Mohon tunggu...
Detha Arya Tifada
Detha Arya Tifada Mohon Tunggu... Editor - Content Writer

Journalist | Email: dethazyo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Berbagi Kebahagiaan di Desa Doka

9 September 2016   23:23 Diperbarui: 9 September 2016   23:59 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebersamaan bersama masyarakat doka/ dethazyo

“kalian adalah orang pertama yang peduli serta mau sedikit berbagi dan membantu kami”

Penuturan rasa terima kasih masyarakat yang disampaikan oleh bapak Claytus, pemuka adat desa Doka, Maumere, Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ketika menerima buah tangan yang kami bawa jauh-jauh dari Jakarta berupa kaos, Jaket, buku-buku beserta alat tulis dan barang lainnya guna berbagi kebahagiaan pada awal tahun 2014 lalu.

Ia membeberkan sedikit cerita bahwa selama ini tak ada satupun jenis bantuan yang diterima baik dari elemen pemerintah daerah ataupun pusat hingga lembaga swasta. Batuan dari kami dianggapnya sebagai satu-satunya bantuan yang mereka terima selama ini dari banyaknya kunjungan wisatawan ke desa yang kaya akan budaya.

Membagi kebahagiaan ini sebenarnya tak terencana dari jauh-jauh hari, bahkan tak sekali pun tercatat oleh Notes via smartphone. Kami pun takjub, Setelah bantuan diterima raut wajah mereka pun dihiasi oleh senyuman yang membuat hati kami terketuk ketika akhirnya bisa melangkahkan kaki di sebuah desa yang berada nan jauh dari pusat kota Maumere.

rangkuman keseluruhan kegiatan/ dethazyo
rangkuman keseluruhan kegiatan/ dethazyo
Sentuhan keramahan yang dibalut dengan senyuman membuat kita betah berlama-lama ditempat ini. Upacara sederhana turut dilakukan guna menyambut kedatangan kami. Tak hanya itu, beragam tarian serta adat istiadat khas Sikka turut diperkenalkan guna memberi artian bahwa sesungguhnya Indonesia sungguh kaya akan budaya. Namun sangat disayangkan masyarakat berkerja secara mandiri tanpa ada support sedikit pun dari pemerintah untuk memajukan desa Doka sebagai tulang punggung pariwisata Maumere. Informasi tersebut didapat tak hanya dirasuki opini pribadi belaka, hal ini justru keluar dari mulut ketua adat desa Doka sendiri.

Melihat akses jalan menuju kesana tak dapat dikatakan dalam kondisi mulus. Kondisi berkrikil dan berlubang, itulah yang terlihat oleh mata kepala sendiri, dapat dikatakan dalam tanda kutip sebagai fakta bahwa pemerintah kurang memberikan perhatian lebih.

Beruntung sejuknya udara serta pemandangan akan pepohonan selama perjalan menuju desa yang dikenal dengan aksi tarian Flying Magic Bamboo memudarkan pikiran akan jalanan yang rusak.

tradisi flying magic bamboo/ dethazyo
tradisi flying magic bamboo/ dethazyo
Sebenarnya tak ada maksud mengkambing hitam pemerintah sebagai penyebab utama dari segala masalah yang berhubungan dengan daya Tarik Pariwisata, terlebih lagi masyarakat desa Doka begitu gigih mempertahankan tradisi leluhur yang diwarisi turun-temurun. Oleh sebab itu darah yang selama ini telah mengalir dalam tubuh masih berwarna merah yang mereprensentasi corak dari bendera Indonesia, otomatis tanggung jawab berbagi untuk sesama turut menjadi tanggung jawab kami juga.

Bantuan yang kami berikan tidak lah cukup dibanding dengan nilai kehidupan yang mereka bagikan kepada kami. Paling tidak bantuan yang kami berikan bisa mewarnai sedikit kehidupan mereka dan menambah semangat generasi penerus bangsa untuk belajar serta memperoleh akses kependidikan yang layak. Ingin rasanya berbaur lama dengan mereka untuk mencerna setiap detail butir pelajaran yang mereka warisi dari leluhur untuk menghormati alam dan menjadikan alam sebagai sahabat.

Atas dasar itu alam memiliki pengaruh besar dalam kehidupan mereka. Merusak alam sama saja merusak budaya yang sejak lama mereka anut. Bahkan titah parah leluhur lebih berbicara dibanding agama yang mereka anut saat ini (katolik). Agama masih menjadi nomor dua dikalangan masyarakat doka jika dilihat dari kepercayaan masyarakat akan animisme dan dinamisme yang masuk terlebih dahulu ditanah flores. Maka sangat pantas budaya dari lelulur terus turun hingga ke generasi-generasi berikutnya, sambung menyambung membentuk lingkaran kuat yang tak dapat dipisahkan.

disambut dengan hangat/ dethazyo
disambut dengan hangat/ dethazyo
Sebuah simbiosis mutualisme terjalin di desa yang juga dikenal dengan proses pembuatan tenun ikatnya. Jika komunikasi adalah bagian dari kebahagian, maka tak salah jika berbagi adalah bagian lain untuk memperoleh kebahagian, melirik filsafat hidup manusia untuk memperoleh kebahagiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun