Hari-hari di sekolah pun berubah. Â Meski tak selalu bersama Kak Yoga di saat keluar main, tetapi Rara menemukan dirinya kembali. Â Rara dengan cepat beradaptasi di sekolah barunya. Â Hehhe...cuma gara-gara seorang Yoga!
"Hei...Ra.., kamu kok belum pulang? Â Mau aku anterin nggak dek? Â Katamu rumah kita searah khan?" suara Kak Yoga menganggetkan Rara yang sedang menunggu Pak Dirman.Â
"What? Â Pulang dibonceng Kak Yoga? Â Wow...kapan lagi kesempatan emas ini datang," pikir Rara dalam hatinya yang loncat kegirangan.
"Kakak yakin? Â Kalau yakin, aku telepon Pak Dirman dulu. Â Soalnya mobil aku sedang di bengkel kak. Â Jadi aku rada telat dijemput hari ini," sahut Rara yang langsung menelpon Pak Dirman.
Fixed, Rara pun dibonceng Kak Yoga. Â Jantungnya berdegub kencang sekali, dan tangannya mendadak dingin karena gugup.
Jujur sebelumnya Rara belum pernah dibonceng, apalagi dibonceng vespa yang bodynya gemuk seperti itu. Â Setengah mati Rara berusaha menyimbangkan dirinya agar tidak jatuh ketika dibonceng. Â Tetapi sayang, kejadian memalukan itu terjadi juga. Â Yup...Rara terjatuh dari boncengan saat vespa Yoga memasuki komplek perumahan Rara.
"Duh...Ra, kamu ini gimana sih? Â Kamu nggak kenapa-kenapa khan dek?" suara khawatir Yoga menghentikan vespa dan membantu Rara berdiri.
Malunya jangan ditanya, dan cengar cengir Rara menjawab, "Heheh...enggak apa-apa kak. Â Aku belum pernah dibonceng. Â Apalagi vespa khan bentuknya ada perutnya, jadinya aku tambah ribet duduknya. Â
Sedari tadi aku berusaha nahan supaya nggak jatuh. Â Eee...malah kepental jatuh juga," suara bawel Rara yang disambut senyuman geli Kak Yoga.
Tetapi kisah manis itu kemudian berbuntut lebih manis lagi ternyata. Â Hari-hari selanjutnya semakin sering Rara dibonceng. Â Katanya Kak Yoga sih supaya terbiasa. Â Tetapi buat Rara malah jadi kebiasaan, dan akhirnya beneran deh dari suka jadi cinta.
Sayang semuanya harus berakhir kandas karena lagi-lagi ulah papa.