Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Target Hidup Bombastis Butakan Bersyukur

26 April 2021   16:56 Diperbarui: 26 April 2021   17:33 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
limitless-abundance-life.com

Sejatinya setiap orang mempunyai target hidup.  Buktinya di setiap tahun baru banyak dari kita datang dengan semangat berjudul revolusi tahun baru.  "Tahun depan, aku harus sudah punya rumah.  Akhir tahun depan, tabunganku sudah banyak.  Targetku membawa orang tua liburan dan happy-happy."  Inilah beberapa contoh paling umum target di awal tahun baru.  Yup, asyik-asyik saja sih selama itu membuat kita termotivasi menjadi lebih baik. 

Sama halnya dengan target pasangan muda ketika memulai rumah tangga.  Kenyataannya, setelah kapal berlayar mendadak banyak terjadi perombakan.  Apalagi setelah kehadiran anak.  Heheh...meriahlah perjalanan, karena ada ombak dan angin menerpa.

Tidak menyudutkan tetapi memberi gambaran.  Coba deh perhatikan wisatawan mancanegara.  Banyak loh mereka-mereka itu pasangan opa dan oma.  Hanya berduaan bisa liburan sampai ke negeri orang.  Ehhhmmm...siapa sih yang tidak mau.  Bahkan di negerinya sendiri, aku melihat banyak pasangan berumur yang mesra banget menikmati kopi atau ice cream berduaan di setiap akhir pekan ataupun hari biasa.

Ini menyedihkan, berbeda dengan kebanyakan orang Indonesia, yang hingga tua justru lanjut mengurusi cucu, atau bahkan terparah masih memikirkan ekonomi anaknya.  Tidak menyalahkan, karena bisa disebabkan perbedaan budaya.  Walau tidak bisa disangkal, ekonomi jadi faktor utama pada umumnya.

Melihat semua ini, salahkah memiliki target hidup?  Yah...enggaklah, karena target hidup ibarat master plan yang membuat kita tahu kemana melangkah.  Tetapi, harus diingat hidup tidak melulu manis, melainkan penuh rasa.  Ada kecut, pahit bahkan pedas menggigit.

Kita tidak pernah tahu ke depan ada apa.  Bahkan di detik berikutnya nafas kita saja ada apa, tidak ada yang tahu.  Tetapi yang pasti, catatan pentingnya untuk melangkah itu butuh konsistensi yang tidak mentok di wacana.

Aku misalnya, targetku dulu bisa sekolah tinggi, melihat belahan dunia lain, memiliki pekerjaan dan jabatan dengan gaji selangit, menyenangkan orang tua dan memiliki keluarga kecil yang dipenuhi tawa.  Lalu apakah kesampaian?

Yup, aku kesampaian dengan kerja keras dan tekad kuat berhasil belajar di negeri orang, dan bonus lulus terbaik serta bekerja di perusahaan bergengsi disana.  Selain kerja serabutanku menjadi tukang cuci piring dan cook helper.  Hal yang mungkin remeh, tetapi ini pelajaran berharga yang membentuk karakterku di kemudian hari, yaitu behenti mengeluh dan bersyukur senantiasa.

Kejadian deh, aku harus ngakak kencang.  Jelas aku bukan dewa yang bisa memperoleh semua yang aku ingini.  Seiring perjalanan waktu, aku dihadapkan kondisi harus berhenti bekerja.  Hikks...hikks......meringis, melayanglah jabatan dan gaji tinggi yang kini tinggal kenangan.  Tidak ada lagi harum parfum karena diganti harum bawang.  Hahah...

Aku juga tidak bisa sempurna memenuhi kerinduanku menyenangkan orang tua seperti mimpiku, karena mama kemudian stroke dan bapak lebih dulu dipanggil olehNya.  Bagiku kini, membuat kue atau mencoba minuman kekinian cukuplah.  Terpenting seisi rumah tersenyum.  Iya,  seumpamanya ulangan, dari 10 soal, aku ini salah 3 sekalipun sudah belajar rajin.

Hiks...hiks... kembali karena sejak pernikahan aku dan pasangan terkondisikan jauh, sebab suamiku bekerja jauh di pedalaman.  Lalu buah hati kami, tidak pernah dihadiri papanya ketika wisuda SD hingga SMP, dan berbagai momen penting lainnya.  Merekapun belajar untuk menerimanya dengan susah payah.

Ehhhmmm... apakah aku mengutukki keadaan?  Dulu di awal-awal sempat bertanya, dan dengan ego merasa kesal kenapa jadi seperti ini.  Tetapi, seiring waktu dengan melihat banyak kondisi orang lain, aku belajar untuk menerima dan mengucap syukur.  Bagiku dan kedua anakku, inilah pelajaran penting.  Ngapain, kita habis waktu meratapi kehidupan.  Kepada keduanya kini aku menekankan mereka harus lebih siap ketimbang kami.

Sebagai contohnya, di awal pernikahan aku dan pasangan telah merencanakan kedua anak kami mengenyam pendidikan usia playgroup hingga SMP di swasta bernafas keagamaan agar mereka kuat dengan iman.  Lalu SMA mereka harus ke negeri agar belajar bertoleransi, berbaur mengenal berbagai strata ekonomi dan karakter.  Istilahnya, buka mata dan keluar dari zona nyaman.

Menanamkan kepada keduanya untuk bertanggungjawab dengan pendidikan agar bisa menembus perguruan tinggi negeri (PTN), merebut beasiswa dan memiliki pekerjaan yang bisa berdiri sendiri tanpa bergantung dengan orang lain.  Bahkan, jauh lebih baik jika mereka nantinya bisa membuka lapangan pekerjaan, mengingat persaingan dunia kerja makin ketat.  Maksudnya, bagaimana caranya?

Begini, aku percaya setiap orang memiliki talenta dan harusnya mampu mengembang pontensi dirinya.  Misalnya, aku yang kemudian setelah berhenti kerja nyemplung di dunia tulis menulis, mengembangkan hobi membuat kue menjadi rupiah, dan berinovasi menjadi virtual secretary. 

Nah, talenta kedua anakku inilah yang aku dukung agar berkembang, dengan harapan nantinya bisa menjadi pegangannya juga.  Puji Tuhan, putriku juga menjadi penulis lepas dan si bungsu pun sedang mengembangkan talentanya bermusik.  Percaya, semakin mereka bertumbuh maka semakin sadar potensi yang ada.

Nah, apa hubungan ceritaku tentang opa dan oma?  Ada, karena aku ceritakan kepada keduanya untuk tidak menyia-nyiakan waktu serta potensi yang ada.  Lalu, hahah... boleh dong aku juga memiliki target nantinya menghabiskan hari tua bersama pasangan dan/ atau anak cucu dengan keliling Indonesia dan dunia.  Maklum, aku memang suka travelling melihat berbagai budaya dan karakter, apalagi kini sudah nyemplung di dunia tulis menulis.

Seumpama raport, targetku dulu tidak sempurna terpenuhi.  Bicara kecewa pastilah, dan itu manusiawi.  Tetapi, bukan berarti jadi berhenti, apalagi lupa bersyukur.  Mengutip satu ayat Alkitab, "Barangsiapa setia dalam perkara- perkara kecil, ia setia juga dalam perkara- perkara besar.  Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara- perkara kecil, ia tidak benar juga dalam per- kara-perkara besar." (Lukas 16:10).  Aku menyimpulkannya ini sebagai ucapan, jangan lupa bersyukur.

Inilah secuil dari perjalananku, tidak melulu manis karena bisa diabetes.  Memiliki target hidup itu penting, tetapi harus kerja keras untuk mewujudkannya.  Sebab kalau hanya wacana sama juga mimpi.  Jika hanya mau mimpi, yah mending tidur saja terus.  Khan, begitu?

Kesimpulannya juga menurutku, target hidup jelas perlu.  Tetapi jangan lupa berpijak pada bumi ngegilai memasang target hidup bombastis.  Terpenting, selalulah mengucap syukur.  Ingat, tidak ada yang sempurna bisa kita raih.  Terpenuhi atau tidaknya target hidup kita juga ditentukan dari rasa bersyukur kita. 

Jakarta, 26 April 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun