Jangan Berjudi dengan Resign

Pernah kerja, dan pernah merasakan posisi enak.  Itu aku dulu, Private Secretary kinclong yang harum dan berpakaian wokeh.   Hahah...cuit...cuit......Tetapi tunggu dulu, tanggungjawabku juga tidak enteng!  Bisa dibilang aku kerja 24 jam!  Mengurusi kantor, dan sekaligus urusan pribadi si ekspat sampai ke jeroannya.

Yukss...nostalgia pengalamanku dulu, bekerja seperti kutu loncat dari satu perusahaan asing ke perusahaan asing lainnya.  Wait, tunggu bukan karena aku sombong!  Tetapi, memang tidak ada perusahaan lokal yang tertarik denganku, memanggil interview saja tidak.  Jangan tanya kenapa, tetapi begitulah adanya.  Heheh...

Perusahaan tempatku bekerja pertama adalah perusahaan Philipina, dan seluruh petingginya orang Philipina.  Bla...bla..dan bla...singkat  cerita aku berhasil mendapat kepercayaan disini sehingga ketika kejadian 1998 dimana ekonomi Indonesia hancur, aku aman.  

Bahkan atasanku langsung (kita sebut saja si Mr. Philipina) mempercayakanku untuk mendirikan perusahaan baru.  Padahal saat itu, aku sebenarnya terpikir untuk mencari pengalaman baru.  Heheh...jujurnya lagi, aku mengatakan ini apa adanya.

Pasti penasaran, apakah Pak Bos ngamuk?  Enggaklah, walaupun Mr. Philipina ini tahu pasti bahwa aku tidak main-main dengan rencanaku. Dia sangat mengenal karakterku, yang selalu berkomitmen dalam segala hal. 

Idem dengan kejujuranku, Mr. Philipina juga memintaku untuk membantunya setahun lagi, setidaknya sampai perusahaan barunya berjalan. Abarakadabra, aku menyanggupinya.  Kenapa begitu, karena respect!  Iya, aku menghormati si Pak Bos ini, karena hubungan kami sangat baik, dan aku menghargainya.

Setahun aku membantunya mendirikan perusahaan baru, dari nol hingga berjalan!  Benar-benar dari nol, karena seluruh isi kantor dan proses seleksi pegawai aku yang berperan.  Singkat cerita, ketika perusahaan sudah aman, maka kembali aku mengutarakan niatku.

Ajaib, tidak ada masalah, karena aku telah menepati janjiku membantunya setahun.  Kalaupun ada masalah, terbilang sedikit.  Bagian dari usahanya menahanku, tetapi kemudian menghormati keputusanku untuk mencari pengalaman baru.

Kocaknya, atas sarannya aku dimintanya memastikan tempatku nanti.  Apakah aku menerima ilmu yang baru, menjadi lebih pintar, dan apakah memberikan tawaran yang lebih baik.  Mungkin agak aneh, tetapi itulah yang terjadi.  

Aku juga menyiapkan lebih dulu penggantiku, dan meninggalkan Mr. Philipina di saat kondisi kantor sedang aman, tidak sedang sedang banyak tender, sehingga penggantiku tidak mengalami tekanan ketika dimasa penyesuaian.