnasari Mohon Tunggu... Mahasiswi Stit Sunan Giri Bima

Hobi Membaca dan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mozaik Wajah Mahasiswa: Potret Jiwa dalam Lorong Kampus

26 Juli 2025   08:22 Diperbarui: 26 Juli 2025   08:22 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media belajar (Sumber: Unplash.Com) 

"Manusia tidak dilahirkan untuk sekadar hidup, tetapi untuk memahami kehidupan." Kalimat Kierkegaard tersebut menyentuh sisi terdalam perenungan tentang keberadaan manusia---terlebih, mereka yang tengah menempuh fase peralihan dari remaja menuju dewasa: para mahasiswa. Dalam wajah-wajah muda yang berjalan tergesa di pelataran kampus, dalam raut mereka yang menatap layar penuh gugup saat dosen menyodorkan tugas tak terduga, di sanalah kita melihat fragmen-fagmen dari sebuah perjuangan: belajar tentang hidup, dan hidup dalam pembelajaran.

Kampus bukanlah sekadar lembaga akademik yang menjanjikan selembar ijazah di akhir perjalanan. Ia adalah miniatur dunia nyata, tempat kepribadian diuji, tekad diuji, cita-cita dipertanyakan, dan jati diri perlahan dibentuk. Di antara dinding kelas dan taman kampus, kita menemukan potret keanekaragaman yang tak bisa disederhanakan hanya dalam nilai IPK atau absensi.

Dalam kanvas luas bernama dunia perkuliahan ini, terdapat beragam warna dan karakter manusia. Setiap mahasiswa, bagaikan tokoh dalam sebuah novel panjang, memiliki alur masing-masing. Ada yang penuh semangat seperti matahari pagi, ada yang redup seperti senja murung, ada pula yang tampak biasa namun menyimpan badai dalam diam.

Ada beberapa tipe-tipe mahasiswa yang umum kita temui, bukan untuk menghakimi, tetapi untuk menyelami hakikat pendidikan yang sesungguhnya: pembentukan manusia, bukan sekadar pengisi bangku kuliah.

1. Sang Aktivis Kampus: Pelopor Gerakan dan Suara Kebenaran

Mereka yang mengisi hari-harinya bukan hanya dengan catatan kuliah, tapi juga dengan orasi, diskusi, dan mimbar bebas. Di tangannya, megafon bukan sekadar alat bicara---melainkan senjata melawan ketimpangan. Ia hadir di ruang seminar, turun ke jalan saat ketidakadilan mengetuk nurani, dan memeluk gagasan-gagasan besar yang melampaui dinding fakultas.

Sang aktivis adalah mereka yang percaya bahwa ilmu bukan hanya untuk diri sendiri, tapi untuk mengangkat derajat kaum tertindas. Meski sering kali dianggap "terlalu sibuk dengan dunia luar", mereka sesungguhnya adalah penjaga ruh idealisme dalam kampus yang kian pragmatis.

Namun tak jarang pula, mereka bergumul dengan dilema: antara idealisme dan realitas, antara perjuangan dan tanggung jawab akademik. Tapi begitulah perjuangan: tak pernah datang tanpa luka.

2. Sang Akademisi Murni: Pemeluk Ilmu dengan Setia

Jika kau mencari mereka, pergilah ke perpustakaan atau ruang dosen. Mereka yang mencintai ilmu bukan sekadar karena tuntutan, tetapi karena rasa haus yang tak pernah tuntas. Buku bukan beban, melainkan sahabat. Tugas bukan tekanan, tapi kesempatan belajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun