Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saat Penghasilan Menjadi Identitas, Kapal Karam

17 Desember 2020   00:35 Diperbarui: 17 Desember 2020   02:22 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://asyafrudin.blogspot.com/

Kebanyakan di budaya Timur sangat lekat dengan budaya patriarki, dimana pada sistem sosial menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama. Patriarki berasal dari kata patriarkat yang berarti struktur yang menempatkan peran laki-laki sebagai penguasa tunggal, sentral, dan segala-galanya.

Dominasi laki-laki tidak hanya dalam ranah politik, hukum dan ekonomi. Bahkan ikut terbawa dalam kehidupan pernikahan, dimana laki-laki "berkuasa" atas perempuan.

Tetapi seiring perjalanan waktu, dan kesetaraan gender maka terjadi pergeseran. Faktanya, di dalam kehidupan politik semakin banyak peran perempuan. Demikian juga dalam bidang pekerjaan memberikan banyak kepada perempuan untuk menjabat. Kenapa? Karena, yang dilihat adalah kualitas, kemampuan. dan bukan gender, atau jenis kelaminnya.

Inilah salah satu penyebab, semakin banyak perempuan yang belum menikah di usia matang. Alasannya tidak jauh dari, kalau sudah mapan untuk apa berkeluarga. Mereka tidak mau dipusingkan dengan urusan keluarga, dan kemungkinan pasangan yang sulit menerima keberadaan mereka. Padahal hidup bukan semata mencari status sosial dan materi, tetapi juga untuk membentuk keluarga.

Di Barat perempuan single, itu biasa. Tetapi di Timur sulit menerima perempuan mandiri yang hidup tanpa suami dan anak. Akhirnya berujung banyak pernikahan terjadi demi melangsungkan keturunan. Cara tersingkat adalah menjodohkan dengan kerabat yang sudah dikenal bobot, bibit dan bebetnya. Setidaknya inilah yang penulis ketahui dari seorang kerabat.

Di usia matangnya tidak mudah menemukan pasangan yang bisa menerima kebebasan cara berpikir dan pandangannya. Terkhusus untuk budaya Batak, pantang seorang laki-laki terusik kewibawaannya. Mungkin, hal sama juga terjadi di suku lain ketika kepala keluarga yang identik dengan laki-laki itu harus dominan dalam segalanya. Padahal di era sekarang, cara berpikir seperti ini sudah kebangetan jadul!

Faktanya, memang sulit untuk laki-laki Indonesia menerima perempuan lebih unggul dari mereka. Tidak jarang dalam pernikahan pun ada tuntutan nantinya berhenti berkarir demi anak.

Keputusan gegabah yang mungkin akan berujung penyesalan apalagi jika sebelumnya si perempuan sudah mempunyai posisi lebih baik. Kembali, terkadang tuntutan keluarga dan adat menyudutkan.

Tidak mudah untuk menemui pendamping yang menerima perempuan lebih unggul dari laki-laki. Tetapi, tidak mudah, bukan berarti tidak mungkin. Buktinya, kerabat penulis bisa mendapatkan pendamping yang bisa menerima kondisi kesenjangan penghasilan diantara mereka.

Mungkin beberapa kunci yang bisa jadi pertimbangan adalah:

  1. Menyadari bahwa pernikahan adalah untuk membentuk keluarga
  2. Bahwa di dalam pernikahan dua sudah menjadi satu
  3. Kedua pasangan sudah saling mengenal kondisi masing-masing dengan baik, dan siap menerima kelebihan, sekaligus kekurangan tanpa syarat.
  4. Kedua keluarga pasangan juga saling mengenal dan menerima
  5. Menyadari bahwa pernikahan adalah juga antara dua keluarga, dan bukan hanya 2 manusia
  6. Menghormati laki-laki sebagai kepala keluarga, dan imam
  7. Bahwa seorang laki-laki harus memiliki penghasilan, terlepas besar kecilnya
  8. Menempatkan istri sebagai pendamping yang sejajar, dan tiang doa untuk keluarganya
  9. Bahwa seorang perempuan harus menjadi istri dan ibu yang baik sekalipun berkarir
  10. Menjalin komunikasi dan keterbukaan dalam pernikahan
  11. Budayakan saling mendengar, menghargai, dan menempatkan rasa hormat kepada pasangan
  12. Kendalikan diri jika terjadi perbedaan pendapat
  13. Jangan padamkan cinta, dan lupa kasih mula-mula ketika pertama bertemu
  14. Terakhir, yang terutama adalah tempatkan Tuhan di dalam pernikahan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun