Kata orang waktu berlalu tanpa terasa. Â Tetapi menurutku sih itu tergantung mengenai apa. Â Seperti hari ini Selasa, 6 April 2021 tepat 6 tahun sudah bapak pulang ke rumah Bapa. Â
Kata siapa tidak terasa, karena bagiku hari-hari sejak kepergiannya adalah kesedihan. Â Aku kehilangan sosok tempatku berbagi. Â Entah itu berbagi cerita, isi hati atau bahkan berbagi secangkir kopi manis yang selalu dibuatkannya untuk kami nikmati bersama di sore hari.
Teringat 6 tahun lalu di Hari Minggu selesai kebaktian gereja aku ke rumah sakit. Â Lalu dengan menggengam tangannya aku membacakan satu ayat alkitab dan bernyanyi menaikkan lagu pujian bersama. Â
Selama itu mata bapak terus tertutup. Â Tetapi ketika aku mengatakan bahwa kematian bukan akhir, dan bahwa hidup kekal adalah saat kita pulang ke rumah Bapa. Â Lalu tangan bapak merespon genggamanku, dan aku mengartikan bapak mendengar setiap kata-kataku.
Keesokan harinya, Senin, 6 April 2015 sekitar pukul 10 pagi, setelah 3 minggu koma bapak berpulang menemui Bapa di surga. Â Bukan kematian, tetapi disanalah kehidupan kekal yang sesungguhnya. Â Sementara kita di bumi ini hanya sementara saja. Â Menunggu saatnya kita pun akan pulang dengan catatan hidup masing-masing.
Terima kasih karena Tuhan memberikanku cukup waktu mempersiapkan kepulangan bapak. Â Aku telah menyiapkan baju hitam untuk mama dan saudaraku. Â
Demikian juga rumah duka, dan pemakaman yang semuanya telah ku persiapkan jauh hari jika waktu itu tiba. Â Tetapi nyatanya aku sendiri yang tidak sungguh siap ketika bapak menutup mata.
Aku ingat ketika aku menjerit histeris. Â Begitu hancur hatiku hingga kini kehilangan sosoknya yang sederhana dan penuh cinta kepada keluarganya ini. Â Sosok yang mengajariku arti rendah hati, dan belajar mengucap syukur.
Paskah kemarin aku ziarah ke makam bapak. Â Tidak bisa mengajak mama dan adekku karena situasi pandemi yang membuatku sulit bergerak.Â
Terlalu riskan membawa mama yang sudah berumur, apalagi dengan kursi rodanya. Â Mereka adalah amanat bapak kepadaku, agar sebisanya aku menjaganya. Â Meski tentunya aku jauh dari sempurna dibandingkan bapak.
Diary, jangan tanya kesedihanku yang hingga kini masih menangis setiap kali merindukan sosok bapak. Â Dulu, disaat terpuruk aku bisa berlari dan curhat padanya. Â