"Bou, minggu depan Rizka ada test panggilan kerja di Jakarta. Â Mamak bilang, Rizka nginap di rumah bou saja," bertelepon dengan semangat Rizka mengabarkan kepada bou alias namboru sebagai sebutan untuk tante dalam bahasa Batak.
Rizka, nama gadis itu. Â Bermodal ijazah ekonomi, bermimpi bisa bertarung nasib di ibu kota. Â Mimpinya sederhana, hanya ingin membahagiakan kedua orangtuanya di kampung yang berjuang menyekolahkan dari usaha klontong dan berladang.
Singkat cerita, semua bisa dilalui Rizka. Â Diterima bekerja, dan beradaptasi dengan mudahnya di lingkungan kerjanya yang baru. Â Maklum saja, Rizka selain cerdas, juga terbilang supel dalam bergaul.
"Bou, aku Sabtu mau jalan dengan teman. Â Ehhhmmm...sebenarnya sih bukan teman. Â Tetapi cowok yang suka sama aku, dan aku juga suka sih." suara Rizka malu-malu meminta izin. Â Yup, sejak mendapatkan kesempatan di Jakarta, Rizka memang tinggal bersama tantenya ini.
Cowok yang masih malu diakui sebagai kekasihnya itu tidak lain teman sekerjanya. Â "Selamat sore tan, kenalkan saya Dito. Â Izin mengajak Rizka nonton yah tan," pamit Dito kepada bou. Â Ehhhmmm...pasangan serasi, pikir bou sambil memberikan senyum tanda lampu hijau diberikan.
Semua berjalan manis. Â Hingga suatu malam dari dalam kamar terdengar suara Rizka kesakitan. Â Berlari bounya memasuki kamar gadis itu dan menemukan Rizka yang memegangi kepalanya kesakitan. Â Tidak hanya itu, semakin hari berlahan pengelihatannya berkurang.
"Bou, Rizka sudah telepon mamak. Â Maafkan Rizka bou, tidak bilang kalau di kepala Rizka ini ada tumor. Â Tumor ini berada tepat di belakang mata Rizka. Â Dulu sewaktu kuliah di Malang sudah pernah dioperasi, dan harusnya dioperasi lagi. Â Tetapi Rizka takut bou. Â Rizka selalu bilang baik ke mamak, karena Rizka ingin bekerja. Â Ingin membahagiakan mamak dan bapak. Â Kalau Rizka dioperasi terus, kapan bisa kerja? Â Kapan bisa bikin mamak dan bapak senang. Â Rizka mau mereka tidak usah buka klontong dan berladang lagi, kasihan mereka bouuu...," isaknya histeris sambil memegangi kepalanya seolah menghukum dirinya.
Kebahagiaan itu kini berlahan menjadi airmata. Â Bersama mamanya, Rizka kemudian melanjutkan pengobatannya yang tertunda, yang harusnya dilakukannya setahun lalu di Penang.
Waktu berjalan, setahun sudah Rizka meninggalkan rumah bounya. Â Dito masih kerap mencoba mencari tahu keberadaan Rizka. Â Cowok yang baik hati itu nampaknya tidak mengetahui apapun tentang sakit Rizka.
Begitupun, cintanya tidak pernah berubah. Â Sesekali masih terus dicobanya mendatangi rumah bou. Â Tetapi tidak banyak yang didapat, kecuali informasi Rizka harus berobat.