Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Aku dan Chairil Anwar

31 Juli 2022   04:57 Diperbarui: 31 Juli 2022   05:26 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://jateng.tribunnews.com/

Cerita lama tentang jatuh cintaku kepada puisi.   Tidak terbayangkan sebelumnya, karena awalnya aku hanya menyukai melukis dan menari.  Berkesenian yang aku tekuni serius, sebab beberapa lomba melukis tingkat nasional pernah aku menangkan.  Demikian juga menari, terkhususnya Tari Bali sudah aku kuasai sejak usia sangat belia.

Lalu kenapa dengan Aku?  Aku adalah karya puisi pertama yang membuatku jatuh cinta kepada puisi, sekaligus Chairil Anwar.  Masih sangat jelas ketika itu diriku kelas 4 SD di sebuah sekolah Katholik di Kota Jambi.  Mendadak dipercaya untuk mewakili lomba membaca puisi antar kelas.    Wuihh.... beban berat dan jebakan batman sekali!  Sebagai murid pindahan dari Jakarta, seolah aku sengaja "dipermalukan" oleh teman sekelas. 

Parahnya, wali kelas tidak menerima kata tidak.  "Kamu pasti bisa!"

Wkwkwk...ehhmmm.... singkat dan padat namun berat!  Bagaimana bisa, sementara belum pernah sekalipun aku membacakan puisi.  Tetapi ditengah kegalauan itulah aku jatuh hati pada puisi berjudul Aku karya Chairil Anwar.

Selain Asrul Sani, nama besar Chairil Anwar sudah sering kudengar lewat pelajaran Bahasa Indonesia.  Dirinya dikenal sebagai penyair Angkatan '45.  Kemudian berkat puisinya yang berjudul "Aku", ia memiliki julukan "Si Binatang Jalang."  Sejarah juga mencatat Chairil banyak menelurkan mayoritas puisi bertemakan kematian, individualisme, dan ekstensialisme.

Tetapi keputusanku membacakan puisi "Aku" adalah dikarenakan merasakan keteguhan dan kekerasan hati seorang Chairil Anwar.  Sebagai murid kelas 4 SD bagiku, Chairil adalah seorang yang kuat dan berpendirian.

Aku

Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

Bagi diriku yang masih bocak ketika itu hanya menangkap bahwa Chairil mengambarkan dirinya sebagai seorang yang sedang berjuang.  Dia teguh, dan tidak mudah dipengaruhi oleh apapun.  Sekalipun bujuk rayu dan sedu sedan!  Kekerasan hati dirinya sebagai "Aku" yang akan terus berjuang menerjang apapun, hingga akhirnya orang akan mengenalnya bahkan hingga seribu tahun lagi!

Jelas aku tidak sama dengan Aku seorang Chairil Anwar.  Tetapi, semangat seorang Chairil inilah yang membuatku bangkit untuk menunjukkan bahwa aku bisa dan mampu membawakan puisi.  Sekalipun berstatus murid baru, dan tanpa pengalaman membaca puisi.  Aku tetap akan tampil percaya diri untuk membuktikan aku bisa! Tidak peduli kemungkinan teman-teman mentertawakan, ataupun juri menilai aku kalah.  Tetapi, berani maju adalah sebuah kemenangan bagiku!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun