Mohon tunggu...
Desy Nur Rochmah
Desy Nur Rochmah Mohon Tunggu... -

Mahasiswa di Fisika UNPAD

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bahaya Besar Liberalisasi Sektor Energi

20 Januari 2015   00:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:48 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Harga BBM turun lagi. Pada tanggal 16 Januari 2015 lalu, Pemerintah Indonesia secara resmi kembali melakukan pengumuman terbaru harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal ini dilakukan menyusul terus merosotnya harga minyak dunia. “Harga Premium turun menjadi Rp 6.600/liter. Solar turun menjadi Rp 6.400/liter,” kata Jokowi di komplek Istana Negara, Jakarta (indobolanews.com, 19/01/2015). Kado awal tahun pemerintah berupa turunnya harga BBM ini, tidak sebanding dengan kado lain yang dipersembahkan untuk rakyat. Masih dalam lingkup sektor energi, terhitung sejak awal tahun 2015, pemerintah secara resmi menaikkan kembali tarif dasar listrik (TDL) dan gas. Alih-alih meningkatkan kesejahteraan rakyat, kado awal tahun dari pemerintah justru membuat kehidupan masyarakat makin terjepit.

Sektor energi, seperti BBM, listrik dan gas, adalah hal vital yang dibutuhkan oleh seluruh level masyarakat. Sebab sektor energi adalah sektor yang selain berkontribusi sebagai sumber bahan bakar domestik serta menciptakan efek berantai yang memperkuat pembangunan ekonomi, tetapi juga sebagai salah satu sektor yang dianggap strategis baik secara nasional maupun internasional. Karena itu, pengelolaan dan penentuan kebijakan terhadap sektor ini mesti hati-hati, sebab berkaitan dengan hajat hidup manusia.

Kebijakan pemerintah sebenarnya adalah liberalisasi harga BBM, yakni harga BBM dilepas mengikuti harga pasar. Hal ini merupakan dampak dari penerapan sistem yang dianut negeri ini ialah sistem kapitalis dan sekuler yang notabenenya berunjuk pada liberalisasi ekonomi. Pemerintah tidak lebih sebagai regulator dan fasilitator saja, sementara pengeloaan diserahkan pada mekanisme bisnis.. UU no. 22 tahun 2001 menjadi payung hukum legalisasi perampokan terhadap ladang minyak dan gas (migas) di Indonesia, akibatnya hampir 80%  ladang migas Indonesia dikuasai asing (ugm.ac.id, 26/9/2013). Sebut saja sumber energi fosil (minyak, gas dan batu bara) yang selama ini digunakan sebagai sumber bahan bakar dan penghasil listrik, sebagian besar sumber energi primer ini ternyata digunakan untuk memenuhi kebutuhan negara lain. Menurut data Ditjen Migas tahun 2012  total produksi minyak bumi yang diekspor 56,84 %, gas bumi 59,3%, LNG 99,1% dan batu bara 65,4% (esdm.go.id). merupakan buah Undang-Undang  No. 04 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba).

Dalam kacamata Islam, sumber energi yang digunakan sebagai bahan bakar dan pembangkit listrik, yang sebagian besar berasal dari barang tambang yang depositnya besar seperti migas dan batu bara merupakan milik umum. Sebagai milik umum, Islam menetapkan migas dan listrik sepenuhnya dikelola oleh negara dan seluruh hasilnya dikembalikan kepada seluruh rakyat. Sumber daya alam tidak boleh diserahkan atau dikuasakan kepada swasta apalagi asing. Seluruh rakyat tanpa kecuali berhak untuk menggunakan dan mendapat manfaat dari migas dan listrik sebesar mungkin, dengan cara semudah mungkin tanpa membebani mereka. Ini tidak mungkin terwujud melalui kebijakan liberalisasi migas dan listrik seperti yang diambil oleh Pemerintah.

Kebijakan liberalisasi migas dan listrik ini, selain menyusahkan rakyat dan menyenangkan kapitalis dan asing, juga jelas menyalahi syariah. Meskipun harga BBM, gas, dan listrik diturunkan, kebijakan masih tetap berpaling dari petunjuk Allah jika masih menggunakan konsep liberalisasi ini yang notabene merupakan produk dari kehidupan sekuler. Walhasil, pengelolaan migas dan listrik harus dikelola sesuai ketentuan syariah. Hal itu hanya bisa sempurna dilakukan dengan menerapkan syariah secara total di bawah sistem Khilafah ar-Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah.

WalLâh a’lam bi ash-shawâb.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun