Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Perempuan Tanpa Batas

25 April 2021   04:35 Diperbarui: 25 April 2021   05:24 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://cantik.tempo.co/

Masih di bulan April yang lekat dengan sosok hebat bernama Kartini.  Perempuan luarbiasa yang mendobrak belenggu yang mengekang kebebasan perempuan untuk tidak berhenti di mimpi.

Tidak harus menjadi laki-laki untuk bisa mengejar mimpi.  Tidak harus berganti kelamin untuk menjadi tangguh.  Sebab mimpi dan ketangguhan tidak mengenal gender.   Begitulah mungkin nilai yang ingin diwariskan Kartini kepada generasi penerusnya.

Kocak, aku jadi ingat masa remajaku dulu.  Begitu kewalahan kedua orangtuaku mengikuti permintaan anak perempuannya.  Kegiatan yang gila begitu pernah bapak mengamuk hingga menggebrak meja kaca rumah kami, karena aku ngotot ingin mendaki gunung.  Padahal di dalam satu rombongan hanya aku dan seorang teman yang perempuan.  Sedangkan sisa rombongan semuanya kaum adam.  So what, begitu pikirku ketika itu.

Jika mengingatnya sekarang senyam-senyum sajalah diriku ini.  Bayangkan, aku memilih bergabung di kelompok pencinta alam dan Pramuka.  Rela berlumpur, dan napak tilas alias jalan kaki 2 hari satu malam menempuh hutan.  Lalu kembali dengan badan yang hitam serta kulit wajah terkelupas karena tersengat matahari.  Lengkap dengan goresan luka entah di lutut atau siku karena terjatuh.  Saktinya, aku tetap mengukir prestasi selalu masuk 5 besar!

Heheh...ingat banget berusaha sabar mengarah kesal selalu kedua orang tuaku datang dengan kalimat, "kamu itu anak perempuan, dan bersikaplah seperti perempuan."  Hal yang sama ketika aku sudah bekerja sebagai Private Secretary.  Hobiku berpetualang tetap lanjut di setiap libur kejepit.

Bersama beberapa teman selalu menyempatkan diri mendaki gunung, dan kembali dengan tubuh remuk redam.  Hahahh...speechless begitu atasanku kehabisan kata karena memiliki sekretaris segokil diriku.  Padahal di setiap perjalanannya ke luar negeri selalu dibawakannya oleh-oleh perlengkapan make-up lengkap.

Tetapi aku tetap menjadi diriku, bersapu bedak dan lipstik tipis dengan segala kenekatan, namun kerjaku sempurna.  "I have nothing to say, just be yourself if that make you happy."  Begitu selalu para ekspat atasanku berkomentar sambil tersenyum lebar.

Jatuh cinta kepada alam, itulah aku.  Bukan tanpa sebab sebenarnya karena dulu bapak sering ditugaskan dari satu provinsi ke provinsi lain.  Bisa jadi inilah yang membuatku senang berpetualang, dan bermimpi melihat dunia.  Hobi dan kecintaan yang terus berjalan sekalipun aku sudah berkeluarga.

Beruntungnya diriku diberikan pasangan yang juga doyan beredar.  Sehingga keluarga kecilku sering menghabiskan waktu berlibur atau menyambangi pelosok negeri dengan berkendaraan.  Hobi yang kami lakukan sejak anak-anak masih balita.

Hahah...percaya nggak percaya tetapi mungkin inilah yang membuatku menurut orang tangguh, atau nekat menurut kamus orang tuaku.  Nekat hingga aku memberanikan diri terbang ke negeri orang dengan mengurusnya sendiri.  Bersekolah, bekerja dan mengantongi prestasi di negeri orang tanpa memiliki kenalan siapapun.  Modalku selain Tuhan yang tekad baja, aku harus bisa!  Yup, "Aku bisa, dan harus bisa."  Demikian selalu aku pompakan kepada kedua anakku. 

Keduanya pun sangat menyukai petualangan.  Sangat menikmati alam dan keragaman budaya setiap kali keluarga kecil kami berlibur dengan jalan darat.  Sekali lagi, beruntungnya diriku karena memiliki pasangan yang tahu banget istrinya ini sulit dikekang jiwa petualangannya.   Jiwa yang menempa kami untuk menjadi tangguh.  Ketangguhan yang menurut kamus kami juga diartikan sebagai bersyukur senantiasa.  Bingung maksudnya?

Hehehe...boleh percaya, dan boleh tidak.  Bahwa, aku tidak mengeluh ketika harus melahirkan kedua buah hati kami sendirian.  Aku juga tidak mengeluh ketika harus membesarkan dan mendidik anak-anak sendirian.  Aku juga tidak berteriak saat jatuh bangun mengatur waktu ketika si bungsu kerap harus dirawat di rumah sakit hingga berbulan.

Pantang bagiku menjadi perempuan lembek, karena aku tahu bahwa suamiku bekerja untuk kami keluarganya jauh hingga pelosok hutan.  Adalah kesepakatan kami, bahwa aku berhenti bekerja untuk membesarkan buah hati. 

Bukan berarti aku menyerah kalah.  Justru karena aku harus kuat dan tangguh untuk kedua buah hati kami.  Menjadi menjadi mama dan papa sekaligus di saat suamiku jauh di pedalaman hutan.

Bisa jadi ini nyambung dengan cerita diriku ketika remaja.  Sebagai pencinta alam, akut terbiasa tidak mengeluh.  Terbiasa menahan lelah, lapar, dan tidur dengan fasilitas minim ditemani nyamuk bahkan.  Nggak nyambung memang, tetapi untuk aku yang mencintai alam sangat menikmati indahnya gunung, aroma pagi dan keragaman kehidupan manusia.  Hal yang terlihat biasa tetapi mengandung nilai penting.

Hobiku ini terus berlanjut bersama keluarga kecilku.  Kami kerap berpetualang dengan fasilitas seadanya.  Tidak jarang kami menghabiskan malam di pinggir jalan atau pom bensin.  Serta mengucap syukur untuk nasi bungkus sebagai pengganjal perut. 

Bagiku, hobi berpetualang membentukku menjadi tangguh, dan mengajariku untuk selalu mengucap syukur.

Aku melihat banyak dari mereka yang kehidupannya sulit, bahkan hanya untuk menikmati nasi putih.  Luarbiasanya mereka masih bisa tersenyum.  Sedikit cerita dulu ketika aku remaja, sempat nyasar ke satu daerah di Lombok, dimana anak-anak kecil begitu menggagumi pulpen yang aku miliki.  Padahal pulpen seperti itu di Jakarta mudah ditemui di warung.  Lalu dengan mata basah, aku berikan seluruh isi ranselku kepada bocah-bocah tersebut, dan aku mendapatkan hadiah senyum termanis dari mereka.

Mungkin aku bukan siapa-siapa kini, kecuali mama bagi kedua anakku, dan rusuk bagi pasanganku.  Tetapi, waktu membuktikan kata siapa perempuan tidak bisa mengejar mimpi.  Buktinya aku, aku bisa dan mampu hingga ke negeri orang, sendirian! 

Cerita inilah yang aku bagikan kepada buah hatiku.  Keduanya aku didik hal yang sama.  Tidak ada pekerjaan laki-laki, dan tidak ada pekerjaan perempuan.  Termasuk memasak tidak melulu identik urusan perempuan.  Demikian juga untuk putriku, harus bisa mengganti bohlam lampu yang notabene sering dilabeli pekerjaan laki-laki.

Menurutku, jadilah perempuan tanpa batas, dan jangan berhenti di mimpi.  Tetapi, ingat jangan mencoba menjadi laki-laki.  Sebab perempuan tanpa batas tidak melupakan kodratnya sebagai ibu, yang memiliki cinta dan kasih tak terbatas untuk keluarganya.

Jakarta, 25 April 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun