Mohon tunggu...
ADE PUTRA
ADE PUTRA Mohon Tunggu... lainnya -

Saya ingin menjadi seseorang yang dibanggakan orang lain dan bisa membantu apa saja kesusahan orang lain semaksimal mungkin...

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Patologi (Osteogenesis Imperfecta, Anemia Sel Sabit, dan Fibrosis Kistik)

8 Februari 2014   15:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:02 2716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

OSTEOGENESIS IMPERFECTA, ANEMIA SEL SABIT, DAN FIBROSIS KISTIK

Disusun Oleh: Kelompok 3 Tingkat I Ekstensi KEMENTERIAN KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG JURUSAN KEPERAWATAN 2010 OSTEOGENESIS IMPERFECTA, ANEMIA SEL SABIT, DAN FIBROSIS KISTIK

Disusun Oleh: 1). Ade Putra (09200 041) 2). Amelda Jamilasari (09200 042) 3). Marlina (09200 063) 4). Pran Sinatra (09200 067) KEMENTERIAN KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG JURUSAN KEPERAWATAN 2010 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penyusun masih diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul “ Osteogenesis Imperfecta, Anemia Sel Sabit, dan Fibrosis Kistik ” ini disusun untuk memenuhi tugas mahasiswa dari mata kuliah Patologi di Jurusan Keperawatan Tanjungkarang. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Gustop Amatiria, Skp. M. Kes selaku dosen mata kuliah Patologi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesaikannya makalah ini. 2. Rekan-rekan dan semua pihak yag telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini dimasa mendatang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan para mahasiswa dan masyarakat dan pembaca. Bandar Lampung, April 2010 Penyusun DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa penyebab penting dari penyakit pada manusia adalah agen infeksi, trauma mekanis, bahan kimia beracun, radiasi, suhu yang ekstrim, masalah gizi dan stress psikologik. Walaupun faktor ekstrinsik ini merupakan penyebab penting dari kesengsaraan manusia, tetapi pandangan tentang penyakit yang hanya memperhitungkan faktor-faktor ini tidaklah lengkap. Karena penyakit sesungguhnya merupakan bagian dari hidup individu yang sakit, karena itu harus juga dipertimbangkan mekanisme respon intrinsik dari individu tersebut dan semua proses biologis yang terpengaruh oleh agen ekstrindik tertentu. Beberapa penyakit pada manusia timbul sebagai akibat langsung dari abnormalitas DNA. Dasar persoalannya dapat melibatkan gen tunggal, gen majemuk atau keseluruhan kromosom. Ekspresi dari abnormalitas dapat bervariasi dari mulai malformasi anatomis yang terlokalisir, sampai kepada masalah kimiawi dan metabolic yang komplek atau meningkatnya kerentanan terhadap sesuatu dari lingkungan. 1.2 Tujuan Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang beberapa penyakit terhadap cara penularannya. Tujuan Khusus Untuk mengetahui pengetahuan perawat tentang beberapa penyakit dengan cara perawatannya. 1.3 Manfaat 1. Bagi Rumah Sakit Diperoleh bahan masukan bagi rumah sakit untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang beberapa penyakit terhadap cara perawatannya sehingga dapat diberikan tindak lanjut dan peningkatan mutu perawatan pasien. 2. Bagi Instansi Pendidikan Diperolehnya informasi tentang pelaksanaan riset sebagai bahan masukan bagi mahasiswa yang melaksanakan pendidikan 3. Bagi Peneliti Untuk menambah pengetahuan penulis khususnya tentang penyakit dan merupakan suatu pengalaman baru bagi peneliti atas informasi yang diperoleh selama penelitian dan dapat menjadi sumber bagi peneliti lain. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Osteogenesis Imperfecta 2.1.1 Pengertian Osteogenesis imperfecta adalah kelompok gangguan pada pembentukan tulang yang membuat tulang mudah patah/menjadi rapuh secara abnormal. Osteogenesis imperfecta merupakan kelompok gangguan paling terkenal yang mengganggu pertumbuhan tulang ; gangguan ini disebut osteodysplasis. Osteogenesis imperfecta (OI) atau brittle bone disease adalah kelainan pembentukan jaringan ikat yang umumnya ditandai dengan tulang mudah patah, kelainan pada ligamen, kulit, sklera, gigi, ataupun tuli. Pada osteogenesis imperfecta, sintesis pada kolagen, salah satu komponen normal pada tulang, rusak. Tulang tersebut menjadi lemah dan mudah retak. Osteogenesis imperfekta merupakan suatu penyakit keturunan. Penyakit ini terjadi akibat adanya kelainan pada jumlah atau struktur kolagen tipe I, yang merupakan bagian penting dari tulang. Osteogenesis imperfekta ditemukan pada 1 diantara 20.000 bayi. Tulang mudah patah sehingga bayi biasanya terlahir dengan banyak tulang yang patah. Selama persalinan berlangsung, bisa terjadi trauma kepala dan perdarahan otak karena tulang tengkorak sangat lembut; bayi bisa meninggal dalam beberapa hari setelah lahir. Banyak bayi yang bertahan hidup, tetapi patah tulang multipel seringkali menyebabkan kelainan bentuk dan dwarfisme (cebol). Jika otaknya tidak terkena, maka kecerdasannya adalah normal. 2.1.2 Etiologi Hampir 90% bentuk klinis (tipe) Osteogenesis Imperfecta disebabkan oleh kelainan struktural atau produksi  dari prokolagen tipe I (COL1A1 dan COL1A2), komponen  protein utama matriks ekstraselular tulang dan kulit. Sekitar 10% kasus klinis yang tak jelas, tidak didapat kelainan biokimia dan molekul prokolagen. Tidak diketahui dengan jelas apakah kasus ini dikarenakan deteksi yang terbatas atau karena kelainan genetik yang heterogen. 2.1.3 Epidemiologi Osteogenesis Imperfecta diturunkan secara autosomal dominan.Pada kasus minoritas dapat ditemukan penurunan secara resesif yang disebabkan oleh mosaicism pada orangtua.Kejadian Osteogenesis Imperfecta diperkirakan 1 per 20.000 kelahiran hidup. Tidak ada perbedaan menurut ras dan jenis kelamin. Usia penderita saat gejala muncul, terutama gejala mudah patahnya tulang, sangat bervariasi. Pada bentuk yang ringan, penderita bisa tidak mengalami patah tulang sampai masa dewasa. Sedangkan pada bentuk yang berat patah tulang dapat dialami sejak dalam uterus/ prenatal. 2.1.4 Patogenesis Prokolagen tipe I adalah struktur protein utama yang menyusun matriks tulang dan jaringan fibrous lainnya, seperti kapsul organ, fasia, kornea, sklera, tendon, selaput otak dan dermis.Sekitar 30% berat badan manusia terdiri dari prokolagen tipe I.Secara struktural, molekul prokolagen tipe I  berbentuk triple helix, terdiri dari  2 rantai proα1 (I) (disebut COL1A1, dikode pada kromosom 17) dan 1 rantai  proα2 (I) (disebut COL1A2, dikode pada kromosom 7).Masing-masing rantai triple helix itu dibentuk oleh rangkaian 388 asam amino Gly-X-Y yang berulang. Prolin sering berada di posisi X, sedangkan hidroksiprolin atau hidroksilisin sering berada di posisi Y. Glisin (Gly) merupakan asam amino terkecil yang mempunyai struktur cukup padat dan berperan penting sebagai poros dari helix sehingga bila terjadi mutasi akan sangat mengganggu struktur dan produksi helix.Prokolagen yang abnormal akan membentuk cetakan yang tak normal sehingga matriks  pelekat tulang pun tak normal dan tersusun tak beraturan. Beberapa protein bukan kolagen dari matriks tulang juga berkurang.Hal ini menyebabkan adanya penurunan pembentukan tulang, osteopenia, dan terjadi kerapuhan sehingga meningkatkan angka kepatahan (fraktur).Lebih dari 200 mutasi yang berbeda mempengaruhi sintesis atau struktur prokolagen tipe I ditemukan pada penderita Osteogenesis Imperfecta. Jika mutasi tersebut menurunkan produksi/sintesis prokolagen tipe I, maka terjadi Osteogenesis Imperfecta fenotip ringan (osteogenesis imperfecta tipe I), namun jika mutasi menyebabkan gangguan struktur prokolagen tipe I maka akan terjadi Osteogenesis Imperfecta fenotip yang lebih berat (tipe II, III, dan IV).Kelainan struktur itu pada dasarnya terbagi menjadi dua macam, yaitu 85% karena point mutation akibat glisin digantikan oleh asam amino lain dan sisanya karena kelainan single exon splicing.Masing-masing rantai kolagen sebagai triple helix prokolagen, disekresikan ke ruang ekstraseluler. Domain amino- dan carboxyl-terminal dipecah di ruang ekstraseluler, mengalami maturitas, kemudian dirangkai, di tulang akan mengalami mineralisasi. 2.1.5 Manifestasi Klinis Osteogenesis imperfecta mempunyai ciri khas rapuhnya skletal dalam berbagai derajat. Fraktur dan deformitas tulang terjadi walau dengan trauma ringan.Sistem klasifikasi yang paling sering dipakai untuk membedakan tipe Osteogenesis Imperfecta adalah yang dibuat oleh Sillence dkk. Klasifikasi tersebut didasarkan pada gejala klinis, genetik, dan kriteria radiografi.Gejala klinisnya sangat bervariasi antarpenderita walaupun dalam tipe yang sama. Tipe-tipe tersebut antara lain : 1. Tipe I (Ringan) Bentuk Osteogenesis Imperfecta paling ringan dan paling sering ditemukan, bahkan sering ditemukan dalam suatu pedigree keluarga yang besar. Diturunkan secara autosomal dominan dan disebabkan oleh menurunnya produksi/ sintesis prokolagen tipe I (functional null alleles).Kebanyakan penderita tipe I mempunyai sklera berwarna biru, fraktur berulang pada masa anak-anak tapi tidak sering, dan ketulian (30-60% pada usia 20-30 tahun).Fraktur terjadi karena trauma ringan – sedang dan menurun setelah pubertas. Terdapat dua subtipe yaitu subtipe A bila tidak disertai dentinogenesis imperfecta dan subtipe B bila disertai dentinogenesis imperfecta.Kelainan lainnya yang bisa ditemukan antara lain mudah memar, kelemahan sendi dan otot, kifoskoliosis, dan perawakan pendek ringan dibanding anggota keluarga lainnya. 2. Tipe II (Sangat berat/ perinatal lethal) Penderita sering lahir mati atau meninggal pada tahun pertama kehidupan dengan berat lahir dan panjang badan kecil untuk masa kehamilan.Kematian terutama disebabkan karena distres pernafasan, juga karena malformasi atau perdarahan sistem saraf pusat.Terjadi karena mutasi baru yang diturunkan secara autosomal dominan (jarang resesif) akibat penggantian posisi glisin pada triple helix prokolagen tipe I dengan asam amino lain. Tulang rangka dan jaringan ikat lainnya sangat rapuh. Terdapat fraktur multipel tulang panjang intrauterin yang terlihat sebagai crumpled appearance pada radiografi. Selain itu juga dapat terjadi pada tulang tengkorak dan atau vertebra. Tulang tengkorak tampak lebih besar dibanding ukuran tubuh dengan pembesaran fontanela anterior dan posterior.Fraktur multipel tulang iga membentuk gambaran manik-manik (beaded appearance), thoraks yang sempit ikut berperan dalam terjadinya distres pernafasan.Penderita mungkin mempunyai hidung yang kecil dan/mikrognatia.Sklera berwarna biru gelap-keabuan. 3. Tipe III (Berat/Progresif) Merupakan tipe dengan manifestasi klinis paling berat namun tidak mematikan yang menghasilkan gangguan fisik signifikan, berupa sendi yang sangat lentur, kelemahan otot, nyeri tulang kronis berulang, dan deformitas tengkorak. Terjadi karena point mutation atau frame shift mutation pada prokolagen tipe I yang diturunkan secara autosomal dominan atau resesif. Berat badan dan panjang lahir sering rendah. Fraktur sering terjadi dalam uterus. Setelah lahir, fraktur sering terjadi tanpa sebab dan sembuh dengan deformitas. Kebanyakan penderita mengalami perawakan pendek. Bentuk wajah relatif triangular dan makrosefali. Sklera bervariasi dari putih hingga biru. Sering dijumpai dentinogenesis imperfecta (80% pada anak usia < 10 tahun). Disorganisasi matriks tulang menyebabkan gambaran popcorn pada metafisis, dilihat dari gambaran radiologi. 4. Tipe IV (Tak terdefinisi/ Moderately severe) Terjadi karena point mutation atau delesi kecil pada prokolagen tipe I yaitu pada rantai COL1A2, kadang pada COL1A1.Merupakan tipe Osteogenesis Imperfecta yang paling heterogen karena memasukkan temuan-temuan pada penderita yang tidak tergolong dalam 3 tipe sebelumnya. Fraktur dapat terjadi dalam uterus dengan tulang panjang bawah bengkok yang tampak sejak lahir. Sering terjadi fraktur berulang, kebanyakan penderita mempunyai tulang yang bengkok walau tidak sering mengalami fraktur. Frekuensi fraktur berkurang setelah masa pubertas. Penderita tipe ini memerlukan intervensi ortopedik dan rehabilitasi tetapi biasanya mereka dapat melakukan ambulasi sehari-hari. Penderita mengalami perawakan pendek moderate. Warna sklera biasanya putih. Dapat dijumpai dentinogenesis imperfecta, sehingga beberapa penulis membedakan tipe ini menjadi 2 subtipe yaitu subtipe A bila tidak disertai dentinogenesis imperfecta dan subtipe B bila disertai dentinogenesis imperfecta. Gambaran radiologi dapat menunjukkan osteoporotik dan kompresi vertebraAdanya penelitian mikroskopik terhadap tulang penderita Osteogenesis Imperfecta membawa penemuan tipe-tipe baru Osteogenesis Imperfecta. Para peneliti menemukan beberapa penderita yang secara klinis termasuk tipe IV mempunyai pola yang berbeda pada tulangnya. Mereka menamakan sebagai Osteogenesis Imperfecta tipe V dan tipe VI. Penyebab mutasi pada kedua tipe ini belum dapat diidentifikasi, namun diketahui penderita kedua tipe ini tidak mengalami mutasi pada gen prokolagen tipe I.Pada tahun 2006 ditemukan 2 tipe baru Osteogenesis Imperfecta yang diturunkan secara resesif. Kedua tipe ini disebabkan oleh kelainan gen yang mempengaruhi pembentukan kolagen tapi bukan mutasi kolagen secara primer. 2.1.6 Diagnosis Diagnosis Osteogenesis Imperfecta ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit yang sama pada keluarga dan atau manifestasi klinis yang berbeda-beda tiap penderita, dari tipe ringan sampai berat, ditambah dengan beberapa pemeriksaan penunjang.Manifestasi klinis yang bisa ditemukan antara lain sering fraktur berulang, perawakan pendek, sklera berwarna biru, masalah gigi (dentinogenesis imperfecta), dan gangguan pendengaran yang makin progresif setelah masa pubertas.Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan: a). Laboratorium biokimia dan molecular Analisa sintesa kolagen didapat melalui kultur fibroblas dari biopsi kulit, terutama untuk mendeteksi osteogenesis imperfecta tipe I, III dan IV. Analisa mutasi DNA prenatal dilakukan pada kehamilan dengan resiko Osteogenesis Imperfecta, melalui kultur villus korion.Pemeriksaan kombinasi antara analisa DNA dan biopsi kolagen akan mendeteksi hampir 90% dari semua tipe mutasi gen pengkode prokolagen tipe I. b). Pencitraan Radiografi tulang skeletal setelah lahir (bone survey). Bentuk ringan (tipe I) tampak korteks tulang panjang yang menipis, tidak tampak deformitas tulang panjang.Bisa menunjukkan gambaran Wormian (Wormian bones) pada cranium. Bentuk sangat berat (tipe II) tampak gambaran manik-manik (beaded appearance) pada tulang iga, tulang melebar, fraktur multipel dengan deformitas tulang panjang.Bentuk sedang dan berat (tipe III dan IV) tampak metafisis kistik atau gambaran popcorn pada kartilago, tulang dapat normal atau melebar pada awalnya kemudian menipis, dapat ditemukan fraktur yang menyebabkan deformitas tulang panjang, sering disertai fraktur vertebra.Sinar-X bisa memperlihatkan stuktur tulang yang tidak normal yang diduga osteogenesis imperfecta. Biopsi tulang digunakan untuk mengobati diagnosa tersebut. Pemeriksaan yang disebut audionetry dilakukan seringkali sepanjang masa kanak-kanak untuk memantau pendengaran. Densitas mineral tulang (bone densitometry) diukur dengan Dual-Energy X-Ray Absorptiometry (DEXA) yang menghasilkan nilai rendah pada penderita.Ultrasonografi prenatal pada minggu 15-18 kehamilan untuk mendeteksi kelainan panjang tulang anggota badan.Yang tampak dapat berupa gambaran normal (tipe ringan) sampai dengan gambaran isi intrakranial yang sangat jelas karena berkurangnya mineralisasi tulang kalvaria atau kompresi kalvaria. Selain itu dapat juga ditemukan tulang panjang yang bengkok, panjang tulang berkurang (terutama tulang femur), dan fraktur iga multipel.USG prenatal ini terutama untuk mendeteksi Osteogenesis Imperfecta tipe II. 2.1.7 Tatalaksana Penderita dengan OI memerlukan penanganan tim medis multidisiplin ilmu.Pada beberapa kasus, penanganan perlu dimulai sejak lahir. Namun  karena penyakit ini didasari oleh kelainan genetik maka tidak didapatkan pengobatan yang efektif. Obat-obatan bisphosphonate (seperti pamidronate, alendronate, etidronate, dan risedronate) bisa menguatkan tulang. Pengobatan pada tulang yang patah adalah serupa untuk anak dengan osteogenesis imperfecta sebagaimana untuk anak tanpa gangguan tersebut. meskipun begitu, tulang yang patah bisa menjadi berubah bentuk atau gagal untuk bertumbuh. Akibatnya, pertumbuhan tubuh bisa menjadi tetap kerdil pada anak dengan tulang yang banyak patah, dan kelainan bentuk sering terjadi. Tulang bisa membutuhkan stabilitasi dengan tangkai logam (tangkai intramedullary). Menggunakan alat untuk menghindari bahkan luka kecil bisa membantu mencegah keretakan. 1). Medikasi Tujuan utama pengobatan osteogenesis imperfecta adalah mengurangi angka kejadian fraktur, mencegah deformitas tulang panjang dan skoliosis serta meningkatkan luaran fungsional.Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bisfosfonat intravena (pamidronat) memberikan perbaikan bagi anak dengan osteogenesis imperfecta. Bisfosfonat adalah analog sintetis dari pirofosfat, penghambat alami resorpsi tulang osteoklastik sehingga meningkatkan mineralisasi tulang dan memperkuat tulang.Mekanisme kerjanya adalah dengan menekan aktivitas dan juga memperpendek usia hidup osteoklas. Salah satu penelitian oleh Glorieux dkkpada 30 anak osteogenesis imperfecta tipe III dan IV, berusia 3-16 tahun yang diterapi dengan pamidronat dosis 1,5-3 mg/kg berat badan/hari selama 3 hari berturut-turut, diulang tiap 4-6 bulan selama 1,5 tahun. Penelitian ini melaporkan pemakaian pamidronat menyebabkan densitas mineral tulang dan penebalan korteks metakarpal meningkat, penurunan insiden fraktur yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologis, mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan kualitas hidup.Penggunaan bisfosfonat oral (alendronat) pada anak osteogenesis imperfecta masih terus diteliti.Laporan kasus di Turki setelah pemakaian alendronat 5 mg tiap hari selama 36 bulan pada anak laki-laki berusia 8 tahun  menunjukkan peningkatan densitas mineral tulang dan menurunkan insiden fraktur secara signifikan.Penelitian yang membandingkan pemakaian bisfosfonat intravena dan oral oleh Dimeglio dkkmenunjukkan bahwa keduanya sama-sama meningkatkan densitas mineral tulang, menurunkan petanda biokimia dari pertumbuhan (turnover) tulang, dan mempercepat pertumbuhan linear.Mereka juga menyimpulkan bahwa pemakaian bisfosfonat intravena dan oral pada anak osteogenesis imperfecta sama efektifnya terutama pada tipe osteogenesis imperfecta ringan. Selain itu pemakaian secara oral lebih diterima oleh anak-anak dan praktis dibandingkan dengan pemakaian intravena.Penderita osteogenesis imperfecta yang rentan terhadap trauma dan memerlukan imobilisasi jangka lama akibat frakturnya sering menyebabkan defisiensi vitamin D dan kalsium pada anak. Karena itu diperlukan suplementasi vitamin D 400-800 IU dan kalsium 500-1000 mg sebagai profilaktik walau tidak memperbaiki penyakit OI sendiri.Terapi potensial lain yang sampai saat ini masih dalam taraf penelitian adalah terapi sel dan gen. Ada dua alternatif pendekatan yang sedang diteliti, pertama mengganti gen mutan dengan sel normal melalui transplantasi sumsum tulang, dan kedua memasukkan ribozym ke dalam sel untuk memecah gen mutan. 2). Bedah ortopedi Tatalaksana ortopedi ditujukan untuk perawatan fraktur dan koreksi deformitas. Fraktur harus dipasang splint atau cast. Pada OI fraktur akan sembuh dengan baik, sedangkan cast diperlukan untuk meminimalkan osteoporosis akibat imobilisasi jangka lama. Koreksi pada deformitas tulang panjang memerlukan prosedur osteotomi dan pemasangan intramedullary rod. 3). Rehabilitasi medik Rehabilitasi fisik dimulai pada usia awal penderita sehingga penderita dapat mencapai tingkat fungsional yang lebih tinggi, antara lain berupa penguatan otot isotonik, stabilisasi sendi, dan latihan aerobik.Penderita tipe I dan beberapa kasus tipe IV dapat mobilisasi spontan.Penderita tipe III kebanyakan memerlukan kursi roda namun tetap tak mencegah terjadinya fraktur berulang. Kebanyakan penderita tipe IV dan beberapa tipe III dapat mobilisasi/ berjalan dengan kombinasi terapi fisik penguatan otot sendi panggul, peningkatan stamina, pemakaian bracing, dan koreksi ortopedi. 4). Konseling genetik Penderita dan keluarga sebaiknya dijelaskan mengenai kemungkinan diturunkannya penyakit ini pada keturunannya. Osteogenesis imperfecta adalah penyakit autosomal dominan, sehingga penderita mempunyai resiko 50% untuk menurunkan pada turunannya.Selain itu juga perlu didiskusikan mengenai kemungkinan adanya mutasi baru seperti somatik asimtomatik dan germline mosaicsm. 2.1.8 Prognosis Osteogenesis imperfecta merupakan kondisi kronis yang membatasi tingkat fungsional dan lama hidup penderita.Prognosis penderita OI bervariasi tergantung klinis dan keparahan yang dideritanya. Penyebab kematian tersering adalah gagal nafas.Bayi dengan OI tipe II biasanya meninggal dalam usia bulanan - 1 tahun kehidupan. Sangat jarang seorang anak dengan gambaran radiografi tipe II dan defisiensi pertumbuhan berat dapat hidup sampai usia remaja. Penderita OI tipe III biasanya meninggal karena penyebab pulmonal pada masa anak-anak dini, remaja atau usia 40 tahun-an sedangkan penderita tipe I dan IV dapat hidup dengan usia yang lebih panjang/ lama hidup penuh. Penderita OI tipe III biasanya sangat tergantung dengan kursi roda. Dengan rehabilitasi medis yang agresif mereka dapat memiliki ketrampilan transfer dan melakukan ambulasi sehari-hari di rumah. Penderita OI tipe IV biasanya dapat memiliki ketrampilan ambulasi di masyarakat juga tak tergantung dengan sekitarnya. 2.2 Anemia Sel Sabit 2.2.1 Pengertian Anemia sel sabit adalah kondisi serius di mana sel-sel darah merah menjadi berbentuk bulan sabit, seperti huruf C. Sel darah merah normal berbentuk donat tanpa lubang (lingkaran, pipih di bagian tengahnya), sehingga memungkinkan mereka melewati pembuluh darah dengan mudah dan memasok oksigen bagi seluruh bagian tubuh. Sulit bagi sel darah merah berbentuk bulan sabit untuk melewati pembuluh darah terutama di bagian pembuluh darah yang menyempit, karena sel darah merah ini akan tersangkut dan akan menimbulkan rasa sakit, infeksi serius, dan kerusakan organ tubuh. Anemia sel sabit adalah sejenis anemia kongenital dimana sel darah merah berbentuk menyerupai sabit, karena adanya hemoglobin abnormal. Penyakit Sel Sabit (sickle cell disease adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik kronik. Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit.  Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut. Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah, menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan organ dan mungkin kematian. 2.2.2 Sejarah a). Huraian Penyakit Sel Sabit Dalam kesusasteraan barat, huraian pertama penyakit sel sabit diperkenalkan oleh seorang doktor Chicago, James B Herrick. Pada tahun 1910, beliau menyatakan pesakit beliau yg berasal daripada barat Indies telah mendapat anemia berunsur sel sel merah yang luar biasa yang berbentuk "sabit". b). Hubungan Bagi Sel Merah Menyabit Untuk Oksigen Pada 1927, Hahn dan Gillespie menunjukkan sel-sel merah berbentuk sabit ialah berkaitan dengan kekurangan oksigen. c). Pengoksigenan Dan Hemoglobin Pada 1940, Sherman (seorang pelajar pada Johns Hopkins Medical School) menyatakan kemunculan birefingence dalam ternyahoksigen sel-sel merah, mencadangkan kandungan oksigen yang rendah disebabkan perubahan struktur hemoglobin dalam molekul. d). Peranan Perlindungan Hemoglobin Janin Dalam Penyakit Sel Sabit Janet Watson, satu pediatric hematolist di New York, disarankan pada 1948 bahawa kekurangan itu sel-sel sabit dalam darah periferi newborns adalah kerana kehadiran hemoglobin janin dalam sel sel merah, dan bukannya hemoglobin sabit luar biasa dilihat pada orang-orang dewasa. e). Hemoglobin Luar Biasa Dalam Penyakit Sel Sabit Menggunakan teknik terbaru protein elektroforesis, Linus Pauling dan Harvey Itano menunjukkan pada 1948 bahawa hemoglobin daripada pesakit-pesakit berpenyakit sel sabit adalah berbeza daripada hemoglobin yang normal. f). Penggantian Asid Amino Dalam Hemoglobin Sabit Pada 1956, Vernon Ingram dan JA Hunt mejujukkan hemoglobin sel merah sabit dan telah menunjukkan asid glutamik pada kedudukan 6 digantikan oleh valina dalam penyakit sel sabit. Dengan menggunakan pengetahuan asid-asid amino yang telah diketahui dan codons yang dikodkan, beliau dapat meramal sesuatu mutasi telah berlaku dalam pesakit penyakit sel sabit. Ini menunjukkan penyakit sel sabit adalah disebabkan masalah genetik. g). Obat Bagi Penyakit Sel Sabit Pada 1984, permindahan sumsum tulang telah dijalankan pada seorang kanak-kanak dengan berpenyakit sel sabit dan ini merupakan rawatan pertama yang dapat mengobati penyakit sel sabit. Sebenarmya, pemindahan ini dijalankan untuk merawat leukemia yang kronik. Tetapi, penyakit sel sabit anak dapat dipulihkan pada masa yang sama. h). Rawatan Pencegah Untuk Penyakit Sel Sabit Hidroksiurea ialah obat pertama yang dapat mencegah komplikasi-komplikasi penyakit sel sabit sebagaimana yang ditunjukkan dalam Multicenter Study of Hydroxyurea yang telah disiapkan pada 1995. 2.2.3 Etiologi Anemia sel sabit adalah suatu gangguan resesif otosom yang disebabkan oleh pewarisan dua salinan gen hemoglobin defektif, satu dari masing-masing orangtua. Hemoglobin yang cacat tersebut, yang diberi nama hemoglobin S (HbS), menjadi kaku dan membentuk konfigurasi seperti sabit apabila terjpajan oksigen rendah. sel darah merah pada anemia sel sabit ini kehilangan kemampuannya berubah bentuk sewaktu melewati pembuluh darah yang sempit sehingga aliran darah ke jaringan di sekitarnya tersumbat. Hal ini menyebabkan iskemia (defisiensi darah pada suatu bagian, biasanya akibat konstriksi fungsional atau obstruksi aktual pembuluh darah) dan infark (kematian sel) di berbagai organ tubuh, terutama tulang dan limpa. Penyakit sel sabit adalah hemoglobinopati yang disebabkan oleh kelainan struktur hemoglobin. Kelainan struktur terjadi pada fraksi globin di dalam molekul hemoglobin. Penyakit sel sabit merupakan gangguan genetic resesif autosomal, yaitu individu memperoleh hemoglobin sabit (hemoglobin S) dari kedua orang tua. Oleh karena itu, pasien homozigot (Gelehertr,1999). Individu heterezigot  (gen abnormal diwariskan hanya dari salah satu orang tua). Substitusi asam amino pada penyakit sel sabit mengakibatkan penyusunan kembali sebagian besar molekul hemoglobin jika terjadi deoksigenasi (penurunan tekanan O2). Sel-sel darah merah kemudian mengalami elongasi dan menjadi kaku srta berbentuk sabit. Deoksigenasi dapat terjadi karena, eritrosit yang mengandung Hb S melewati sirkulasi mikro secara lebih lambat daripada eritrosit normal, menyebabkan deoksigenasi. Eritrosit Hb S melekat pada endotel, yang kemudian memperlambat aliran darah. Peningkatan deoksigenasi dapat mengakibatkan  SDM berada di bawah titik kritis dan mengakibatkan pembentukan sabit di dalam mikrovaskuler. Karena kekakuan dan bentuk membrannya yang tidak teratur, sel-sel sabit berkelompok, dan menyebabkan sumbatan pembuluh darah, krisis nyeri, dan infark organ (Linker , 2001). Berulangnya episode pembentukan sabit dan kembali ke bentuk normal menyebabkan membran sel menjadi rapuh dan terpecah-pecah. Sel-sel kemudian mengalami hemolisis dan dibuang oleh system monosimakrofag. Dengan demikian siklus hidup SDM jelas berkurang, dan meningkatnya kebutuhan menyebabkan sumsum tulang melakukan penggantian. Anemia sel sabit merupakan bentuk anemia hemolitik congenital yang palinng sering terjadi. Anemia ini mengenai 1 dari 600 orang AfroAmerika, anemia sel sabit merupakan bentuk sel sabit yang paling sering terjadi. Hb S merupakan 75% sampai 95% hemoglobin; sisanya adalah Hb F yaitu sekitar 1$ sampai 20%. Diagnosis berdasarkan pada riwayat pasien, temuan-temuan fisik, dan evaluasi labortorium. Tes daya larut sel sabit dilakukan untuk memastikan adanya Hb S di dalam SDM. Hal-hal yang dapat menjadi penyebab anemia sel sabit adalah : a. Infeksi b. Disfungsi jantung c. Disfungsi paru d. Anastesi umum e. Dataran tinggi f. Menyelam Penyakit sel sabit hampir secara eksklusif menyerang orang kulit hitam. Sekitar 10% orang kulit hitam di AS hanya memiliki 1 gen untuk penyakit ini (mereka memiliki rantai sel sabit) dan tidak menderita penyakit sel sabit. Sekitar 0,3% memiliki 2 gen dan menderita penyakit sel sabit. 2.2.4 Patofisiologi Defeknya adalah satu substitusi asam amino pada rantia beta hemoglobin karena hemoglobin A normal mengandung dua rantai alfa dan dua rantai beta, maka terdapat dua gen untuk sintesa tiap rantai. Trail sel sabit hanya mendapat satu gen normal, sehingga sel darah merah masih mampu mensintesa kedua rantai beta, jadi mereka mempunyai hemoglobin A dan S sehingga mereka tidak menderita anemia dan tampak sehat.Apabila dua orang dengan trait sel sabit sama menikah, beberapa anaknya s bila ada βakan membawa dua gen abnormal dan mempunyai rantai  hemoglobin S, maka anak akan menderita anemia sel sabit. 2.2.5 Manifestasi Klinis Tanda dan gejala yang terjadi sebagai akibat dari penyumbatan pembuluh darah yang menyebabkan infark pada berbagai organ, seperti ginjal, paru, dan system saraf pusat. Bayi-bayi biasanya asimtomatik selama 5 sampai 6 bulan karena adanya hemoglobin fetus (Hb F), yang cenderung menghambat pembentukan sabit. Manifestasi klinis meliputi sindrom kegagalan-perkembangan, gangguan tumbuh dan kembang, dan seringnya episode inhfeksi bakteri, terutama infeksi pneumokokus. Pada awalnya limpa membesar; akan tetapi karena adanya infark berulang, limpa menjadi atropi dan tidak berfungsi sebelum anak berusia 8 tahun. Proses ini disebut sebagai autosplenektomi kerentanan terhadap infeksi menetap seumur hidup. Harapan hidup berkurang akibat infark yang menyebabkan gagal organ. Tangan dan kaki bengkak, nyeri, meradang (sindrom tangan-kaki yang dikenal sebagai daktilitis) terdapat pada sekitar 20% sampai 50% anak-anak yang berusia kurang dari 2 tahun. Daktilitis disebabkan oleh iskemia dan infark tulang-tulang metacarpal dan metatarsal ; keadaan tersebut disertai demam.”Krisis” nyeri, rekuren, dan melemahkan merupakan penyebab utama morbiditas akibat penyakiit sel sabit. Tempat yang paling sering terkena adalah abdomen, punggung, dada dan sendi. Krisis ini dieksaserbasi oleh infeksi atau dehidrasi, dapat menyerupai penyakit-penykit akut lain dan berlangsung dari beberapa jam hingga beberapa hari. Insiden krisis menurun dengan bertambahnya usia. Dapat juga terjadi krisis aplastik, terutama pada anak-anak, disertai penghentiyan fungsi sumsum tulang yang intermiten dan penurunan jelas eritropoiesis serta jumlah retikulosit. Krisis sekuestrasi visera disertai pembentukan sabit dan pengumpulan darah, terutam di dada, merupakan penyebab utama kematian. Sering terjadi tanda-tanda pada jantung akibat anemia  seperti takikardia atau bising. Dapat juga terjadi pembesaran jantung kongestif. Terkenanya ginjal dapat dibuktikan dengan adanya gangguan kemampuan pemekatan urine , dan infark berulang dapat menyebabkan nekrosis papilla dan hematuria. Infeksi atau infark paru berulang (atau keduanya) menggangu fungsi paru. Infark system saraf pusat (stroke),walaupun jarang, dapat menyebabkan berbagai derajat hemiplegia. Dapat ditemukan ulkus tungkai kronis di atas pergelangan kaki dan di sepanjang sisi media tibia. Karena meningkatnya pemecahan SDM , pasien sering terlihat ikterus dan mengalami kolelithiasis (batu empedu) yang sekunder akibat peningkatan bilirubin. Ampilan fisik berkisar dari kurus astenik hingga perkembangan normal. Manifestasi klinis dilihat dari persistem: a). Sistem jantung : nafas pendek, dispnea sewaktu kerja berat, gelisah b). Sistem pernafasan : nyeri dada, batuk, sesak nafas, demam, gelisah c). Sistem saraf pusat : pusing, kejang, sakit kepala, gangguan BAK dan BAB d). Sistem genitourinaria : nyeri pinggang, hematuria e). Sistem gastrointestinal : nyeri perut, hepatomegali, demam f). Sistem okular : nyeri, perubahan penglihatan, buta g). Sistem skeletal : nyeri, mobilitas berkurang, nyeri dan bengkak pada lengan dan kaki. 2.2.6 Diagnosis Tes diagnostic: a. Pemeriksaan darah lengkap : retikulosit (jumlah darah bervariasi dari 30% – 50%), leukositos (khususnya pada krisis vaso-oklusit) penurunan Hb/Ht dan total SDM. b. Pemeriksaan pewarnaan SDM : menunjukkan sabit sebagian atau lengkap, sel bentuk bulan sabit. c. Tes tabung turbiditas sabit : pemeriksaan rutin yang menentukan adanya hemoglobin S, tetapi tidak membedakan antara anemia sel sabit dan sifat yang diwariskan (trait) d. Elektroforesis hemoglobin : mengidentifikasi adanya tipe hemoglobin abnormal dan membedakan antara anemia sel sabit dan anemia sel trait. e. LED : meningkat f. GDA : dapat menunjukkan penurunan PO2 g. Bilirubin serum : meningkat h. LDH : meningkat i. IVP : mungkin dilakukan untuk mengevaluasi kerusakan ginjal j. Radiografik tulang : mungkin menunjukkan perubahan tulang Anemia, nyeri lambung dan nyeri tulang serta mual-mual pada seorang kulit hitam merupakan tanda yang khas untuk krisis sel sabit. Pada pemeriksan contoh darah dibawah mikroskop, bisa terlihat sel darah merah yang berbentuk sabit dan pecahan dari sel darah merah yang hancur. Elektroforesis bisa menemukan adanya hemoglobin abnormal dan menunjukkan apakah seseorang menderita penyakit sel sabit atau hanya memiliki rantai sel sabit. Penemuan rantai sel sabit ini penting untuk rencana berkeluarga, yaitu untuk menentukan adanya resiko memiliki anak yang menderita penyakit sel sabit. 2.2.7 Pengobatan Saat ini belum diketahui ada pengobatan yang dapat mengembalikan bentuk sabit menjadi normal. Oleh karena itu , pengobatan terutama ditujukan pada pencegahan dan penunjang. Karena infeksi tampaknya mencetuskan krisis sel sabit, pengobatan ditekankan pada pencegahan, deteksi dini, dan pengobatan segera infeksi. Pada tahun 1987, National Heart, Lung, and Blood Institute (NHBLI) merekomendasikan penggunaan penisilin profilaktik untuk anak-anak kecil untuk mengurangi insidan infeksi pneumokokus (pneumovax) sebaiknya diberikan secara profilaktik karena vaksin inni mengurangi infeksi pneummokokus.  Pengobatan meliputi pemberian antibiotic dan hidrasi dengan cepat dan kuat. Oksigen sebaiknya hanya diberikan jika pasien mengalami  hipoksia. Pemberian suplemen asam folat per hari diperlukan untuk mengisi kehilangan cadangan folat akibat  hemolisis kronis. Krisis nyeri yang terjadi secara tersendiri atau sekunder, akibat infeksi dapat mengenai setiiap bagian tubuh. Inttervensi segera dengan hidrasi dan analgesik opiod dapat menghentikan atau mengurangi lama dan beratnya krisis. Transfusi diperlukan selama terjadi krisis aplastik atau hemolitik, selama kkehamilan, untuk pembedahan, atau untuk untuk menghentikan nyeri berat. Transfusi tukar dapat digunakan pada pasien-pasien dengan krisis berulang atau kerusakan neurologik, kelebihan beban besi, menjadi masalah, dan pasien-pasien ini memerlukan deferoksamin untuk mengurangi cadangan besinya. Pada Februari 1998, Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat menyetujui pengungunaan hidroksiurea (Droxia) untuk pengobatan pasien-pasien dengan penyakit sel sabit, terutama untuk pasien-pasien yang berusia  lebih dari 18 tahun yang sering mengalami krisis. Tujuan pengobatan adalah untuk meningkatkan kadar hemoglobin F di dalam eritrosit. Hemoglobin F tidak membentuk sabit. Penelitian sedang dilakukan untuk memeriksa keamanan hidroksiurea pada pasien-pasien muda menunjukan keberhasilan. Akan tetapi, kurangnya donor dan potensi terjadinya morbiditas pada fase persiapan membatasi usaha ini sebagai pilihan pengobatan bagi sebagian besar pasien (Gelehertr, 1998). Seringnya timbul krisis memengaruhi keseluruhan kualitas hidup pasien dan keluarganya. Pasien-pasien sering mengalami kecacatan karena nyeri kronis berulang dan kejadian-kejadian penyumbatan pembuluh darah. Pada populasi ini terdapat tingginya insiden ketergantungan obat, serta terdapat juga insiden yang tinggi atas sulitnya mengikuti sekolah atau melakukan pekerjaan. Pendidikan dan bimbingan yang terus-menerus, termasuk bimbingan genetic, penting untuk pencegahan dan pengobatan penyakit sel sabit. Dulu penderita penyakit sel sabit jarang hidup sampai usia diatas 20 tahun, tetapi sekarang ini mereka biasanya dapat hidup dengan baik sampai usia 50 tahun. Penyakit sel sabit tidak dapat diobati, karena itu pengobatan ditujukan untuk: a). Mencegah terjadinya krisis b). Mengendalikan anemia c). Mengurangi gejala. Penderita harus menghindari kegiatan yang bisa menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen dalam darah mereka dan harus segera mencari bantuan medis meskipun menderita penyakit ringan, misalnya infeksi virus. Penderita memiliki resiko tinggi terhadap terjadinya infeksi, sehingga harus menjalani imunisasi dengan vaksin pneumokokus dan Hemophilus influenzae. Krisis sel sabit membutuhkan perawatan di rumah sakit. Penderita mendapatkan sejumlah besar cairan lewat pembuluh darah (intravena) dan obat-obatan untuk mengurangi rasa nyeri. Diberikan transfusi darah dan oksigen jika diperkirakan aneminya cukup berat sehingga bisa menimbulkan resiko terjadinya stroke, serangan jantung atau kerusakan paru-paru. Keadaan yang mungkin menyebabkan krisi, misalnya infeksi, harus diobati. Obat-obatan yang mengendalikan penyakit sel sabit (misalnya hidroksiurea), masih dalam penelitian. Hidroksiurea meningkatkan pembentukan sejenis hemoglobin yang terutama ditemukan pada janin, yang akan menurunkan jumlah sel darah merah yang berubah bentuknya menjadi sabit. Karena itu obat ini mengurangi frekuensi terjadinya krisis sel sabit. Kepada penderita bisa dicangkokkan sumsum tulang dari anggota keluarga atau donor lainnya yang tidak memiliki gen sel sabit. Pencangkokan ini mungkin bisa menyembuhkan, tetapi resikonya besar dan penerima cangkokan harus meminum obat yang menekan kekebalan sepanjang hidupnya. Terapi genetik, yang merupakan teknik penanaman gen normal ke dalam sel-sel prekursor (sel yang menghasilkan sel darah), masih dalam penelitian. 2.2.8 Komplikasi Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak kematian mendadak dapat terjadi karena krisis sekuestrasi dimana terjadi pooling sel darah merah ke RES dan kompartemen vaskular sehingga hematokrit mendadak menurun. Pada orang dewasa menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif. Komplikasi lain berupa infark tulang, nekrosis aseptik kaput femoralis, serangan-serangan priapismus dan dapat berakhir dengan impotensi karena kemampuan ereksi. Kelainan ginjal berupa nekrosis papilla karena sickling dan infaris menyebabkan hematuria yang sering berulang-ulang sehingga akhirnya ginjal tidak dapat mengkonsentrasi urine. Kasus-kasus Hb S trait juga dapat mengalami hematuria. 2.3 Fibrosis Kistik 2.3.1 Pengertian Fibrosis kistik adalah suatu penyakit herediter yang ditandai oleh perubahan fungsi kelenjar eksokrin diseluruh tubuh. Perubahan ini menyebabkan terbentuknya mukus kental dalam jumlah besar serta peningkatan konsentrasi natrium da klorida didalam keringat. Fibrosis kistik adalah peyakit genetik yang relatif sering dijumpai, mengenai satu dari 2500 anak Kaukasus di Amerika Serikat. Penyakit ini jauh lebih jarang dari ras lain. Pada sebagian besar kasus, fibrosis kistik timbul akibat adaya sebuah gen defektif yag terletak di bagia tengah kromosom 7. Gen di kromosom 7 mengontrol aliran klorida di seluruh sel tubuh.gen tersebut diberi nama gen regulator hantaran trasmembran (transmembrane conductance regulator gene). Fibrosis kistik biasaya diwariskan sebagai suatu peyakit resesif-otosom. Hanya individu yang membawa dua salinan gen defektif, satu dari masing-masing orang tua, yang akan memperlihatkan penyakit. Pembawa satu gen fibrosis kistik dan satu gen normal akan bersifat heterozigot untuk sifat tersebut, dan tidak akan memperlihatkan penyakit. Fibrosis kistik (FK) merupakan suatu gangguan kronik multisistem yang ditandai dengan infeksi endobronkial berulang, penyakit paru obstruktif progresif dan insufisiensi pankreas dengan gangguan absorbsi/malabsorbsi intestinal. Umumnya pasien-pasien dengan FK datang pada ahli THT karena penyakit sinonasal yang dikeluhkannya. Kemajuan perkembangan bidang THT saat ini juga menduga bahwa penyakit otitis media dan adenotonsiler dapat muncul atau merupakan komplikasi FK, dimana secara prevalensi dan patofisiologis sama dengan  pasien-pasien yang tanpa FK.Otitis media sebenarnya prevalensinya  lebih jarang terjadi pada pasien dengan FK dibanding pasien tanpa FKsehingga masih terdapat kontoversial. 2.3.2 Etiologi Fibrosis kistik merupakan suatu kelainan genetik. Sekitar 5% orang kulit putih memiliki 1 gen cacat yang berperan dalam terjadinya penyakit ini. Gen ini bersifat resesif dan penyakit hanya timbul pada seseorang yang memiliki 2 buah gen ini. Seseorang yang hanya memiliki 1 gen tidak akan menunjukkan gejala. Gen ini mengendalikan pembentukan protein yang mengatur perpindahan klorida dan natrium melalui selaput sel. Jika kedua gen ini abnormal, maka akan terjadi gangguan dalam pemindahan klorida dan natrium, sehingga terjadi dehidrasi dan pengentalan sekresi. Fibrosis kistik menyerang hampir seluruh kelenjar endokrin (kelenjar yang melepaskan cairan ke dalam sebuah saluran). Pelepasan cairan ini mengalami kelainan dan mempengaruhi fungsi kelenjar: a). Pada beberapa kelenjar (misalnya pankreas dan kelenjar di usus), cairan yang dilepaskan (sekret) menjadi kental atau padat dan menyumbat kelenjar. Penderita tidak memiliki berbagai enzim pankreas yang diperlukan dalam proses penguraian dan penyerapan lemak di usus sehingga terjadi malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi dari usus) dan malnutrisi. b). Kelenjar penghasil lendir di dalam saluran udara paru-paru menghasilkan lendir yang kental sehingga mudah terjadi infeksi paru-paru menahun. c). Kelenjar keringat, kelenjar parotis dan kelenjar liur kecil melepaskan cairan yang lebih banyak kandungan garamnya dibandingkan dengan cairan yang normal. 2.3.3 Epidemiologi Dari data statistik di Amerika, frekwensi angka kejadian FK terbanyak pada ras kulit putih sekitar 1 per 3500 kelahiran hidup, sedang ras negro berkisar 1 per 17000 kelahiran hidup. Secara internasional insiden bervariasi antara 1 per 377 perkelahiran hidup di Inggris sampai dengan 1 per 90000 perkelahiran hidup di Asia.Tidak ada predileksi angka kejadian ini antara pria dan wanita.Mortalitas dan mordibitas angka survival secara median bervariasi antara negara satu dan negara yang lain. Data tertinggi didapatkan di Amerika dan Kanada yaitu antara usia 28 dan 32 tahun, sedang angka median survival umur penderita di Amerika latin  adalah 6 tahun. Penyebab kematian  umumnya adalah kegagalan sistem pernafasan dan corpulmonale.Dengan pengobatan dan tindakan pembedahan yang berkembang, data statistik diatas sudah mulai bergeser. Saat ini penderita dengan FK di Amerika dapat bertahan hidup lebih dari 40 tahun.Diagnosis dapat ditegakkan rata-rata pada usia 6 – 8 bulan. Pasien dengan FK dua per tiganya dapat didiagnosis pada usia satu tahun. 2.3.4 Manifestasi Klinis Pada saat lahir, fungsi paru-paru penderita masih normal, gangguan pernafasan baru terjadi beberapa waktu kemudian. Lendir yang kental pada akhirnya menyumbat saluran udara kecil, yang kemudian mengalami peradangan. Lama-lama dinding bronkial mengalami penebalan, sehingga saluran udara terisi dengan lendir yang terinfeksi dan daerah paru-paru mengkerut (keadaan ini disebut atelektasis) disertai pembesaran kelenjar getah bening. Semua perubahan tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan paru-paru untuk memindahkan oksigen ke dalam darah. Ileus mekonium (salah satu bentuk penyumbatan usus pada bayi baru lahir) terjadi pada 17% penderita fibrosis kistik. Mekonium adalah bahan berwarna hijau gelap yang keluar sebagai tinja pertama pada bayi baru lahir. Pada penderita fibrosis kistik, mekoniumnya kental dan mengalir lebih lambat sehingga bisa menyumbat usus. Penyumbatan usus bisa menyebabkan perforasi pada dinding usus atau menyebabkan usus terpuntir. Mekonium juga bisa tersangkut di usus besar atau anus dan menyebabkan penyumbatan sementara. Bayi yang menderita ileus mekonium hampir selalu mengalami gejala fibrosis kistik lainnya di kemudian hari. Gejala awal dari fibrosis kistik pada bayi yang tidak mengalami ileus mekoneum seringkali berupa penambahan berat badan yang buruk pada usia 4-6 minggu. Berkurangnya jumlah sekresi pankreas yang sangat penting untuk pencernaan lemak dan protein menyebabkan terjadinya gangguan pencernaan pada 85-90% bayi yang menderita fibrosis kistik. Bayi sering buang air besar dengan tinja yang banyak, berbau busuk dan berminyak, disertai perut yang buncit. Meskipun nafsu makannya normal atau tinggi, tetapi pertumbuhan bayi berlangsung lambat. Bayi tampak kurus dan memiliki otot yang lembek. Gangguan penyerapan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E dan K) bisa menyebabkan rabun senja, rakitisanemia dan kelainan perdarahan. Pada 20% bayi dan balita yang tidak diobati, lapisan usus besar menonjol ke anus (keadaan ini disebut prolaps rektum). Bayi yang mendapatkan susu kedele atau ASI bisa menderita anemia dan pembengkakan karena mereka tidak menyerap protein dalam jumlah yang memadai. Sekitar separuh anak-anak yang menderita fibrosis kistik memiliki gejala berikut: a). Batuk terus menerus b). Bunyi nafas mengi (bengek) c). Infeksi saluran pernafasan. Batuk seringkali disertai oleh tersedak, muntah dan sulit tidur. Lama-lama dada akan berbentuk seperti tong (barrel-shaped) dan kekurangan oksigen menyebabkan jari tangan berbentuk seperti pentungan dan kulit berwarna kebiruan. Bisa ditemukan polip hidung dan sinus terisi dengan cairan yang kental. Remaja seringkali mengalami pertumbuhan yang lambat, pubertasnya tertunda dan ketahanan fisiknya berkurang. Komplikasi yang bisa terjadi pada dewasa dan remaja adalah: a). Pneumotoraks b). Batuk darah c). Gagal jantung d). Pneumonia berulang e). Kegagalan pernafasan kronis f). Penyakit hati g). Diabetes mellitus h). Osteoporosis dan artritis. Infeksi merupakan masalah yang utama. Bronkitis berulang dan pneumonia secara perlahan akan menghancurkan paru-paru. Kematian biasanya terjadi akibat kegagalan paru-paru dan gagal jantung. Sekitar 2-3% penderita mengalami diabetes yang tergantung kepada insulin karena pada pankreas terdapat jaringan parut yang menyebabkan pankreas tidak dapat lagi menghasilkan insulin dalam jumlah yang memadai. Penyumbatan saluran empedu oleh sekret yang kental bisa menyebabkan peradangan hati dan akhirnya terjadi sirosis. Sirosis bisa menyebabkan kenaikan tekanan di dalam vena yang menuju ke hati (hipertensi portal), sehingga terjadi pelebaran vena di kerongkongan bagian bawah (varises esofagealis). Vena yang abnormal ini bisa mengalami perdarahan hebat. Penderita seringkali mengalami gangguan fungsi reproduksi. Sekitar 98% pria dewasa mengalami kemandulan. Mereka tidak menghasilkan sperma atau hanya menghasilkan sedikit sperma karena vas deferens terbentuk secara tidak normal Pada wanita, sekret leher rahimnya sangat kental sehingga kesuburannya menurun. Penderita wanita yang hamil sangat peka terhadap komplikasi kehamilan. Jika penderta banyak mengeluarkan keringat karena cuaca panas atau karena demam, bisa terjadi dehidrasi karena meningkatnya pembuangan air dan garam. Pada keringat penderita bisa terlihat butir-butir garam dan keringatnya terasa asin. 2.3.5 Patofisiologi Sebelum membahas patofisiologi fibrosis kistik, ada baiknya kita terlebih dahulu mengetahui patofisiologi terbentuknya polip nasi, yang sebenarnya juga belum dimengerti secara mendalam. Polip nasi merupakan manifestasi dari inlamasi kronik dan secara histopatologi tersusun dari sel odematosa dan eosinofilik predominan. Sampai saat ini ada dua patofisiologi yang diterima luas sebagai dasar terbentuknya polip nasi, yang pertama ditinjau dari biologi molekuler yaitu terdapatnya sitokin-sitokin yang berhubungan dengan polip nasi dan kedua yang merupakan informasi baru adanya kerusakan pada mekanisme struktur Na+ dan Cl- chanel pada bagian apikal dari bagian epitel saaluran pernafasan atas, seperti yang ditunjukan dalam model fibrosis kistik. Telah dibuktikan beberapa molekul sitokin seperti IL-1, TNF-α, GM-CSF (granulocyte-macrophage colony stimulating factor), SCF (steam cel factor), IL-4 dan IL-5 di sintesis di dalam struktur jaringan epitelial dan fibroblast polip nasi. Molekul-molekul ini berperan dalam lingkungan mikro proses inflamasi autokrine yang memacu difrensiasi dan aktivasi dari sel progenitor inflamasi termasuk disini sel basofil, eosinofil dan sel mast. Ketiga sel progenitor inlamasi terutama eosinofil inilah yang dapat menyebabkan populasi polip dalam jumlah besar.Seperti kita ketahui bahwa kandungan elektrolit didalam dan diluar sel telah diatur sedemikian rupa melalui mekanisme keseimbangan melalui channel-channel Natrium dan Chlorida baik secara simple diffusion, facilitated diffusion dan active diffusion, sehingga keseimbangan osmotik sel terpelihara. Kandungan Na+ dan Ca++ lebih rendah sedangkan K+ dan Mg++ lebih tinggi di dalam intraseluler dibanding dengan ekstraseluler. Pada mekanismenya : 1. Sekresi Cl- dari lamina propria ke dalam lumen saluran respirasi hidung diikuti sekresi cairan. 2. Absorbsi Na+ dari permukaan epitel ke dalam lamina propria diikuti absorbsi cairan. Untuk menjalankan fungsinya dalam mengeluarkan cairan palut lendir, maka pada epitel respirasi (glandula eksokrin) terjadi pertukaran ion dimana ion Na+ dan K+ melewati membran basolateral masuk kedalam sel melalui difusi aktif/pump active dengan bantuan protein Na-K-ATPase dan diikuti 2 ion Cl-, untuk selanjutnya ion Cl- disalurkan melalui  channel chlorida yang ada di bagian apikal membran dari epitel respirasi hidung yang diikuti pengeluaran cairan palut lendir. Channel chlorida ini diatur oleh gen pada lengan panjang kromosom ke-7 yang menghasilkan protein disebut CFTR (cystic fibrosis transmembrane-conductance regulator), disebut demikian karena pada penelitian, mutasi gen ini pada penyakit kistik fibrosis menyebabkan gangguan fungsi dari protein pengatur channel chlorida sehingga ion Cl- tak dapat ditransport/dikeluarkan ke permukaan epitel yang berakibat tertahannya cairan di dalam sel, sementara terjadi kekeringan/dehidrasi pada permukaan epitel karena tak dieksresikannya palut lendir.Mekanisme terjadinya penyakit sinus akibat gangguan fungsi gen CFTR sampai saat ini belum sepenuhnya diketahui secara pasti. Saat terjadi gangguan dimana ion-ion clorida tidak dapat diekskresi, maka ion natrium/sodium akan diabsorbsi secara berlebihan yang diikuti absorbsi air secara pasif ke dalam sel hal ini yang menyebabkan terbentuknya polip nasi. 2.3.6 Diagnosis Bayi baru lahir yang menderita fibrosis kistik memiliki kadar enzim pencernaan tripsin yang tinggi dalam darahnya. Pemeriksaan keringat iontoforesis pilokarpin dilakukan untuk mengukur jumlah garam di dalam keringat. Obat pilokarpin diberikan untuk merangsang pembentukan keringat di daerah kulit dan sehelai kertas saring ditempatkan di daerah tersebut untuk menyerap keringat. Kemudian dilakukan pengukuran terhadap jumlah garam di dalam keringat. Konsentrasi garam diatas normal akan memperkuat diagnosis pada seseorang yang memiliki gejala dari penyakit ini atau seseorang yang keluarganya ada yang menderita fibrosis kistik. Fibrosis kistik bisa mengenai organ lainnya, sehingga dilakukan pemeriksaan lainnya untuk membantu menegakkan diagnosis: 1). Pemeriksaan lemak tinja Jika kadar enzim pankreas berkurang, maka analisa tinja bisa menunjukkan adanya penurunan atau bahkan tidak ditemukan enzim pencernaan tripsin dan kromotripsin atau kadar lemaknya tinggi. 2). Tes fungsi pankreas Jika pembentukan insulin berkurang, maka kadar gula darahnya tinggi. 3). Tes fungsi paru bisa menunjukkan adanya gangguan pernafasan. 4). Rontgen dada. 5). Tes DNA. Keluarga lain (selain dari orang tua penderita) yang ingin mengetahui apakah anak mereka memiliki kemungkinan untuk menderita penyakit ini, bisa menjalani pemeriksaan genetik. Jika salah satu dari orang tua tidak memiliki gen ini, maka anaknya tidak akan menderita fibrosis kistik. Jika kedua orang tua memiliki gen ini, maka setiap kehamilan memiliki peluang sebesar 25% untuk melahirkan anak dengan fibrosis kistik. 2.3.7 Pengobatan Pengobatan meliputi pencegahan dan pengobatan kelainan paru-paru, makanan yang baik, aktivitas fisik serta dukungan psikis dan sosial. Sejenis enema tertentu bisa mengurangi ileus mekonium yang belum mengalami komplikasi. Jika enema tidak memberikan hasil yang diharapkan, maka perlu dilakukan pembedahan. Mengkonsumsi obat yang menarik cairan ke dalam usus (misalnya, laktosa) bisa mencegah penyumbatan saluran pencernaan oleh tinja. Penderita yang mengalami kekuranan enzim pankreas harus mengkonsumsi enzim pengganti setiap kali makan. Untuk bayi tersedia dalam bentuk serbuk dan untuk dewasa bisa diberikan dalam bentuk kapsul.  Makanan harus mengandung sejumlah kalori dan protein agar pertumbuhan penderita berlangsung normal. Penderita harus mengkonsumsi lemak dalam jumlah yang lebih banyak, karena mereka tidak dapat menyerap lemak dengan baik. Dosis harian multivitamin dilipatgandakan dan penderita juga mengkonsumsi vitamin E. Jika melakukan olah raga, mengalami demam atau dalam cuaca panas, penderita harus mengkonsumsi garam tambahan. Susu formula khusus yang mengandung protein dan lemak yang mudah dicerna, bisa diberikan kepada bayi yang mengalami masalah pankreas yang serius. Pengobatan terhadap kelainan paru-paru dipusatkan untuk mencegah penyumbatan saluran udara dan mengendalikan infeksi. Penderita harus menjalani imunisasi lengkap dan vaksin influenza, karena infeksi virus bisa memperberat kerusakan paru-paru. Seringkali diberikan obat yang membantu mencegah penyempitan saluran udara (bronkodilator). Oksigen diberikan kepada penderita yang kadar oksigennya rendah dan memiliki kelainan paru-paru yang berat. Obat semprot yang membantu mengencerkan lendir (mukolitik, contohnya rekombinan DNase manusia), banyak digunakan karena penderita menjadi lebih mudah mengeluarkan dahaknya dan bisa membantu memperbaiki fungsi paru-paru. Obat ini juga mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi paru-paru yang serius. Kepada bayi yang mengalami peradangan bronkial yang berat serta kepada penderita yang saluran udaranya menyempit dan tidak memberikan respon terhadap bronkodilator, untuk membantu meringankan gejalanya, bisa diberikan kortikosteroid. Untuk memperlambat terjadinya penurunan fungsi paru-paru, kadang digunakan obat anti peradangan non-steroid (misalnya, ibuprofen). Infeksi paru-paru harus segera diobati dengan antibiotik. Pemeriksaan dahak bisa membantu menentukan organisme penyebab infeksi dan membantu menentukan antibiotik yang akan diberikan. Perdarahan hebat atau berulang di dalam paru-paru bisa diatasi dengan menyumbat arteri yang mengalami perdarahan. Pembedahan dilakukan pada: a). Pneumotoraks b). Infeksi sinus menahun c). Infeksi menahun yang berat pada salah satu bagian paru-paru d). Perdarahan dari pembuluh di kerongkongan e). Penyakit kandung empedu f). Penyumbatan usus. Pengobatan lainnya adalah drainase postural dan perkusi dada. Pada beberapa kasus perlu dipertimbangkan pencangkokkan paru-paru. Pengobatan yang terbaru adalah terapi sulih enzim Dnase (obatnya bernama dornase). Penelitian genetik tengah mencoba untuk mengatasi penyakit ini dengan cara memasukkan gen yang normal kepada penderita. Untuk kerusakan hati yang parah bisa dilakukan pencangkokan hati. Pencangkokan jantung dan kedua paru-paru dilakukan pada penyakit jantung dan paru-paru yang berat. 1 tahun setelah pencangkokan, sekitar 75% penderita bertahan hidup dan keadaannya semakin membaik. 2.3.8 Prognosis Beratnya penyakit pada setiap penderita berlainan dan tergantung kepada luasnya daerah paru-paru yang terkena. Penurunan fungsi paru-paru tidak dapat dihindari, dan bisa menyebabkan kelemahan bahkan kematian. Penderita biasanya meninggal karena kegagalan pernafasan setelah terjadinya penurunan fungsi paru-paru selama bertahun-tahun. Sejumlah kecil penderita meninggal karena penyakit hati, perdarahan ke dalam saluran udara atau komplikasi dari pembedahan. Sekitar 50% dari anak-anak yang menderita fibrosis kistik, mampu bertahan hidup sampai umur 20 tahun, dan 20-25% sampai lebih dari 35 tahun. Angka harapan hidup yang lebih baik ditemukan pada: a). Penderita pria. b). Penderita yang tidak mengalami gangguan pancreas. c). Penderita yang gejala awalnya terbatas pada sistem pencernaan. 2.3.9 Efek Fibrosis Kistik Apabila gen hantaran transmembran tidak terdapat di kedua kromosom, maka akan dihasilkan mukus dalam jumlah besar dan keringat dengan konsentrasi tinggi. Sistem-sistem tubuh yang terutama terpengaruh oleh akumulasi mukus adalah sistem pernapasan dan pencernaan. Organ-organ lain juga menjadi korban dari kelebihan mukus, termasuk hati dan organ-organ reproduksi. Kelenjar keringat mengeluarkan secara berlebihan natrium klorida dan keringat menumpuk di kulit. 1. Efek Fibrosis Kistik pada Paru Di paru, mukus yang kental meningkatkan risiko pneumonia berulang dan bronkitis kronik. Mukus tersebut juga menyumbat ventilasi alveolus sehingga timbul atelektasis absorbsi. Timbul peradangan kronik yang menyebabkan edema di pertemuan antara kapiler dan alveolus serta pembentukan jaringan parut dan fibrosis di bronkus. 2. Efek Fibrosis Kistik pada Saluran Cerna Di saluran cerna, terjadi akumulasi mukus kental sehingga pencernaan dan penyerapan zat-zat gizi terhambat. Duktus pankreatikus terhambat, sehingga enzim-enzim pencernaan pankreas tidak dapat mencapai usus halus, sehingga pencernaan dan penyerapan makanan semakin terhambat. Komplikasi yang sering terjadi pada penyakit ini adlah kegagalan tumbuh-kembang (failure to thrive). Kegagalan tumbuh-kembang didefinisikan sebagai deviasi berat tubuh ke bawah pada seorang bayi atau anak dari catatan maksimum sebelumnya, melewati satu atau dua garis persentil, dan menetap selama lebih dari satu bulan. Status gizi yang buruk ikut berperan menyebabkan frekuesi dan keparahan infeksi paru. Pankreas sering rusakyang menyebabkan penurunan sekresi insulin dan diabetes melitus. 2.3.10 Komplikasi Sebagian besar individu dengan fibrosis kistik meniggal pada usia 20-an atau 30-an, biasanya akibat pneumonia bakterialis. Hipertensi paru juga dapat timbul akibat penurunan V/Q yang menyebabkan korpulmonale. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa beberapa penyakit pada manusia timbul sebagai akibat langsung dari abnormalitas DNA. Dasar persoalannya dapat melibatkan gen tunggal, gen majemuk atau keseluruhan kromosom. Ekspresi dari abnormalitas dapat bervariasi dari mulai malformasi anatomis yang terlokalisir, sampai kepada masalah kimiawi dan metabolic yang komplek atau meningkatnya kerentanan terhadap sesuatu dari lingkungan. Osteogenesis imperfekta merupakan kelainan yang diturunkan secara dominan autosom dengan ciri khas kerapuhan tulang kongenital akibat mutasi gen yang menyandi prekolagen tipe I (COL1A1 dan COL1A2). Kelainan yang ditemukan adalah gangguan jaringan ikat kolagen dengan manifestasi klinis seperti sklera kebiruan, wajah berbentuk segitiga, makrosefali, ketulian, defek erupsi gigi, bentuk dada tabung (barrel chest), kompresi vertebra yang disertai skoliosis, deformitas anggota gerak yang progresif, kelemahan sendi, dan berbagai derajat retardasi pertumbuhan. Penyakit Sel Sabit (sickle cell disease adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik kronik. Fibrosis kistik merupakan penyakit multisistem yang umumnya pasien datang dengan keluhan di daerah sinonasal berupa obstruksi hidung oleh karena polip nasi, sinusitis, keluhan batuk kronis karena penyakit paru obstruktif progresif dengan pemeriksaan penunjang radiologis dan laboratoris yang khas dan dari data statistik epidemologi polip pada masa anak-anak umumnya disebabkan oleh fibrosis kistik dan penanganan fibrosis kistik dapat dilakukan melalui medikamentosa maupun pembedahan. 3.2 Saran a. Seluruh perawat agar meningkatkan pemahamannya terhadap berbagai penyebab penting dari penyakit pada manusia. b. Diharapkan agar perawat bisa menindaklanjuti berbagai penyebab penyakit penting tersebut melalui kegiatan riset sebagai dasar untuk cara penanggulangannya di Lingkungan Rumah Sakit dalam ruang lingkup keperawatan. DAFTAR PUSTAKA Robbins dan kumar. 1995. Buku Ajar Patologi II, Edisi 4. Jakarta: EGC. Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC. [diakses 10 April 2010] [diakses 10 April 2010] [diakses 10 April 2010] [diakses 10 April 2010] [diakses 10 April 2010] http://medicastore.com/penyakit/165/Penyakit_Sel_Sabit_sickle_cell_disease.html [diakses 10 April 2010] [diakses 10 April 2010 [diakses 10 April 2010] seorang-bayi-laki-laki-dengan-riwayat-keluarga-osteogenesis-imperfekta &catid=1:kumpulan-artikel&Itemid=55> [diakses 10 April 2010] [diakses 10 April 2010]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun